Sudah 35 Tahun kiprahnya didalam dunia percaturan diperpekerjaan Indonesia, Penelitian terbaru menyebutkan seseorang berhenti menjadi muda di usia 35 tahun dan Pengkategorian baru ini cukup mengejutkan untuk batas bawah usia paruh baya yang dimulai setelah 35 tahun artinya bagi sekelas SPKEP SPSI bahwa organisasi ini sudah cukup matang .
SP KEP SPSI adalah kelanjutan dari Serikat Pekerja Farmasi dan Kimia, Federasi Pekerja Seluruh Indonesia (SBFK-FBSI) yang didirikan pada tanggal 20 Februari 1973 dan dikembangkan berdasarkan keputusan Munaslub pada tanggal 20 – 23 Juli 2001.
Musyawarah Nasional (Munas) VII 2017 Serikat Pekerja Kimia Energi Pertambangan (SP KEP) SPSI berlangsung di Hotel Milenium Jakarta dari tanggal 16 sampai 18 Mei 2017.Kegiatan Munas SP KEP SPSI VII itu, diikuti 600 orang peserta dari seluruh Indonesia. Sedangkan thema Munas SP KEP SPSI VII adalah “Hanya Satu Kata, Wujudkan SP KEP SPSI Berkelas Dunia,Dengan Laksanakan 6 (enam) Penguatan Organisasi.Untuk Mewujudkan Kehidupan Pekerja Yang Adil Sejahtera dan Bermartabat,”.
Komunitas Pekerja yang tetap butuh merupakan potret kehidupan masyarakat kelas bawah. Korelasi dan proses kehidupan kaum pekerja masih tetap dalam lingkaran asumsi di masyarakat Indonesia bahwa para pekerja, setuju atau tidak harus tetap bekerja karena butuh.Kemampuan para pekerja dalam hidup dan kehidupan keluarga mereka masih “terbelenggu” oleh sistem perundang-undangan yang mengatur kehidupan komunitas pekerja itu sendiri, tingkat pendidikan kondisi ekonomi, tempat tinggal, upah minimal regional dan lain-lain. Seorang pekerja pabrik dengan gaji pendapatan perbulan Rp. 3 Juta belum memadai untuk hidup layak bagi seorang isteri dan dua orang anaknya. Sehingga harus dibantu isteri dengan pekerjaan rumahan karena harus mengasuh anak-anaknya dengan harapan bisa “menjadi orang” di masa depan dan tidak “terjebak” dalam kehidupan sosial yang sangat multi kompleks serta dinilai tidak menguntungkan, bahkan merugikan masyarakat.
Kalau kita mau melakukan renungan-renungan retrospektif maka kitapun bisa memahami apa sebabnya para pekerja kita baik secara perorangan maupun komunitas, mau bekerja di luar negeri dengan segala resikonya? Sebab para pekerja itu sangat butuh. Sedihnya justru sangat butuh, karena hidupnya pas-pasan. Bahkan banyak menjadi “tulang punggung” keluarga di kampung halamannya.
Ternyata pekerja masih tetap identik dengan komunitas akar rumput, kelas masyarakat bawah, kaum marginal yang semuanya “serba kurang” sehingga perlakuan terhadap mereka selalu tidak manusiawi.
Kilas Balik
Apabila kita mengamati fakta sejarah perjuangan kaum pekerja di Indonesia sejak zaman penjajah kolonial Belanda, dan bagaimana pemerintah kolonial itu memperlakukan para pekerja pribumi di sentra-sentra ekonomi seperti di pelabuhan-pelabuhan dan perkebunan-perkebunan di masa itu, begitu terasa sangat miris karena kurang manusiawi. Kilas balik sebagai renungan retrospektif sejarah tak terlupakan itu, justru ironis jika di masa sekarang masih ada pekerja-pekerja kita diperlakukan tidak manusiawi oleh para majikan yang mempunyai otoritas dalam kehidupannya.
Penghargaan sangat tinggi dan penghormatan luar biasa terhadap jasa para pahlawan di era tahun 1908 dengan kesadaran untuk bangkit dari ketertindasan oleh pemerintah kolonial itu sehingga terjadi deklarasi Kebangkitan Nasional 20 Mei 1908 sebagai pengejawantahan suara rakyat semesta untuk mencapai kemerdekaan.
Pergerakan kaum pekerja sejak tahun 1920 an tentu lebih berat jika berdiri sendiri-sendiri, maka tidak heran kalau mereka menumpang atau menjadi sayap organisasi pergerakan politik lainnya, misalnya partai-partai politik keberadaan dan perjuangan partai politik pada waktu itu memang tidak dilarang oleh pemerintah kolonial Belanda, tapi pergerakan dibatasi.
Kehendak berserikat bagi kaum pekerja sejak itu memang sudah ada, namun kebebasan masih menjadi kendala, walaupun Perserikatan Bangsa Bangsa juga mempunyai Organisasi Pekerja Internasional yakni ILO (International Lebaure Organization) sehingga wajar para pekerja mempunyai wadah atau sarana organisasi seperti serikat pekerja di Indonesia maupun di semua negara terutama negara-negara tertindas di kawasan Asia Afrika
Pasang surut perjuangan komunitas pekerja sangat relevansi degan situasi dan kondisi politik, baik di zaman pemerintah kolonial Belanda maupun di era kemerdekaan yang telah dicapai bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 yang di Proklamirkan oleh Soekarno-Hatta. Pada waktu itu antara tahun 1945-1965 kaum pekerja masih memiliki otoritas organisasi, bahkan tidak jarang selalu menghadiri pertemuan atau agenda kegiatan di forum internasional, delegasi pekerja Indonesia masih diikut sertakan.
BEBERAPA dekade lalu kelas pekerja di Eropa melakukan demonstrasi besar-besaran. Ribuan demonstran turun ke jalan kota Madrid, Barcelona, dan Valencia. Mereka memprotes tindakan pengetatan anggaran yang dilakukan oleh pemerintahannya. Serikat Pekerja Transportasi Publik mengumumkan bahwa mereka siap melakukan pemogokan.
Di Portugal, serikat pekerja juga menyiapkan kekuatannya untuk melakukan pemogokan, memprotes pembekuan tingkat upah. Pemogokan di Yunani menjadi pemogokan terbesar, utamanya di kota Athena dan Thessaloniki. Dua juta rakyat turun ke jalan dengan diorganisir oleh Konfederasi Umum Pekerja Yunani (GSEE) dan Serikat Pekerja Pegawai Negeri Sipil (ADEDY).
Berkaca dengan apa yang telah dilakukan oleh gerakan pekerja di Eropa, bagaimanakah dengan gerakan rakyat pekerja di Indonesia?
Saat ini harus diakui bahwa serikat pekerja di Indonesia secara efektif belum mampu mengonsolidasikan kekuatan mereka. Di internal serikat pekerja peran itu pun belum optimal. Tujuan berdirinya serikat pekerja, yaitu melindungi dan menyejahterakan anggota dan keluarganya masih sekadar mimpi dan isapan jempol belaka. Serikat yang ada saat ini lemah dalam konsep gerakan, pendidikan, dan pendanaan. Romantisme kekuatan pekerja memang diagung-agungkan, terutama menjelang May Day. Namun sayangnya kebanyakan gerakan pekerja tidak berani menilai jujur atas apa yang sudah dilakukan.
Kegiatan serikat menumpuk, terlihat sibuk dengan isu-isu besar, namun tidak bermuara pada orientasi hasil kerja. Pekerja tersekat dalam kefanatikan kelompok. Kadang-kadang bukan ulah dari anggota serikat, namun justru datang dari elite serikat. Beda pendapat, beda strategi taktik, beda pendangan Politik, menjadikan gerakan pecah berkeping-keping. Saling menjatuhkan, bahkan saling menjelekkan. Padahal dulu sesama mereka adalah kawan seiring seperjuangan.
