VICTOR YEIMO |
YOGYA-- Juru Bicara Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Rocky Wim Mendlama; Ketua Umum Grakan Rakyat Demokratik Papua (Garda-P), Bovit Barova; dan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) meminta Kepolisian Daerah Papua untuk segera berhenti melakukan diskriminasi atas demokrasi dan membebaskan Ketua Umum KNPB, Viktor Yeimo, Sekertaris WPNA, Marthen Manggaprou, Yongky Ulimpa (23), Mahasiswa Universitas Cenderawasih, dan Elly Kobak (17), Mahasiswa Universitas Cenderawasih.
Mereka menilai, pembubaran paksa dan penangkapan 4 aktivis Papuapada aksi 13 Mei lalu di Jayapura adalah sebuh tindakan yang melanggar hukum yang berlaku di Indonesia dan diskriminatif. Dinilai, pembubaran paksa dan penangkapan yang disertai pemukulan itu adalah kekerasan ekspresi melanggar hukum negara menodai demokrasi yang menjamin semua warga negara Indonesia.
"Aksi kami pada tanggal 13 Mei adalah aksi damai dan sesui prosedur. Kami lakukan aksi damai untuk meminta pertanggungjawaban atas penembakan 3 warga di Sorong pada 1 Mei 2013 menyusul larangan Polda dan Gubernur Papua,"kata Rocky Wim Mendlama dalam Jumpa Pers, Rabu, (15/05/13) kemarin di Primagarden di Abepura, Jayapura.
"Pada 13 Mei kemarin, kami tidak anarkis. Kami sudah negosiasi baik-baik dengan Kapolres. Tetapi, ada provokator. Kiki Kurniawan itu yang menjai prvokator dalam aksi damai kami. Kami sudah melakukan negosiasi dengan pihak Kapolres hanya saja dari pihak kapolres yang tidak ada komunikasi dengan Kiki akhirnya aksi menjadi keos," tutur Riky Wim Mendlama.
Untuk itu pihaknya meminta Kapolda dan jajarannya segera membebaskan para aktivis itu tanpa syarat. "Kami minta Kapolda bebaskan para aktivis kami. Kami juga mita Polda bertangugn jawab dengan korban tangan patah, Markus Miban dan korban Nius Matuan yang tulang rahang patah. Kami minta pengobatan sampai sebuh," Bovit Barova pada Jumpa Per situ.
Bovit menilai Negara sengaja kriminalisasi semua gerakan damai rakyat. "Inikan aneh. Kami aksi secara damai dan meminta pertanggiungjawaban atas penembakan di Sorong ada 1 Mei dan penangkapan di Timika, Biak dan tempat lainnya. Tetapi, malah aksi kami dikriminalisasi," katanya.
Sementara itu, APM menilai, kekerasan kebebasan ekspresi di tanah Papua selama ini menunjukkan bahwa ada diskriminasi dalam penegakkan hukum, HAM dan demokrasi di Indonesia.
"Kenapa kalau di luar Papua dibiarkan ribuan orang turun. Sementara kami di Papua dihadapkan dengan kekerasan oleh Negara. Ini adalah diskriminasi," kata salah satu anggota AMP. (MS)
Sumber: Majalahselangkah
0 komentar for "Victor Yeimo, Cs Tak Bersalah, Diminta Bebaskan"