Jakarta- (31/1/2013) Peluncuran buku “Gus Dur Guru dan Masa Depan
Papua” dari Gedung Sinar Kasih lantai 6, Jakarta Timur. K.H.Abdurrahman
Wahid atau disapa Gus Dur adalah Presiden Indonesia ke IV pada era
reformasi. Gus Dur jalankan perdamaian itu keadilan, bukan keamanan.
Itulah prinsip Gus Dur yang didepankan pendekatan kemanusian
dan keadilan. Karena, Dia memahami kultur budaya Indonesia secara
menyeluruh, maka pada bulan Desember 1999 ia berkunjung ke Papua untuk
berdialog dan mendengarkan aspirasi dari manusia Papua.
Dia datang di Irian Jaya kini Papua mengerakan hati untuk mengutamakan hidup damai lewat berdialog. Ia orang biasa-biasa sehingga ketemu dengan masyarakat Papua seperti orang biasa-biasa untuk mendengarkan aspirasi masyarakat Papua; tutur Titus Pekei sebagai penulis buku itu.
Kata Lily Wahid, Buktinya pada tanggal 1 Januari 2000 dia dengan memberikan nama “Papua” dan mengizinkan Bendera Bintang Kejora dikibarkan bersampingan dengan merah putih, karena Bintang Kejora merupakan simbol budaya Papua. Dan dinyayikan lagu kebangsaan budaya Papua yaitu “Hai Tanahku Papua”.
Bagi masyarakat Papua bahkan Indonesia kehilangan seorang Gus Dur Guru dan masa depan Papua yang bisa memahami keanekaragaman budaya. Sebenarnya, manusia papua adalah salah satu suku bangsa yang sama sejajar dengan suku bangsa yang lain di Indonesia, tetapi Indonesia selama ini tidak diperdayagunakan melalui pendekatan kemanusiaan dan keadilan. Malah, ambil kekayaan Papua tanpa melibatkan orang asli Papua. Kapan orang asli Papua jadi tuan dinegerinya sendiri; diungkapkan Lily Chodjijah Wahid sebagai anggota DPR RI itu.
Sayang sekali rintisan kebijakan dan pola pendekatan yang dibangun oleh Gus Dur tidak bisa dilanjutkan oleh pemerintahan saat ini. Politik keperpihakan yang dikedepankan oleh Gus Dur dilanjutkan dengan politik pembiaran yang berlarut-larut untuk Papua. Selain juga menurutnya, otsus disamakan dengan UUD 1945 artinya tidak ada teknis dan pengawasan yang jelaskan.
Aneh juga itu Polda Papua saja diberikan kepercayaan kepada orang Indonesia. Kenapa tidak diberikan kepercayaan orang asli Papua yang adakan Paulus Waterpauw? Dari pusat dalam hal ini POLRI menyatakan kurang ini, kurang itu. Akhirnya dalam keamanan saja jadi politisir.
Sisi lain, Perempuan Papua selalu bekerja keras untuk menggerakan budaya dan ekonomi Papua. Kami sudah melihat sendirinya salah satu contoh yang dipekerjaan oleh kaum perempuan papua adalah NOKEN PAPUA. Dan hasil noken Papua diperjuangkan oleh anak Negeri Papua, Titus Pekei yang juga penulis buku ini.
Jadi, Papua sebagai daerah yang kaya atas sumber daya alamnya hanya saja dimanfaatkan oleh orang asing dan Indonesia tanpa perdayaan orang papua. Kapan memberikan kebebasan bagi kehidupan manusaia Papua? Untuk menentukan nasib hidup oleh orang papua bukan dari orang luar dari papua yang hanya berkata-kata tanpa bukti yang jelas; terkesan anggota DPR RI itu.
Pada saat peluncuran buku “Gus Dur Guru dan Masa Depan Papua” dihadiri oleh Titus Pekei sebagai penulis, Laly Chodjijah Wahid dari keluarga Gus Dur, B.N.Marbun,S.H sebagai Direktur PT. Pustaka Sinar Harapan, Apul D. Maharadja sebagai Moderator, akademisi, dan mahasiswa Papua. (EPI)
Dia datang di Irian Jaya kini Papua mengerakan hati untuk mengutamakan hidup damai lewat berdialog. Ia orang biasa-biasa sehingga ketemu dengan masyarakat Papua seperti orang biasa-biasa untuk mendengarkan aspirasi masyarakat Papua; tutur Titus Pekei sebagai penulis buku itu.
Kata Lily Wahid, Buktinya pada tanggal 1 Januari 2000 dia dengan memberikan nama “Papua” dan mengizinkan Bendera Bintang Kejora dikibarkan bersampingan dengan merah putih, karena Bintang Kejora merupakan simbol budaya Papua. Dan dinyayikan lagu kebangsaan budaya Papua yaitu “Hai Tanahku Papua”.
Bagi masyarakat Papua bahkan Indonesia kehilangan seorang Gus Dur Guru dan masa depan Papua yang bisa memahami keanekaragaman budaya. Sebenarnya, manusia papua adalah salah satu suku bangsa yang sama sejajar dengan suku bangsa yang lain di Indonesia, tetapi Indonesia selama ini tidak diperdayagunakan melalui pendekatan kemanusiaan dan keadilan. Malah, ambil kekayaan Papua tanpa melibatkan orang asli Papua. Kapan orang asli Papua jadi tuan dinegerinya sendiri; diungkapkan Lily Chodjijah Wahid sebagai anggota DPR RI itu.
Sayang sekali rintisan kebijakan dan pola pendekatan yang dibangun oleh Gus Dur tidak bisa dilanjutkan oleh pemerintahan saat ini. Politik keperpihakan yang dikedepankan oleh Gus Dur dilanjutkan dengan politik pembiaran yang berlarut-larut untuk Papua. Selain juga menurutnya, otsus disamakan dengan UUD 1945 artinya tidak ada teknis dan pengawasan yang jelaskan.
Aneh juga itu Polda Papua saja diberikan kepercayaan kepada orang Indonesia. Kenapa tidak diberikan kepercayaan orang asli Papua yang adakan Paulus Waterpauw? Dari pusat dalam hal ini POLRI menyatakan kurang ini, kurang itu. Akhirnya dalam keamanan saja jadi politisir.
Sisi lain, Perempuan Papua selalu bekerja keras untuk menggerakan budaya dan ekonomi Papua. Kami sudah melihat sendirinya salah satu contoh yang dipekerjaan oleh kaum perempuan papua adalah NOKEN PAPUA. Dan hasil noken Papua diperjuangkan oleh anak Negeri Papua, Titus Pekei yang juga penulis buku ini.
Jadi, Papua sebagai daerah yang kaya atas sumber daya alamnya hanya saja dimanfaatkan oleh orang asing dan Indonesia tanpa perdayaan orang papua. Kapan memberikan kebebasan bagi kehidupan manusaia Papua? Untuk menentukan nasib hidup oleh orang papua bukan dari orang luar dari papua yang hanya berkata-kata tanpa bukti yang jelas; terkesan anggota DPR RI itu.
Pada saat peluncuran buku “Gus Dur Guru dan Masa Depan Papua” dihadiri oleh Titus Pekei sebagai penulis, Laly Chodjijah Wahid dari keluarga Gus Dur, B.N.Marbun,S.H sebagai Direktur PT. Pustaka Sinar Harapan, Apul D. Maharadja sebagai Moderator, akademisi, dan mahasiswa Papua. (EPI)
Sumber: facebook.com
0 komentar for "Gus Dur merintis perdamaian Papua dengan cara pendekatan kemanusiaan"