Serikat pekerja membutuhkan nilai-nilai dan etika yang menjadi landasan gerak organisasi. Tidak dengan menghidupkan ”hidden agenda” atau teori konspirasi dalam tubuh organisasi. Maka semua hal harus jelas, tidak ada yang ditutup-tutupi dari elite kepada anggota. Semua harus dimulai dengan keterbukaan dan rasa saling percaya.Serikat seharusnya mampu menjadikan dirinya sebagai organisasi pembelajar. Kaderisasi yang intensif akan menghasilkan kader-kader yang mampu menganalisa kondisi gerakan saat ini, baik di internal organisasi ataupun permasalahan-permasalahan di luar organisasi.Sehingga serikat mampu merumuskan tuntutan perjuangannya dengan lebih cermat.Dalam bidang politik pekerja harus berdaulat, berdaya dalam ekonomi dan bermartabat dalam budaya.
Serikat harus mampu menjaga ritme gerakan dan nilai-nilai perjuangan. Melakukan kritik dan otokritik terhadap apapun yang telah dilakukan, dan mengdokumentasikannya dengan baik apa-apa yang telah menjadi keputusan bersama.Serikat juga selayaknya memberikan pemahaman-pemahaman kepada setiap individu anggota akan perannya dalam tiap perjuangan. Kita bisa pelajari pola gerakan pekerja di Eropa beberapa waktu lalu. Setelah serikat berhasil membangun kekuatan internal, maka tugas selanjutnya adalah membangun jaringan dan mematangkan isu.
Bila serikat pekerja di Indonesia masih berkutat dengan problem internal, demikian pula halnya dengan federasi dan konfederasi serikat pekerja. Elit federasi hanya merupakan kumpulan elit yang kurang perhatian pada serikat pekerja anggotanya. Federasi tidak mampu mengsinergikan serikat pekerja anggotanya dalam program dan isu bersama. Mereka jalan dengan agenda masing-masing. Karena memang sejak awal tidak memiliki konsep dalam membangun gerakan bersama.
Simaklah apa yang dilakukan oleh Maritime Union of Australia. Mereka menyatukan simpul gerakan dari hulu ke hilir, terutama pekerja sektor transportasi dan manufaktur. Jika ada konflik hubungan industrial pada salah satu lini, MUA akan melakukan aksi solidaritas nyata dengan blokade pengiriman barang, mogok, membangun seruan-seruan bersama.
Contoh, pada 7 April 2010 pekerja pelabuhan di setiap pelabuhan sepanjang Australia, menghentikan pekerjaan mereka selama 1 jam sebagai bentuk protes atas kematian tragis Nick Fanos, yang tertimpa container di Port Botany pada 28 Maret. Rentang masa mogok itu mereka gunakan untuk melahirkan sebuah resolusi tentang keselamatan kerja. Mereka juga menuntut Deputi Perdana Menteri dan Menteri Transportasi untuk merevisi manajemen keselamatan bongkar muat dan mengundangkan panduan National Stevedoring Safety Code.
Gerakan pekerja di Indonesia tidak melakukan hal ini. Kita masih sibuk melakukan hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan kebutuhan pekerja itu sendiri. Jujur saja, kita terlalu sibuk dengan agenda politik yang tidak bersentuhan langsung dengan Politik perserikatan pekerja.
Sebagai otokritik pada kolektif yang telah kita bangun: Kita mudah latah pada isu. Akibatnya, konsentrasi kita pada peta jalan gerakan pekerja itu tidak terbangun sebagaimana mestinya. Kita terombang-ambing oleh bola liar. Genit untuk ikut masuk dalam permasalahan yang sebenarnya tidak ada hubungan (serikat/federasi) kita dengan masalah tersebut.
Penting bagi kita untuk membuat dan berkonsentrasi pada peta jalan gerakan. Juga menjadi penting bagi kelas pekerja untuk membangun kekuatan federasi ataupun konfederasi yang menjadi kekuatan nyata bagi gerakan pekerja. Membangun kekuatan seperti apa yang dibangun oleh kawan-kawan di Eropa bukanlah mimpi. Karena sebenarnya kita mampu menyusun strategi, bahkan lebih dari apa yang dibangun kawan-kawan gerakan di Eropa. Karena kita memiliki budaya yang mendukung. Kita memiliki budaya saling membantu, bergotong royong adalah budaya bangsa.
Sudah waktunya serikat mulai menghidupkan kembali kelompok-kelompok belajar, kelompok diskusi untuk memberikan pemahaman kepada anggota. Memberikan pandangan mengenai visi dan misi pembangunan serikat yang benar. Serikat wajib melindungi dan mencarikan jalan untuk anggota agar bisa lebih sejahtera. Sudah saatnya serikat membangun gerakan ekonomi bersama lewat koperasi yang dikelola oleh federasi dan konfederasi. Membangun kekuatan bersama untuk menghidupkan usaha bersama.Dengan sentra-sentra ekonomi inilah pekerja bisa berdaya untuk membangun kehidupan yang lebih baik. Mampu membangun kekuatan ekonomi berarti mampu membangun kemandirian. Semakin kuat Iuran dan dana koperasi, semakin kuatlah gerakan yang dibangun. Juga berarti semakin banyak strategi perjuangan yang bisa direalisasikan. Mandiri tidak bergantung lagi dengan dana-dana luar yang mengharapkan sesuatu dari kekuatan pekerja. Pekerja mampu mengalokasikan kekuatannya untuk menekan korporasi melalui aksi-aksi yang lebih terencana. Pekerja memiliki dana yang besar untuk melakukan mogok, menggaji pengurus yang loyal full timer mengurusi kegiatan dan bertanggung jawab memikirkan laju organisasi.Ini semua bukan impian karena kita sebenarnya mampu untuk melakukan hal ini. Jika kita memiliki komitmen yang tinggi untuk saling percaya kepada sesama kawan seperjuangan. Marilah kita membuka diri kita untuk berkonsentrasi melakukan hal-hal besar secara bersama-sama. Membangun kekuatan pekerja, menjadikannya gelombang besar untuk mencapai kesejahteraan bersama.Untuk kebutuhan akan serikat pekerja, kita perlu membangun serikat pekerja yang mampu menjalankan fungsi-fungsinya sebagai wadah perjuangan yang solid. Serikat pekerja bukanlah penengah konflik-konflik antara pemodal dan pekerja. Serikat pekerja bukanlah penjaga keharmonisan antara pekerja dengan majikan. Posisi serikat pekerja harus berada di pihak pekerja, yaitu sebagai mitra perjuangan pekerja. Oleh karena serikat pekerja dibangun oleh pekerja dan dikontrol langsung oleh pekerja sebagai alat perjuangannya, serikat pekerja tidak seharusnya menjadi ladang bisnis bagi elit-elit pengurus serikat atau kaum intelektual pemalas yang mencari kesempatan hidup dari keringat kaum pekerja.
Selain itu, serikat pekerja juga memiliki fungsi yang penting, yaitu fungsi pendidikan. Ada beberapa pengalaman yang sangat menarik dari Spanyol, yaitu CNT (National Confederation of Labor), sebuah serikat pekerja yang didirikan pada tahun 1910 di Spanyol yang masih bertahan hingga hari ini.
