
“Jika dikaitkan dengan saran dari Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) Ban Kim Moon pada tanggal 7 September 2011 di Auckland-Selandia Baru, maka menurut pandangan saya sebagai Pekerja HAM di Tanah Papua bahwa pintu HAM sudah dibuka di dunia internasional,” tegas Warinussy.
Oleh sebab itu, lanjut Warinussy, maka semua komponen perjuangan sosial-politik Orang Asli Papua harus difokuskan pada bagaimana mengangkat dan terus menyuarakan terjadinya berbagai tindak kekerasan yang berdimensi pelanggaran HAM di tanah Papua agar semakin didengar di tingkat internasional.
Ditambahkan juga, Orang Asli Papua harus terus menyuarakan soal kebebasan berekspresi (freedom of expretion) dan kebebasan berkumpul yang senantiasa dibatasi dengan menggunakan anasir-anasir kekerasann dan penindakan dengan instrumen hukum yang bersifat represif.
Selama ini, kata salah satu pengacara senior di tanah Papua ini, akses media atau jurnalis internasional bahkan organisasi non pemerintah (Non=Governmental Organization/NGO) internasional seperti Palang Merah Internasiona (International Committee of the Red Cross/ICRC) yang tidak diberikan oleh otoritas sipil di Indonesia untuk masuk dan berada serta bekerja selama kurun waktu 10 tahun terakhir ini di Tanah Papua.
“Juga soal penyiksaan terhadap rakyat sipil yang senantiasa terjadi dan dilakukan oleh aparat keamanan dari institusi TNI dan POLRI selama ini dan tidak pernah diselesaikan secara benar dan sesuai sistem hukum hak asasi manusia yang diatur dalam Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan Undang Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang peradilan HAM dan Konvensi Anti-penyiksaan yang sudah diratifikasi menjadi Undang Undang oleh Pemerintah Indonesia sendiri,” katanya menambahkan.
Selain itu, perlindungan terhadap para Pembela dan atau pekerja HAM (Human Rights Defender/HRD) dalam menjalankan aktifitasnya di Tanah Papua dengan model pendekatan militer yang senantiasa memberi efek buruk bagi nasib mereka adalah penting untuk menjadi perhatian bersama rakyat di Tanah Papua juga.
Karena itu, sangat proporsional dan mendesak untuk meminta masuknya Pelapor Khusus Sekjen PBB untuk soal kebebasan berekspresi dan anti-penyiksaan serta perlindungan terhadap para Pembela HAM untuk datang dalam tahun ini untuk melihat langsung situasi penegakan hukum dan perlindungan HAM dari Orang Asli Papua itu sendiri.
Menutupnya, kata Warinussy, adalah keharusan jika Sekjen PBB membawah persoalan Papua untuk dibahas dan dibicarakan secara terhormat di dalam Komisi Dekolonisasi di bawah Majelis Umum PBB.
“Kiranya dapat dipertimbangkan dan ditindak-lanjuti oleh komponen perjuangan Rakyat Papua menurut sistem dan mekanisme internasional tersebut,” pungkasnya.
0 komentar for "Pintu HAM Sudah Semakin Terboka!"