Ada apa dengan Freeport Indonesia?, saat-saat ini sangat menghebokan Dunia, melalui Jaringan Sosial, media Online (dunia Maya), Media Elektotrik, Media Cetak, Karena persoalan Hambruknya Trowongan dibawah Tanah (underground mining) Tembagapura Timika Papua beberapa waktu lalu. Menurut tabloidjubi.com, sehingga memakan korban mencapai 70-an lebih orang jiwa, Ada yang meninggal dan ada yang luka-luka. Karyawan Buruh dilapangan serta Pihak Manajamen PT. FI, kaget ketika terjadi Musibah ini.
Tanggapan Direktur PT.FI dan Presiden Indonesia Seperti di lansir Sementara Rozik B Soethibto, Presiden Direktur PT. FI, mengatakan akan melakukan penyelidikan menyeluruh pasca penyelamatan dengan melibatkan tenaga ahli Internasional dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, serta akan memastikan kejadian ini tidak terulang. Demikian pula SBY dalam pesan twitternya. Namun tak satupun dari mereka yang mengingatkan kita pada nasib penyelidikan 7 tahun sebelumnya, yang berujung tidak jelas. Tentu kita kerap mengerti bahwa dalam setiap tragedi yang menewaskan orang-orang tidak bersalah seperti ini, dimana para pemangku kepentingan dan pertanggungjawaban menjadi sorotan publik, janji-janji penyelidikan akan diumbar, dan ketika sorotan itu meredum dan menghilang, janji tinggallah janji tak bertuan.
"Sejak 1995, pemerintah belum juga meratifikasi konvensi tersebut. Mungkin ada lobi-lobi di baliknya," kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia, Said Iqbal, dilansir Tempo.com Senin 20 Mei 2013. Konvensi yang dimaksud Said adalah Konvensi ILO Nomor 176 tentang Keselamatan Kerja. Jika mengikuti Konvensi nomor 176, kata Said, PT.Freeport harus membangun minimal dua jalur evakuasi alternatif. "Biayanya memang sangat mahal, bisa mencapai triliunan rupiah," ujar Said. Tapi, menurutnya, sebagai perusahaan transnasional dengan saham premium yang menjadi incaran banyak orang, investasi untuk itu tak akan terasa.
Pada 14 Mei 2013, terowongan fasilitas pelatihan tambang bawah tanah Freeport runtuh. Akibatnya, diperkirakan setidaknya 70-an pekerja terjebak dalam reruntuhan terowongan yang terletak Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua. Saat ini, tercatat 14 orang tewas, 10 orang luka-luka, dan puluhan orang lainnya belum ditemukan akibat Buntut longsor ini, Industrial Global Union Indonesia Council, kumpulan organisasi pekerja tambang, mineral, energi, kimia, gas, dan lainnya di Indonesia, akan melaporkan direksi Freeport ke polisi. Para terlapor dalam kasus ini adalah Presiden Direktur Freeport, Direktur Operasional, serta Direktur Sumber Daya Manusia PT Freeport Indonesia.
Tambang bawah tanah adalah salah satu pekerjaan paling beresiko di dunia. Hal ini di muat (baca: http://www.change.org). Kita tidak bisa biarkan manusia/buruh tambang terus mati demi emas-tembaga. Hentikan tambang bawah tanah Freeport di Papua. Azas kehati-hatian dalam UU No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang nyatakan bahwa bahwa "Ketidakpastian mengenai dampak suatu usaha dan/atau kegiatan karena keterbatasan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi bukan merupakan alasan untuk menunda langkah-langkah meminimalisasi atau menghindari ancaman terhadap pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup." juga harus diterapkan pada keselamatan manusia, sebagai bagian dari lingkungan hidup. Hentikan penambangan bawah tanah sampai bisa gunakan teknologi robotik sepenuhnya, yang tak bahayakan manusia dan lingkungan.
Kepentingan Militer Dalam PT.FI
Militerpun bermain Kepentingan, opini yang Menarik terkait ini (Baca: http://pogauokto.blogspot.com). Bisa dibenarkan, bagaimana kehadiran PT FI justru menambah siklus konflik baru di tanah Amungsa. Semua bermula dari kepentingan negara dan aparat militer Indonesia . Aparat militer Indonesia dibayar mahal tiap tahunnya untuk menjaga asset-aset yang dimiliki PT FI. Menurut laporan koran New York Times di tahun 2005, PT FI mengaku telah membayar sekitar 20 juta dollar AS kepada TNI untuk mengusir warga setempat secara paksa dari wilayah mereka sejak tahun 1998 hingga tahun 2004. Dalam laporan yang sama, PT FI juga mengaku membayar sekitar 10 juta dollar AS kepada para jenderal, kolonel, mayor, dan kapten militer dan polisi. Bahkan dalam satu kasus, pimpinan militer, Letnan Kolonel Togap F. Gultom menerma sekitar 100.000 dollar AS, semua itu sebagai dana keamanan bagi PT FI di tanah Amugsa.