Dengan tradisi Bakuninis atau anarko-sindikalis yang kuat, mereka menjadi serikat pekerja terbesar dan populer di masa perjuangan melawan fasisme Jenderal Franco pada tahun 1930-an. Mereka sangat gencar mengorganisir aktivitas pendidikan revolusioner. Secara mandiri dan partisipatif bersama seluruh anggotanya, mereka mengelola 36 surat kabar dan tabloid, dan 36 publikasi lainnya, termasuk Solidaridad Obrer, sebuah surat kabar harian terbesar untuk pekerja di Spanyol pada waktu itu. Selain memproduksi surat kabar, mereka juga mengelola stasiun radio dan station televisinya sendiri sehingga media mereka lepas dari kontrol manipulatif media kapitalis.CNT membentuk Balai Pekerja (Workers Center) sebagai pusat pendidikan rakyat, sebuah perpustakaan rakyat, yang digunakan secara bebas untuk memberikan ruang kepada masyarakat dan pekerja di luar serikat pekerja untuk belajar, termasuk anak-anak. Jutaan orang berpartisipasi di dalamnya dan CNT juga aktif mencetak jutaan buku dan pamflet untuk membangun kesadaran masyarakat Spanyol dalam mempertajam perjuangan kelas untuk melawan kapitalisme dan fasisme Franco. Mereka juga melakukan studi-studi mengenai kondisi kerja, mengajukan tuntutan mengenai permasalahan kesehatan dan keamanan kerja, mendidik pekerja anggotanya supaya dapat memahami teknis manajemen dan produksi perusahaan. Hal ini sengaja dibuat untuk mempersiapkan para pekerja untuk pengambil-alihan tempat produksi nanti akhirnya, agar tidak gagap dalam mengelola dan mengoperasikan kembali perusahaan di bawah kontrol dan manajemen pekerja yang merdeka tanpa majikan.Dari pengalaman CNT, kita bisa mengambil berbagai hal positif untuk perpekerjaan kita. Kaum pekerja mempunyai posisi yang lebih tinggi dan lebih revolusioner. Kita mesti terus mendidik diri dan lebih percaya pada kekuatan kelas kita, kelas pekerja. Serikat pekerja harus menjadi sekolah perang, tempat kesadaran politik harus terus ditempa dan disebarluaskan hingga perjuangan revolusioner menemukan arahnya, bukan dari panduan partai politik yang diinstruksikan dari atas, dan dari orang-orang partai yang akan melacurkan dirinya dalam parlemen borjuis.CNT juga berprinsip pada metode aksi langsung dan secara tegas menolak perjuangan pekerja di dalam parlemen, karena medan perang pekerja bukanlah di dalam parlemen, melainkan di tempat-tempat produksi yang merupakan jantung kapitalisme. Medan perang pekerja berada di meja-meja kerja administrasi kapitalis, di gerai-gerai tempat pemodal melakukan promosi, di seluruh rangkaian jalur distribusi kapitalis internasional. Di sanalah, di semua tempat kerja di seluruh dunia, kaum pekerja memegang kendali keseluruhan atas mekanisme produksi, promosi dan distibusi kapitalis.
Bila solidaritas pekerja sudah terjalin dengan baik, kesadaran kelas pekerja sudah terbangun, seiring dengan kesadaran pekerja atas rantai produksi dan jalur-jalur distribusi kapitalis secara internasional, maka kapitalisme akan sampai di ujung tanduknya. Sejarah mencatat bahwa solidaritas internasional kaum pekerja melalui serikat-serikat pekerjanya merupakan hal yang sangat vital.Sejarah solidaritas ini membuktikan bahwa gerakan pekerja interasional sangat solid dan luas menembus batas-batas teritorial negara. Gerakan pekerja selalu dijiwai oleh semangat proletar internasional, karena tidak ada lain: kelas pekerja sedunia mempunyai nasib yang sama dan musuh yang sama, yaitu Kapitalisme!
Tak ada tokoh setenar Sengkuni untuk hal-hal yang bersangkutpaut dengan kelicikan dan kebusukan. Jika pada figur ‘orang-orang kiri’ semisal Burisrawa, Durna dan Jayadatra kita masih bisa menemukan sisi baik meski samar-samar, maka sepertinya hal ini tak berlaku pada Sengkuni. Tak terbantahkan bahwa Sengkuni alias Haryo Suman adalah tokoh antagonis tulen. Masyarakat tradisional Jawa memakai nama Sengkuni untuk menjuluki orang paling tidak disukai di lingkungannya. Di masa lalu, dalam pentas wayang kulit yang melibatkan Sengkuni, setelah pertunjukan masyarakat melarung wayang Sengkuni ke laut Selatan sebagai simbolisme penolakan karakter jahat yang dipersonifikasikan pada tokoh ini.Realita tentang Sengkuni adalah kontradiksi. Ketika banyak orang dikenang tentang kebaikannya, Sengkuni populis dengan kelicikan dan hasrat jahatnya. Hal ini akan terus menjadi hikmah bagi yang hidup bahwa orang dengan watak Sengkuni akan selalu ada. Ihwal serpihan tubuh Sengkuni ditabur berserakan di atas Kurusetra adalah simbol bahwa orang dengan watak Sengkuni selalu ada di sekitar kita bahkan mungkin pada diri kita. Sengkuni adalah potret manusia licik, penuh intrik yang mencari keuntungan diri sendiri dengan mengorbankan orang lain. Ia menyamar sebagai orang santun, relijius, ramah, namun menyembunyikan watak aslinya yang pengecut, munafik dan berlumur ambisi. Sengkuni yang asli ada di dunia cerita, sedangkan para duplikatnya ada di sekitar kita, waspadalah.
Membicarakan Sengkuni bukanlah dalam konteks untuk mencela, juga bukan dalam rangka mengadopsi wataknya yang angkara murka, namun lebih pada mewaspadai bahaya laten yang mungkin muncul. Mendiskusikan Sengkuni selalu relevan pada setiap kondisi karena di masyarakat nyaris ada orang-orang yang berpotensi menjadi penghasut, pengacau dan oportunis yang hipokrit.
Organisasi harus mampu untuk menjaga ritme nilai-nilai perjuangan. Nilai perjuangan harus kita jaga. Karena nilai perjuangan adalah sesuatu yang paling berharga. Menjaga nilai perjuangan harus dimulai dari point pertama organisasi pembelajar, yaitu kaderisasi yang berkelanjutan. Inilah yang menjaga nilai juang itu. Karena nampaknya sudah menjadi pemahaman kita bersama, sulit sekali sebuah serikat pekerja untuk tetap tegar berdiri menjaga nilai-nilai perjuangan. Nilai-nilai perjuangan ini biasanya mudah luntur jika adanya pergantian kepemimpinan. Pergantian kepemimpinan biasanya akan timbul faksi-fasksi dalam gerakan. Faksi ini bisa membelah diri membuat organisasi baru, atau melakukan pengkhianatan dalam organisasi. Ini sering terjadi di dunia serikat pekerja. Pun demikian seperti apa yang kita alami. Pengkhianatan demi pengkhianatan kita alami, sehingga akhirnya fokus kita terganggu.
Perjuangan pekerja di tahun 2018 pun akan semakin kompleks karena semakin maraknya diskriminasi dan kriminalisasi bagi setiap aktivis pekerja karena memang pemerintah akan selalu lebih mendukung para pemodal. Oleh karena itu sangat penting agar kaum pekerja bersatu dalam melakukan perlawanan, hilangkan semua ego terutama dari kalangan elit pemimpin pekerja. Sudah saatnya semboyan pekerja bersatu tak bisa dikalahkan diwujudkan dalam perjuangan yang riil di lapangan dan juga sudah tiba waktunya semboyan Solidarity Forever itu diwujudkan dalam sendi-sendi kehidupan kaum pekerja agar perjuangan pekerja semakin kuat. Gerakan pekerja harus mempunyai konsep dan tujuan yang jelas demi mewujudkan kesejahteraan bagi kaum pekerja khususnya dan umumnya bagi rakyat Indonesia.
Keadaan Indonesia hari ini yang neo-kolonialisme dan sisa-sia feodalisme, sudah Sangat konkrit bahwa semua aspek kehidupan negara baik ekonomi, politik dan kebudayaan Indonesia didominasi oleh kaum Imperialisme yang didukung oleh kakitangannya didalam negeri yaitu penguasa komprador [pemerintah], kapitalis birokrat serta tuan tanah-tuan tanah besar. Yang dampaknya adalah rakyat dijadikan tumbal keserakahannya, termasuk didalamnya adalah kaum pekerja yang dijadikan semata-mata alat/mesin pencipta keuntungan/kekayaan semata bagi mereka. Nasibnya terus tertindas dan dihisap sehingga ketergantungan pada kaum pemodal/kapitalis.
Pelecehan yang kerap terjadi dan diderita kaum pekerja di sebabkan tidak berfungsinya lembaga Tri Partite yakni hubungan antara Pengusaha, Dinas Tenaga Kerja dan Komunitas Pekerja, termasuk di dalamnya semua Organisasi pekerja, apapun namanya.Kalau ketiga lembaga resmi ini berfungsi sebagaimana mestinya tentu paling tidak mengurangi kasus-kasus yang dialami para pekerja tersebut.
Semuanya itu akan berfungsi apabila masing-masing lembaga itu bekerja sinergitas antara ketiganya, karena perangkat hukum sudah ada walau belum memuaskan, seperti Undang-Undang No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang No.2/2004 tentang hubungan industrial, dengan demikian persoalan yang terjadi bisa diselesaikan sebagaimana mestinya. Bukan dengan kekerasan sampai pembunuhan.
Pekerja tetap Butuh. Butuh sandang, pangan, kesehatan, pendidikan, tempat tinggal dan kesejahteraan hidup layak. Pekerja itu ingin hidup sederhana, bukan kaya raya. Tapi pekerja tidak ingin diperlakukan semena-mena. Pekerja tetap memajukan perusahaan dimana mereka bekerja. Pengusaha juga tidak mau kehilangan pekerja sebagai “sokoguru” ekonomi masyarakat bawah.
Makanya peran pemerintah dalam hal ini, kementerian tenaga kerja harus sejalan dan berfungsi maksimal. Jangan remehkan kaum pekerja dengan “gaji murah” bisa hidup, lantas kurang diperhatikan.Pekerja adalah manusia biasa yang hidup dengan tenaga kerja untuk menghidupi keluarganya. Tapi pekerja juga punya hati nurani untuk dihargai.Bayangkan kalau pekerja sudah “mengamuk” seperti di Polandia yang dipimpin tokoh pekerja Lech Walessa yang akhirnya menjadi Presiden Polandia karena Perjuangannya.Dari situasi itu pergerakan pekerja mempunyai peranan yang sangat penting kedudukannya dalam kaum pekerja untuk mendapatkan hak-haknya, serta terbebas dari penindasan dan penghisapan.
Pergerakan pekerja mencakup semua aksi perjuangan kaum pekerja dalam menghentikan tekanan kapitalis dan eksploitasi. Pergerakan ini bertujuan untuk membuang dan menghancurkan sistem sosial lama yang menindas dan menghisap, dimana dibangun sistem sosial baru yang kelas pekerja menjadi pemilik alat-alat produksi dan mengarahkan ekonomi, politik dan budaya nasional ke arah yang lebih baik.
Untuk menyadari tujuan dari pergerakan pekerja, serikat pekerja asli harus diperkuat oleh para anggotanya [para pekerja] para pekerja harus bergerak menuntut perbaikan dibidang ekonomi dan politik bersama-sama dengan kelas dan sektor rakyat lainnya dalam masyarakat—dimana selanjutnya harus melancarkan aksi politik.Semua langkah tersebut akan menghasilkan garis yang kuat dalam melawan monopoli imperialisme, dan para pengikut lokalnya yaitu kapitalis birokrat, penguasa komprador dan tuan tanah besar. Klas pekerja harus bersatu dan memimpin kelas-kelas tertekan, tertindas dan terhisap lainnya di Indonesia ini, seperti kaum tani, pelajar/mahasiswa dan profesional, kaum miskin kota dan kapitalis nasionalis dalam satu kesatuan dan kemerdekaan nasional dan demokrasi yang sejati [demokrasi rakyat]. Kemerdekaan nasional dan demokrasi sejati berarti kemerdekaan negara yang terbebas dari pengaruh dan dominasi imperialisme – kapitalisme dan kakitangannya,kebebasan kaum petani dari eksploitasi kaum feodal, hak-hak demokrasi bagi seluruh penduduk dan membangun pemerintahan adil makmur yang benar-benar memprentasikan pekerja dan rakyat. Usaha dan perjuangan kaum pekerja akan mengarah pada pembangunan tatanan sosial yang baru dibawah kepemimpinan klas pekerja dimana alat-alat produksi dan hasil kerja pekerja dapat dimiliki secara sosial.
Manusia akan bisa maju hanya bila ia bebas. Lingkungan masyarakat yang diimpikan pekerja adalah lingkungan dimana setiap orang saling bantu membantu dan tolong menolong, bahu membahu dalam memecahkan persoalan-persoalan.
Sistem tersebut senyatanya meratakan jalan bagi kebebasan sejati manusia. Orang akan bekerja untuk menikmati hasil kerjanya dan bukannya bekerja seperti sekarang ini. Dimana kaum pekerja bekerja demi upah yang Sangat sedikit/upah murah. Dengan adanya kebebasan akan eksploitasi potensialitas dan keahlian pekerja tentu akan berkembang sedemikian rupa. Hal ini akan mengarah pada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi kemajuan dan kemakmuran umat manusia dan generasi mendatang.
Banyak hal telah kita pahami bersama yang mempengaruhi mengapa gerakan pekerja di Indonesia menemui semacam jalan buntu dalam perjuangannya. Pada umumnya ini bermuara pada kedangkalan ideologi gerakan. Penyakit aktivisme – dalam arti lebih gemar beraksi tanpa ideologi jelas – dari aktivis pekerja sangat dominan, yang membuat para aktivis ini tidak mampu merumuskan langkah-langkah strategis kepemimpinannya untuk memenuhi tugas historis kelas pekerja. Yang ada para aktivis pekerja ini terbawa dalam isu-isu popular media kapitalis dan terjebak dalam isu-isu normatif saja.
Watak politik gerakan serikat pekerja Indonesia hari ini seperti kehilangan watak kepemimpinannya sebagai agen perubahan. Hadir dalam gerakan laksana buih di pantai. Tak lagi menggetarkan seperti zamannya di Pra Kemerdekaan, atau zaman sebelum 1965. Watak politik gerakan serikat pekerja Indonesia hari ini seperti kehilangan watak radikalnya, dalam pemikiran apalagi dalam tindakan. Paling tinggi nampaknya perjuangan pekerja hari ini ke hal-hal normatif saja, gerakan pekerja bergerak secara moderat dan memainkan aksi dukung-mendukung proyek Parlemen dan Pemerintah bahkan Imperialisme. Sungguh sangat disayangkan hal ini masih saja terjadi. Para birokrat serikat memainkan peran ini dan memberikan kesadaran palsu kepada para anggota. Sejarah berulang dan anggota serikat selalu menjadi korban ketidak pahaman mereka akan kondisi yang sebenarnya terjadi.
Watak politik ini timbul dari kedangkalan Ideologi dari para pemimpin gerakan pekerja Indonesia saat ini, yakni masih meyakini bahwa perubahan bisa diciptakan dengan kompromi dan kolaborasi kelas, bahwa perubahan bisa dilakukan dengan menitipkan suara mereka ke partai-partai borjuis, bahwa pendirian Partai Pekerja yang sejati adalah utopis dan jalan Revolusi adalah jalan yang mengerikan dan harus dihindari.
Bagaimana bisa memperjuangkan aspirasi anggota jika dalam benak para pimpinan ini hanya seputar proyek klaim politik masa. Dengan jumlah anggota yang cukup besar serikat-serikat ini justru memainkan peran lain yang tidak ada hubungannya dengan anggota sama sekali.Maka penting untuk menjaga nilai perjuangan dalam sebuah organisasi untuk menjaga nilai perjuangan yang sudah ditanam oleh pendahulu-pendahulu kita
Ada beberapa kegiatan SP yang harus dilakukan untuk membuat SP mampu memainkan perannya dengan baik, yaitu :
Sosialisasi, yaitu upaya untuk menyebarluaskan dan menanamkan pengertian dan pengetahuan tentang dunia serikat pekerja dengan segala permasalahannya agar diperoleh pemahaman yang utuh dan menyeluruh
Edukasi, yaitu menyelenggarakan berbagai kegiatan pendidikan guna menanamkan nilai-nilai Serikat Pekerja kepada para anggota/pekerja dengan cara yang lebih sistematis agar diperoleh kesadaran yang semakin kuat sebagai masyarakat/kelas pekerja
Advokasi, yaitu memberikan layanan penyuluhan di bidang hukum dan ketenaga-kerjaan dalam rangka menghadapi dan mengantisipasi berbagai permasalahan perselisihan ketenagakerjaan yang muncul ataupun bakal muncul. Dalam Advokasi, SP memegang prinsip “memberikan kail bukan ikan”. Ini penting agar ada proses pembelajaran bahwa yang bersangkutan juga harus mau berjuang.
Konsolidasi, yaitu upaya untuk menyatukan berbagai perbedaan pandangan antar sesama pengurus maupun pengurus dengan anggota SP agar lebih solid. Memiliki pandangan dan pemahaman yang sama terhadap sesuatu pemasalahan.
Komunikasi, yaitu adanya interaksi dan dialog yang sehat dan konstruktif antara Pengurus SP dengan anggotanya dengan memanfaatkan berbagai media yang ada. Komunikasi yang dilakukan secara intensif akan mencegah dari segala bentuk salah pengertian dan prasangka buruk yang dapat berpotensi menimbulkan perpecahan di dalam tubuh SP.
Informasi, yaitu upaya untuk menyediakan berbagai informasi yang valid dan akurat yang diperlukan oleh anggota, baik mengenai ketenaga-kerjaan, perkembangan organisasi maupun kondisi di perusahaan.
Agar serikat pekerja dapat di kelola secara profesional perlu di tumbuh kembangkan 6 prinsip utama yang menjadi dasar gerakan SP, yaitu apa yang di sebut dan di singkat SIDURE, yaitu Solidarity, Independency, Democraty, Unity, Responsibility, dan Equality.
Solidarity, yaitu rasa kebersamaan dan senasib sepenanggungan yang ditunjukkan oleh sikap saling peduli sebagai satu tubuh. Sikap-sikap egois dan individualis harus benar-benar dikikis.
Independency, artinya SP memiliki kekebebasan dalam menentukan arah kebijakan dan mengambil keputusan organisasi tanpa campur tangan dari pihak luar. Pihak luar itu bisa saja Manajemen, Pemerintah, Partai Politik, dsb.
Democracy, yaitu dalam menentukan kebijakan organisasi, SP harus senantiasa memperhatikan dan menampung aspirasi yang berkembang di kalangan anggota (grass root) dan memberi ruang bagi kontrol dari bawah terhadap para pengurusnya. Pengurus tidak boleh bersikap otoriter dan sesukanya. kritik oto kritik dalam ruang lingkup kerja organisasi. Kritik oto kritik dalam organisasi adalah senjata ampuh untuk menegakkan demokrasi dalam sebuah organisasi. Organisasi pembelajar harus mampu menghadirkan hal ini. Berani mengkritik artinya siap untuk dikritik. Tentu kritik ini merupakan kritik yang membangun. Bukan melakukan intrik, bukan membangun intrik dalam sebuah organisasi. Organisasi yang di dalam nya penuh dengan intrik itu bukan organisasi pembelajar. Kritik oto kritik pun organisasi harus menyiapkan ruang nya. Tidak dibenarkan melakukan kritik yang serampangan. Kritik terbuka dan saling serang. Kritik yang tidak kenal adab dan tata krama kritik.
Unity, artinya persatuan bagi SP ibarat sapu lidi dan pekerja akan memiliki posisi tawar yang kuat jika bersatu dan solid dalam wadah SP. Untuk itu kalau ingin kuat, jangan terpecah-pecah atau tercerai berai yang pada akhirnya membuat kita lemah dan tak berdaya. kemampuan organisasi mengelola faksi. Faksi dalam sebuah organisasi besar atau adanya kelompok-kelompok dalam sebuah organisasi besar adalah hal yang wajar-wajar saja. Selagi perbedaan itu bukan lah perbedaan yang prinsip. Perbedaan yang ideologis. Jika perpedaan yang ada masih bersifat taktis itu tentu masih bisa dipahami. Organisasi yang mampu untuk mengolah ini. Mengelola faksi adalah seni tersendiri. Mengelola pandangan yang berbeda dalam hal teknis merupakan kamampuan yang dimiliki organisasi .
Responsibility, artinya SP bertanggung jawab kepada anggota, bangsa dan negara serta masyarakat dunia. Sudah seharusnya kita semua berorganisasi ini berkomitmen menundukkan diri kita semua pada AD/ART dlm menjalankan tugas sebagai pengurus...jika kita Pengurus tidak mematuhi AD/ART, maka bisa terjadi bertindak melampaui kewenangan "Abuse Of Power" yg menimbulkan Ketidakpastian hukum dan ketidakadilan...jika ini yg terjadi rusaklah tatanan dan mekanisme yg kita bangun dpt berpotensi menimbulkan kemunduran Organisasi.
Equality, yaitu bahwa SP memandang dan memperlakukan setiap orang secara sama tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras dan aliran politik. Sehingga harus dihindari diskriminasi. Dalam konteks perjuangan hak-hak pekerja/pekerja ada beberapa pilar yang sangat berperan dalam menegakkan hak-hak pekerja/pekerja dalam mewujudkan kesejahteraannya.
Eksistensi serikat pekerja/serikat pekerja bertujuan untuk memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja/pekerja dan keluarganya. Sejarah telah membuktikan bahwa peranan serikat pekerja/serikat pekerja dalam memperjuangkan hak anggotanya sangat besar, sehingga pekerja/pekerja telah banyak yang merasakan manfaat organisasi serikat pekerja/serikat pekerja yang betul-betul mandiri (independence) dan konsisten dalam memperjuangkan hak-hak pekerja.
Sifat dan karakter organisasi massa serikat pekerja adalah;
a. Sejati. Sejati mengandung pengertian bahwa serikat pekerja senantiasa memperjuangkan kepentingan kaum pekerja secara sungguhsungguh, berpihak pada kaum pekerja, dan melawan secara teguh pengusaha yang menindas dan menghisap pekerja, pemerintah yang mengeluarkan kebijakan yang menindas dan menghisap kaum pekerja, serta golongan atau aparat pemerintah lainnya yang secara terbuka maupun terselubung mendapat untung besar dengan cara menindas dan menghisap kaum pekerja.
b. Luas. Berkarakter luas artinya organisasi serikat pekerja harus mampu mengorganisasikan, sektor, jenis produksi dan jenis pekerjaan secara luas dan menyeluruh, dengan program perjuangan yang dapat diterima dan didukung oleh seluruh anggota dan semua pekerja.
c. Nasional Patriotis. Nasional berarti memiliki watak anti imperialisme dan anti kolonialisme serta bersekala nasional yang didirikan dibanyak kota, dan daerah-daerah. Sedangkan patriotis mengandung pengertian cinta terhadap tanah air. Membela tanah air dari penjajahan siapapun dalam bentuk apapun, yang hendak mengambil dan menguras kekayaan alam diperut bumi, diatas tanah maupun di angkasa pertiwi yang menyisakan kemiskinan atas warga negara dan bangsa pribumi. Menolak pengalihan pengelolaan beberapa perusahaan dan swasta ke tangan pihak asing, yang keuntungannya semua masuk ke mereka dan menyebabkan kesengsaraan dan PHK besar-besaran atas kaum pekerja.
d. Demokratis. Demokratis berarti memiliki watak anti feodalisme yakni bersama-sama elemen maju untuk menghapuskan penindasan yang lahir atas hubungan produksi yang feodalistik baik di perkotaan dan pedesaan dan memperjuangkan hak-hak demokratis Rakyat, dalam wujud kongkritnya gerakan serikat pekerja harus dapat mendukung revolusi agraria sebagai syarat terciptanya industrialisasi nasional. Sedangkan sifat demokratis diinternal organisasi adalah serikat pekerja yang menjalankan prinsip-prinsip demokratis, dimana serikat pekerja harus dapat menjalankan ide-ide bersama, membuat keputusan-keputusan bersama dan menjalankan perjuangan secara bersama-sama. Ringan sama dijinjing berat sama dipikul. Tidak bergantung pada satu orang dan secara keras melawan ide-ide, sikap dan tindakan feodal yang suka mengagung-agungkan diri endiri. Serikat pekerja yang secara tegas menolak ketidak-setaraan atau diskriminasi dan penindasan atas kaum perempuan, tegas menolak perbedaan serajat dan perlakuan yang berbeda atas umat manusia karena kekayaan dan status sosial, tegas menentang isu-isu perbedaan suku, ras dan agama.
e. Militan. Militan berarti organisasi serikat pekerja harus menyandarkan diri pada kekuatan internal dan konsisten memperjuangkan kepentingan sosial-ekonomi dan politik kelasnya dan menolak kompromi tak berprinsip. Contohnya: iuran anggota, pembangunan ekonomi produksi mandiri, independen dari pengaruh (tidak membuntut atau dapat didikte )oleh musuh kelasnya.
Dengan berbagai kegiatan di atas, maka SP akan terhindar dari kemungkinan melemah, mandul atau bahkan mati suri
Kenapa setiap tuntutan politik pekerja selalu menuai kegagalan, apa pekerja sudah di anggap enteng gerakannya oleh pemerintah, apa tekanan politik pekerja belum maksimal atau kondisi internal pekerja yang masih terseok-seok dan pecah belah. Memoment tahun 2018 nanti perlu ada resolusi pekerja secara kolektifitas untuk sama-sama bersatu, bangkit dan merapatkan barisan. Tidak lagi terkotak-kota, tidak mudah di adu domba oleh kepentingan politik dan kepentingan elit manapun. Karena kondisi pergerakan pekerja sampai akhir tahun ini dalam persolan upah bersepakat, akan tetapi dalam persoalan pelayanan jaminan sosial masih pecah. Saya melihat di sinilah letak kenapa setiap tuntutan politik pekerja selalu kandas. Pekerja belum bersatu, pekerja masih terkotak-kotak. Kelompok lain ingin menonjolkan diri, disisi lain begitu juga dengan kelompok yang lain. Inilah masalah klasik pergerakan pekerja Indonesia yang harus di cari obatnya. Sehingga pekerja secara politik tuntutan bisa memiliki bargaining yang tinggi. Kegagalan semua perjuangan pekerja pada tahun ini adalah cermin pemerintah masih memandang kekuatan pekerja masih belum di anggap berbahaya. Gerakan para teroris masih di anggap berbahaya ketimbang pekerja, makanya pemerintah semau-maunya terhadap pekerja. Saya ingin tahun 2018 harus ada “RESOLUSI GERAKAN PEKERJA INDONESIA” yang lebih konhernt, progresif, kolektifitas sehingga gerakan pekerja bisa menang gemilang. Sebab jika pekerja menang, tentu rakyat akan sejahtera.
"MEMERDEKAKAN PEKERJA DALAM ARTI SELUAS-LUASNYA"
Referensi
Disarikan dari berbagai sumber. https://www.change.org
Sudah 35 Tahun kiprahnya didalam dunia percaturan diperpekerjaan Indonesia, Penelitian terbaru menyebutkan seseorang berhenti menjadi muda di usia 35 tahun dan Pengkategorian baru ini cukup mengejutkan untuk batas bawah usia paruh baya yang dimulai setelah 35 tahun artinya bagi sekelas SPKEP SPSI bahwa organisasi ini sudah cukup matang .
SP KEP SPSI adalah kelanjutan dari Serikat Pekerja Farmasi dan Kimia, Federasi Pekerja Seluruh Indonesia (SBFK-FBSI) yang didirikan pada tanggal 20 Februari 1973 dan dikembangkan berdasarkan keputusan Munaslub pada tanggal 20 – 23 Juli 2001.
Musyawarah Nasional (Munas) VII 2017 Serikat Pekerja Kimia Energi Pertambangan (SP KEP) SPSI berlangsung di Hotel Milenium Jakarta dari tanggal 16 sampai 18 Mei 2017.Kegiatan Munas SP KEP SPSI VII itu, diikuti 600 orang peserta dari seluruh Indonesia. Sedangkan thema Munas SP KEP SPSI VII adalah “Hanya Satu Kata, Wujudkan SP KEP SPSI Berkelas Dunia,Dengan Laksanakan 6 (enam) Penguatan Organisasi.Untuk Mewujudkan Kehidupan Pekerja Yang Adil Sejahtera dan Bermartabat,”.
Komunitas Pekerja yang tetap butuh merupakan potret kehidupan masyarakat kelas bawah. Korelasi dan proses kehidupan kaum pekerja masih tetap dalam lingkaran asumsi di masyarakat Indonesia bahwa para pekerja, setuju atau tidak harus tetap bekerja karena butuh.Kemampuan para pekerja dalam hidup dan kehidupan keluarga mereka masih “terbelenggu” oleh sistem perundang-undangan yang mengatur kehidupan komunitas pekerja itu sendiri, tingkat pendidikan kondisi ekonomi, tempat tinggal, upah minimal regional dan lain-lain. Seorang pekerja pabrik dengan gaji pendapatan perbulan Rp. 3 Juta belum memadai untuk hidup layak bagi seorang isteri dan dua orang anaknya. Sehingga harus dibantu isteri dengan pekerjaan rumahan karena harus mengasuh anak-anaknya dengan harapan bisa “menjadi orang” di masa depan dan tidak “terjebak” dalam kehidupan sosial yang sangat multi kompleks serta dinilai tidak menguntungkan, bahkan merugikan masyarakat.
Kalau kita mau melakukan renungan-renungan retrospektif maka kitapun bisa memahami apa sebabnya para pekerja kita baik secara perorangan maupun komunitas, mau bekerja di luar negeri dengan segala resikonya? Sebab para pekerja itu sangat butuh. Sedihnya justru sangat butuh, karena hidupnya pas-pasan. Bahkan banyak menjadi “tulang punggung” keluarga di kampung halamannya.
Ternyata pekerja masih tetap identik dengan komunitas akar rumput, kelas masyarakat bawah, kaum marginal yang semuanya “serba kurang” sehingga perlakuan terhadap mereka selalu tidak manusiawi.
Kilas Balik
Apabila kita mengamati fakta sejarah perjuangan kaum pekerja di Indonesia sejak zaman penjajah kolonial Belanda, dan bagaimana pemerintah kolonial itu memperlakukan para pekerja pribumi di sentra-sentra ekonomi seperti di pelabuhan-pelabuhan dan perkebunan-perkebunan di masa itu, begitu terasa sangat miris karena kurang manusiawi. Kilas balik sebagai renungan retrospektif sejarah tak terlupakan itu, justru ironis jika di masa sekarang masih ada pekerja-pekerja kita diperlakukan tidak manusiawi oleh para majikan yang mempunyai otoritas dalam kehidupannya.
Penghargaan sangat tinggi dan penghormatan luar biasa terhadap jasa para pahlawan di era tahun 1908 dengan kesadaran untuk bangkit dari ketertindasan oleh pemerintah kolonial itu sehingga terjadi deklarasi Kebangkitan Nasional 20 Mei 1908 sebagai pengejawantahan suara rakyat semesta untuk mencapai kemerdekaan.
Pergerakan kaum pekerja sejak tahun 1920 an tentu lebih berat jika berdiri sendiri-sendiri, maka tidak heran kalau mereka menumpang atau menjadi sayap organisasi pergerakan politik lainnya, misalnya partai-partai politik keberadaan dan perjuangan partai politik pada waktu itu memang tidak dilarang oleh pemerintah kolonial Belanda, tapi pergerakan dibatasi.
Kehendak berserikat bagi kaum pekerja sejak itu memang sudah ada, namun kebebasan masih menjadi kendala, walaupun Perserikatan Bangsa Bangsa juga mempunyai Organisasi Pekerja Internasional yakni ILO (International Lebaure Organization) sehingga wajar para pekerja mempunyai wadah atau sarana organisasi seperti serikat pekerja di Indonesia maupun di semua negara terutama negara-negara tertindas di kawasan Asia Afrika
Pasang surut perjuangan komunitas pekerja sangat relevansi degan situasi dan kondisi politik, baik di zaman pemerintah kolonial Belanda maupun di era kemerdekaan yang telah dicapai bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 yang di Proklamirkan oleh Soekarno-Hatta. Pada waktu itu antara tahun 1945-1965 kaum pekerja masih memiliki otoritas organisasi, bahkan tidak jarang selalu menghadiri pertemuan atau agenda kegiatan di forum internasional, delegasi pekerja Indonesia masih diikut sertakan.
BEBERAPA dekade lalu kelas pekerja di Eropa melakukan demonstrasi besar-besaran. Ribuan demonstran turun ke jalan kota Madrid, Barcelona, dan Valencia. Mereka memprotes tindakan pengetatan anggaran yang dilakukan oleh pemerintahannya. Serikat Pekerja Transportasi Publik mengumumkan bahwa mereka siap melakukan pemogokan.
Di Portugal, serikat pekerja juga menyiapkan kekuatannya untuk melakukan pemogokan, memprotes pembekuan tingkat upah. Pemogokan di Yunani menjadi pemogokan terbesar, utamanya di kota Athena dan Thessaloniki. Dua juta rakyat turun ke jalan dengan diorganisir oleh Konfederasi Umum Pekerja Yunani (GSEE) dan Serikat Pekerja Pegawai Negeri Sipil (ADEDY).
Berkaca dengan apa yang telah dilakukan oleh gerakan pekerja di Eropa, bagaimanakah dengan gerakan rakyat pekerja di Indonesia?
Saat ini harus diakui bahwa serikat pekerja di Indonesia secara efektif belum mampu mengonsolidasikan kekuatan mereka. Di internal serikat pekerja peran itu pun belum optimal. Tujuan berdirinya serikat pekerja, yaitu melindungi dan menyejahterakan anggota dan keluarganya masih sekadar mimpi dan isapan jempol belaka. Serikat yang ada saat ini lemah dalam konsep gerakan, pendidikan, dan pendanaan. Romantisme kekuatan pekerja memang diagung-agungkan, terutama menjelang May Day. Namun sayangnya kebanyakan gerakan pekerja tidak berani menilai jujur atas apa yang sudah dilakukan.
Kegiatan serikat menumpuk, terlihat sibuk dengan isu-isu besar, namun tidak bermuara pada orientasi hasil kerja. Pekerja tersekat dalam kefanatikan kelompok. Kadang-kadang bukan ulah dari anggota serikat, namun justru datang dari elite serikat. Beda pendapat, beda strategi taktik, beda pendangan Politik, menjadikan gerakan pecah berkeping-keping. Saling menjatuhkan, bahkan saling menjelekkan. Padahal dulu sesama mereka adalah kawan seiring seperjuangan.
Serikat pekerja membutuhkan nilai-nilai dan etika yang menjadi landasan gerak organisasi. Tidak dengan menghidupkan ”hidden agenda” atau teori konspirasi dalam tubuh organisasi. Maka semua hal harus jelas, tidak ada yang ditutup-tutupi dari elite kepada anggota. Semua harus dimulai dengan keterbukaan dan rasa saling percaya.Serikat seharusnya mampu menjadikan dirinya sebagai organisasi pembelajar. Kaderisasi yang intensif akan menghasilkan kader-kader yang mampu menganalisa kondisi gerakan saat ini, baik di internal organisasi ataupun permasalahan-permasalahan di luar organisasi.Sehingga serikat mampu merumuskan tuntutan perjuangannya dengan lebih cermat.Dalam bidang politik pekerja harus berdaulat, berdaya dalam ekonomi dan bermartabat dalam budaya.
Serikat harus mampu menjaga ritme gerakan dan nilai-nilai perjuangan. Melakukan kritik dan otokritik terhadap apapun yang telah dilakukan, dan mengdokumentasikannya dengan baik apa-apa yang telah menjadi keputusan bersama.Serikat juga selayaknya memberikan pemahaman-pemahaman kepada setiap individu anggota akan perannya dalam tiap perjuangan. Kita bisa pelajari pola gerakan pekerja di Eropa beberapa waktu lalu. Setelah serikat berhasil membangun kekuatan internal, maka tugas selanjutnya adalah membangun jaringan dan mematangkan isu.
Bila serikat pekerja di Indonesia masih berkutat dengan problem internal, demikian pula halnya dengan federasi dan konfederasi serikat pekerja. Elit federasi hanya merupakan kumpulan elit yang kurang perhatian pada serikat pekerja anggotanya. Federasi tidak mampu mengsinergikan serikat pekerja anggotanya dalam program dan isu bersama. Mereka jalan dengan agenda masing-masing. Karena memang sejak awal tidak memiliki konsep dalam membangun gerakan bersama.
Simaklah apa yang dilakukan oleh Maritime Union of Australia. Mereka menyatukan simpul gerakan dari hulu ke hilir, terutama pekerja sektor transportasi dan manufaktur. Jika ada konflik hubungan industrial pada salah satu lini, MUA akan melakukan aksi solidaritas nyata dengan blokade pengiriman barang, mogok, membangun seruan-seruan bersama.
Contoh, pada 7 April 2010 pekerja pelabuhan di setiap pelabuhan sepanjang Australia, menghentikan pekerjaan mereka selama 1 jam sebagai bentuk protes atas kematian tragis Nick Fanos, yang tertimpa container di Port Botany pada 28 Maret. Rentang masa mogok itu mereka gunakan untuk melahirkan sebuah resolusi tentang keselamatan kerja. Mereka juga menuntut Deputi Perdana Menteri dan Menteri Transportasi untuk merevisi manajemen keselamatan bongkar muat dan mengundangkan panduan National Stevedoring Safety Code.
Gerakan pekerja di Indonesia tidak melakukan hal ini. Kita masih sibuk melakukan hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan kebutuhan pekerja itu sendiri. Jujur saja, kita terlalu sibuk dengan agenda politik yang tidak bersentuhan langsung dengan Politik perserikatan pekerja.
Sebagai otokritik pada kolektif yang telah kita bangun: Kita mudah latah pada isu. Akibatnya, konsentrasi kita pada peta jalan gerakan pekerja itu tidak terbangun sebagaimana mestinya. Kita terombang-ambing oleh bola liar. Genit untuk ikut masuk dalam permasalahan yang sebenarnya tidak ada hubungan (serikat/federasi) kita dengan masalah tersebut.
Penting bagi kita untuk membuat dan berkonsentrasi pada peta jalan gerakan. Juga menjadi penting bagi kelas pekerja untuk membangun kekuatan federasi ataupun konfederasi yang menjadi kekuatan nyata bagi gerakan pekerja. Membangun kekuatan seperti apa yang dibangun oleh kawan-kawan di Eropa bukanlah mimpi. Karena sebenarnya kita mampu menyusun strategi, bahkan lebih dari apa yang dibangun kawan-kawan gerakan di Eropa. Karena kita memiliki budaya yang mendukung. Kita memiliki budaya saling membantu, bergotong royong adalah budaya bangsa.
Sudah waktunya serikat mulai menghidupkan kembali kelompok-kelompok belajar, kelompok diskusi untuk memberikan pemahaman kepada anggota. Memberikan pandangan mengenai visi dan misi pembangunan serikat yang benar. Serikat wajib melindungi dan mencarikan jalan untuk anggota agar bisa lebih sejahtera. Sudah saatnya serikat membangun gerakan ekonomi bersama lewat koperasi yang dikelola oleh federasi dan konfederasi. Membangun kekuatan bersama untuk menghidupkan usaha bersama.Dengan sentra-sentra ekonomi inilah pekerja bisa berdaya untuk membangun kehidupan yang lebih baik. Mampu membangun kekuatan ekonomi berarti mampu membangun kemandirian. Semakin kuat Iuran dan dana koperasi, semakin kuatlah gerakan yang dibangun. Juga berarti semakin banyak strategi perjuangan yang bisa direalisasikan. Mandiri tidak bergantung lagi dengan dana-dana luar yang mengharapkan sesuatu dari kekuatan pekerja. Pekerja mampu mengalokasikan kekuatannya untuk menekan korporasi melalui aksi-aksi yang lebih terencana. Pekerja memiliki dana yang besar untuk melakukan mogok, menggaji pengurus yang loyal full timer mengurusi kegiatan dan bertanggung jawab memikirkan laju organisasi.Ini semua bukan impian karena kita sebenarnya mampu untuk melakukan hal ini. Jika kita memiliki komitmen yang tinggi untuk saling percaya kepada sesama kawan seperjuangan. Marilah kita membuka diri kita untuk berkonsentrasi melakukan hal-hal besar secara bersama-sama. Membangun kekuatan pekerja, menjadikannya gelombang besar untuk mencapai kesejahteraan bersama.Untuk kebutuhan akan serikat pekerja, kita perlu membangun serikat pekerja yang mampu menjalankan fungsi-fungsinya sebagai wadah perjuangan yang solid. Serikat pekerja bukanlah penengah konflik-konflik antara pemodal dan pekerja. Serikat pekerja bukanlah penjaga keharmonisan antara pekerja dengan majikan. Posisi serikat pekerja harus berada di pihak pekerja, yaitu sebagai mitra perjuangan pekerja. Oleh karena serikat pekerja dibangun oleh pekerja dan dikontrol langsung oleh pekerja sebagai alat perjuangannya, serikat pekerja tidak seharusnya menjadi ladang bisnis bagi elit-elit pengurus serikat atau kaum intelektual pemalas yang mencari kesempatan hidup dari keringat kaum pekerja.
Selain itu, serikat pekerja juga memiliki fungsi yang penting, yaitu fungsi pendidikan. Ada beberapa pengalaman yang sangat menarik dari Spanyol, yaitu CNT (National Confederation of Labor), sebuah serikat pekerja yang didirikan pada tahun 1910 di Spanyol yang masih bertahan hingga hari ini.
Dengan tradisi Bakuninis atau anarko-sindikalis yang kuat, mereka menjadi serikat pekerja terbesar dan populer di masa perjuangan melawan fasisme Jenderal Franco pada tahun 1930-an. Mereka sangat gencar mengorganisir aktivitas pendidikan revolusioner. Secara mandiri dan partisipatif bersama seluruh anggotanya, mereka mengelola 36 surat kabar dan tabloid, dan 36 publikasi lainnya, termasuk Solidaridad Obrer, sebuah surat kabar harian terbesar untuk pekerja di Spanyol pada waktu itu. Selain memproduksi surat kabar, mereka juga mengelola stasiun radio dan station televisinya sendiri sehingga media mereka lepas dari kontrol manipulatif media kapitalis.CNT membentuk Balai Pekerja (Workers Center) sebagai pusat pendidikan rakyat, sebuah perpustakaan rakyat, yang digunakan secara bebas untuk memberikan ruang kepada masyarakat dan pekerja di luar serikat pekerja untuk belajar, termasuk anak-anak. Jutaan orang berpartisipasi di dalamnya dan CNT juga aktif mencetak jutaan buku dan pamflet untuk membangun kesadaran masyarakat Spanyol dalam mempertajam perjuangan kelas untuk melawan kapitalisme dan fasisme Franco. Mereka juga melakukan studi-studi mengenai kondisi kerja, mengajukan tuntutan mengenai permasalahan kesehatan dan keamanan kerja, mendidik pekerja anggotanya supaya dapat memahami teknis manajemen dan produksi perusahaan. Hal ini sengaja dibuat untuk mempersiapkan para pekerja untuk pengambil-alihan tempat produksi nanti akhirnya, agar tidak gagap dalam mengelola dan mengoperasikan kembali perusahaan di bawah kontrol dan manajemen pekerja yang merdeka tanpa majikan.Dari pengalaman CNT, kita bisa mengambil berbagai hal positif untuk perpekerjaan kita. Kaum pekerja mempunyai posisi yang lebih tinggi dan lebih revolusioner. Kita mesti terus mendidik diri dan lebih percaya pada kekuatan kelas kita, kelas pekerja. Serikat pekerja harus menjadi sekolah perang, tempat kesadaran politik harus terus ditempa dan disebarluaskan hingga perjuangan revolusioner menemukan arahnya, bukan dari panduan partai politik yang diinstruksikan dari atas, dan dari orang-orang partai yang akan melacurkan dirinya dalam parlemen borjuis.CNT juga berprinsip pada metode aksi langsung dan secara tegas menolak perjuangan pekerja di dalam parlemen, karena medan perang pekerja bukanlah di dalam parlemen, melainkan di tempat-tempat produksi yang merupakan jantung kapitalisme. Medan perang pekerja berada di meja-meja kerja administrasi kapitalis, di gerai-gerai tempat pemodal melakukan promosi, di seluruh rangkaian jalur distribusi kapitalis internasional. Di sanalah, di semua tempat kerja di seluruh dunia, kaum pekerja memegang kendali keseluruhan atas mekanisme produksi, promosi dan distibusi kapitalis.
Bila solidaritas pekerja sudah terjalin dengan baik, kesadaran kelas pekerja sudah terbangun, seiring dengan kesadaran pekerja atas rantai produksi dan jalur-jalur distribusi kapitalis secara internasional, maka kapitalisme akan sampai di ujung tanduknya. Sejarah mencatat bahwa solidaritas internasional kaum pekerja melalui serikat-serikat pekerjanya merupakan hal yang sangat vital.Sejarah solidaritas ini membuktikan bahwa gerakan pekerja interasional sangat solid dan luas menembus batas-batas teritorial negara. Gerakan pekerja selalu dijiwai oleh semangat proletar internasional, karena tidak ada lain: kelas pekerja sedunia mempunyai nasib yang sama dan musuh yang sama, yaitu Kapitalisme!
Tak ada tokoh setenar Sengkuni untuk hal-hal yang bersangkutpaut dengan kelicikan dan kebusukan. Jika pada figur ‘orang-orang kiri’ semisal Burisrawa, Durna dan Jayadatra kita masih bisa menemukan sisi baik meski samar-samar, maka sepertinya hal ini tak berlaku pada Sengkuni. Tak terbantahkan bahwa Sengkuni alias Haryo Suman adalah tokoh antagonis tulen. Masyarakat tradisional Jawa memakai nama Sengkuni untuk menjuluki orang paling tidak disukai di lingkungannya. Di masa lalu, dalam pentas wayang kulit yang melibatkan Sengkuni, setelah pertunjukan masyarakat melarung wayang Sengkuni ke laut Selatan sebagai simbolisme penolakan karakter jahat yang dipersonifikasikan pada tokoh ini.Realita tentang Sengkuni adalah kontradiksi. Ketika banyak orang dikenang tentang kebaikannya, Sengkuni populis dengan kelicikan dan hasrat jahatnya. Hal ini akan terus menjadi hikmah bagi yang hidup bahwa orang dengan watak Sengkuni akan selalu ada. Ihwal serpihan tubuh Sengkuni ditabur berserakan di atas Kurusetra adalah simbol bahwa orang dengan watak Sengkuni selalu ada di sekitar kita bahkan mungkin pada diri kita. Sengkuni adalah potret manusia licik, penuh intrik yang mencari keuntungan diri sendiri dengan mengorbankan orang lain. Ia menyamar sebagai orang santun, relijius, ramah, namun menyembunyikan watak aslinya yang pengecut, munafik dan berlumur ambisi. Sengkuni yang asli ada di dunia cerita, sedangkan para duplikatnya ada di sekitar kita, waspadalah.
Membicarakan Sengkuni bukanlah dalam konteks untuk mencela, juga bukan dalam rangka mengadopsi wataknya yang angkara murka, namun lebih pada mewaspadai bahaya laten yang mungkin muncul. Mendiskusikan Sengkuni selalu relevan pada setiap kondisi karena di masyarakat nyaris ada orang-orang yang berpotensi menjadi penghasut, pengacau dan oportunis yang hipokrit.
Organisasi harus mampu untuk menjaga ritme nilai-nilai perjuangan. Nilai perjuangan harus kita jaga. