Peringatan hari
tragedi 16 Maret 2006 yang ketujuh sabtu tanggal 16 Maret 2013 dalam jumpa pers
Oktofianus Pekei “Aktifis SKP Wilayah Paniai yang kini membidani Pendidikan
lanjutan S2 Jurusan Resolusi Konflik di UGM” pada tanggal 16 Maret di Asrama
Papuan Kamasan jalan Kusuma Negara di Ruang Aula Menyatakan kepada media malansia.com bahwa “kekerasan yang sedang dan terus terjadi di Papua merupakan rekayasa
aparat keamanan dan penguasa Indonesia. Berbagai kekerasan yang tidak ada ujung
pangkal penyelesaiannya sudah lama tumbuh subur di Tanah Papua. Hal ini
menunjukkan bahwa pemerintah RI tidak mampu menjamin keselamatan rakyat Papua
ke dalam NKRI.
Ketidak-mampuan
itu tercermin dalam berbagai kekerasan demi kekerasan yang direkayasa
sedemikian rupa oleh negara Indonesia melalui sistem-sistemnya yang didukung
oleh para sekutunya. Dari awal Tanah Papua direbut dengan merekayasa
(manipulatif), maka langkah-langkah yang ditempuh oleh RI untuk mempertahankan
tanah Papua dalam NKRI pun dengan berbagai bentuk rekayasa (manipulatif) pula,
ujarnya. Selanjutnya Ia menyatakan Rakyat Papua sudah mengetahui dan menyadari
dari sejak awal RI merebut Tanah Papua bahwa Papua dan Indonesia memang beda.
Perbedaan itu nampak dalam pandangan ideologi, sosial budaya, letak geografis,
dan lain sebagainya”.
Melalui
kontak person kepada Selpius A. Bobii
“Ketua Umum Font PEPERA PB, Juga Tahanan Politik Papua Barat” pada Sabtu, 16
Maret 2013, menanyakan apakah suatu saat pemerintah Indonesia bisah memulihkan
persoalan yang sedang dan terus terjadi di Papua bisa berakhir?
Jawabnya
“Sangat tidak mungkin ketidak-samaan dalam berbagai hal itu bersatu dibawah
bingkai NKRI. Rekayasa demi rekayasa (manipulatif) itu tidak mematahkan
semangat juang dari rakyat Papua untuk berdaulat penuh. kami Front PEPERA Papua
Barat menyerukan dengan tegas bahwa; Negara Indonesia dan para sekutunya STOP
dan STOP merekayasa kasus demi kasus di Tanah Papua hanya untuk mencapai
kepentingan politik dan ekonomi semata.
Ia
juga menyerukan kepada media Malanesia.com bahwa masyarakat Internasional jangan
sekali-kali percaya dan tertipu dengan berbagai propoganda hitam oleh Negara
Indonesia melalui sistem-sistemnya untuk membangun mosi tidak percaya terhadap
gerakan perjuangan pembebasan bangsa Papua, karena itu rekayasa (manipulatif)
Negara Indonesia untuk memperpanjang penindasan bagi orang asli Papua dan
mempercepat pemusnahan etnis Melanesia di Tanah Papua. Bagi keluarga korban,
khususnya keluarga korban dari 3 anggota Brimob dan 1 anggota TNI AU yang
dikorbankan oleh Negara Indonesia untuk mencapai kepentingan ekonomi dan
politik semata, kami mendesak segera memberikan biaya santunan setiap bulan dan
biaya pendidikan bagi anak-anak yang ditinggalkannya menjadi tanggungjawab
Pemerintah Indonesia dan PT Freeport Indonesia.
Ia
juga menyatakan untuk mengakhiri konflik yang berkepanjangan di Tanah Papua, RI
dan negara-negara di dunia serta PBB segera mengambil langkah untuk
menyelesaikan konflik di Papua melalui DIALOG yang dimediasi oleh pihak ketiga
yang independen berdasarkan standar internasional. Selanjutnya, demikian
sekaligus pernyataan sikap ini dibuat untuk diperhatikan dan ditindak-lanjuti
oleh pihak-pihak terkait untuk menyelamatkan rakyat Papua dari kepunahan etnis
tuturnya. (M/Y.P.)
0 komentar for "KEKERASAN DI PAPUA; Rekayasa Aparat Keamanan dan Penguasa Indonesia"