Menurut Ballard dan Abigail dalam laporan yang sama, bahwa militer membunuh warga sekitar dengan alasan menggangu operasi perusahan tambang tersebut. Padahal selama ini masyarakat hanya menyatakan aksi protes terkait ketidakadilan yang dilakukan pemerntah Indonesia, termasuk keberadaan PT FI yang tidak memperhatikan hak-hak dasar masyarakat adat setempat. Terakhir kali, di penghujung tahun 2009 , pemimpin besar rakyat Papua, Kelly Kwalik, pembela hak-hak dasar suku Amugme dan Kamoro di tembak mati oleh Densus 88 Antiteror bersama Brimob Polda Papua. Ia di curigai sebagai “separatis” yang mengacaukan keberadaan perusahaan raksasa milik AS. Padahal tak ada bukti yang bisa membenarkan keterlibatan dia dalam segala konflik di areal pertambangan. Ini juga memberikan pertanyaan tersendiri, bagaimana konflik di areal pertambangan PT FI akan berhenti, jika aparat militer yang seharusnya melindungi serta mengayomi masyarakat ikut menciptakan konflik untuk kepentingan institusi mereka.
PT Freeport Indonesia (PTFI) warga Papua pemilih hak ulayat tanah, dinilai sebagai salah satu aktor perusak lingkungan dan pembawa masalah di Papua. arena itu. Perusahaan raksasa asing, ini, masyarakat Papua merasa Duri dalam Danging, Mereka mementingkan Emas dari Pada Alam dan Manusianya, makanya Perusahan ini segerah Tutup.
14 Maret 2006, massa yang membawa anak panah dan tombak menutupcheckpoint 28 di Timika. Massa juga mengamuk di depan Hotel Sheraton. 15 Maret 2006, Polisi membubarkan massa di Mile 28 dan menangkap delapan orang yang dituduh merusak Hotel Sheraton. Dua orang polisi terkena anak panah. 16 Maret 2006, aksi pemblokiran jalan di depan Kampus Universitas Cendrawasih, Abepura, Jayapura, oleh masyarakat dan mahasiswa yang tergabung dalam Parlemen Jalanan dan Front Pepera PB Kota Jayapura, berakhir dengan bentrokan berdarah, menyebabkan 3 orang anggota Brimob dan 1 intelijen TNI tewas dan puluhan luka-luka baik dari pihak mahasiswa dan pihak aparat. 17 Maret 2006, Tiga warga Abepura, Papua, terluka akibat terkena peluru pantulan setelah beberapa anggota Brimob menembakkan senjatanya ke udara di depan Kodim Abepura. Beberapa wartawan televisi yang meliput dianiaya dan dirusak alat kerjanya oleh Brimob. 22 Maret 2006, satu lagi anggota Brimob meninggal dunia setelah berada dalam kondisi kritis selama enam hari. 23 Maret 2006, lereng gunung di kawasan pertambangan terbuka PT Freeport Indonesia di Grasberg, longsor dan menimbun sejumlah pekerja. 3 orang meninggal dan puluhan lainnya cedera. 23 Maret 2006, Kementerian Lingkungan Hidup mempublikasi temuan pemantauan dan penataan kualitas lingkungan di wilayah penambangan PT Freeport Indonesia. Hasilnya, Freeport dinilai tak memenuhi batas air limbah dan telah mencemari air laut dan biota laut.
17 April 2006, SBY Tak Akan Tutup Freeport. Presiden Susilo Bambang Yudoyono berjanji akan menangani tuduhan pencemaran lingkungan oleh PT Freeport Indonesia di Papua. Namun katanya, pemerintah tidak mungkin melakukan penutupan perusahaan pertambangan itu sebagaimana dituntut oleh sebagian kalangan. SBY mengatakan, jika Freeport terbukti mencemari lingkungan, harus dilakukan tindakan hukum. Namun jika dilakukan penutupan sepihak terhadap Freeport, maka Indonesia akan digugat secara hukum, akan diharuskan membayar ganti rugi milyaran dolar. Ia juga mengatakan, tindaan radikal semacam itu hanya akan makin memperburuk iklim penanaman modal di Indonesia. Agustus 2006, Konflik berkepanjangan di kwamki akibat gesekan tiga kepentingan; Freeport, Elite local dan Militer.
Selasa, 09 November 2010, Sejumlah orang yang tergabung dari puluhan organisasi masyarakat Papua berunjukrasa di depan kantor pusat PT. Freeport Indonesia di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (9/11/2010). Mereka mendesak Presiden Barack Obama yang akan berkunjung di Indonesia untuk menutup aktivitas Freeport karena dinilai merusak lingkungan. Selasa, 09 November 2010, Mahasiswa Papua Demo Kantor Pusat Freeport, Sambut kedatangan Presiden Amerika Serikat Barrack Obama, puluhan mahasiswa dari Aliansi Mahasiswa Papua melakukan aksi di depan kantor pusat PT. Freeport McMoran Indonesia, plaza 89, Kuningan Jakarta. Mahasiswa menuntut agar Freeport menutup tambangnya di Papua. Aksi yang dilakukan sejak sekitar pukul 11.00 WIB, Selasa (09/11) hari ini, di awali long march dari kantor Walhi (di Jln. Tegal Parang Utara No. 14) menuju kantor PT Freeport Indonesia di Jakarta (atau Plaza 89, Kuningan). Dalam aksinya mahasiswa menutup sebagian jalur lambat dengan melakukan lesehan di jalan Rasuna Said, Kuningan Jakarta. Aparat keamanan tampak menjaga ketat aksi tersebut, sementara mahasiswa tetap tenang dan secara bergantian mereka melakukan orasi.
10 Oktober 2011, Solidaritas Untuk Papua (SUP) Tuntut Pemerintah Tutup Freeport , Kehadiran perusahaan-perusahaan besar seperti Freeport telah mengekploitasi sumber daya alam di Papua. Hal ini juga telah menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia baik berupa perampasan tanah, kehilangan akses ekonomi, kerusakan lingkungan maupun pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat adat lainnya. Rabu, 12 Oktober 2011 - 09:00 wib, Demo Tutup Freeport Solidaritas Aksi Untuk Buruh Freeport Indonesia berunjukrasa di depan kantor perwakilan PT Freeport Indonesia di Jl.HR Rasuna Sid, Jakarta Selatan, Selasa (11/10/2011). Mereka memnuntut agar PT Freeport Indonesia ditutup karena telah melakukan berbagai pelanggaran HAM yang terjadi di tanah Papua dan juga permasalahan gaji yang tidak sepadan. Senin (14/11/2011), Warga Papua yang tergabung dalam Komite Nasinal Papua Barat (KNPB) menggelar aksi demo di kantor Freeport Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (14/11/2011). Mereka meminta penembakan karyawan Freeport diusut serta penutupan PT Freeport.
Benarkah? PT. Freeport Indonesia Utamakan Emas?
Waoo, jika begini bahaya PT. FI, mengutamakan Emas dari Pada Keselamatan lingkungan kerja dan Manusianya, tidak heran Kapitalisme Pemodal, Perusahan Asing, Perusahan Indonesia Masuk ke Papua, sifat dan karakter mereka monopoli untuk menguras dan mengambail kekayaan alam, tidak memelihara Lingkungan dan manusianya. Sesuai dengan amanat pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945), yaitu “ kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia dan untuk kesehjateraan umum…dst. Mineral dan Batubara merupakan sumber daya alam yang tak dapat diperbaharui sehingga pemanfaatannya harus dikelola untuk kesehjateraan rakyat, terutama kegiatan pengelolaan di pundak pemerintah. Namun hal ini, perakteknya Nol, bicara lain main lain yang terjadi di Negara ini.
Tahun 1967, dua tahun sebelum penentuan pendapat rakyat Irian Barat (sekarang Papua dan Papua Barat), PT Freeport Indonesia (PT FI) telah menandatangani kontrak kerja sama dengan pemerintah Indonesia untuk mulai beroperasi di Kabupaten Mimika, Papua. Jika dihitung, berarti, sudah hampir 44 tahun PT FI beroperasi di tanah suku Amugme dan Kamoro. Pada 25 tahun pertama beroperasi, pemerintah Indonesia juga mayarakat Papua tak menerima bagi hasil dari penambangan emas tersebut.
Melihat akar permasalahan sejarah diintegrasikannya Papua ke dalam wilayah Indonesia yang penuh rekayasa dan kepalsuan seperti ini, pelanggaran HAM yang terus terjadi, diskriminasi dan pengerukan sumber daya alam secara terus-menurus di tanah Papua, maka penting sekali merumuskan jalan penyelesaian yang berprospek damai, bermartabat dan manusiawi harus ditemukan antara penduduk asli Papua dengan pemerintah Indonesia dimediasi pihak ketiga yang netral, melakukan Referendum, dan Pengakuan Kedulatan Papua. Oleh karena itu, gagasan-gagasan ini antara Pemerintah Indonesia dan penduduk asli Papua harus didukung semua komponen. Untuk Papua merdeka. Papua merdeka karena 1. Hak, 2. Budaya, 3. atarbelakang sejarah 4. realitas sekarang
0 komentar for "PT. FREEPORT INDONESIA UMATAKAN EMAS, MANUSIA TIDAK"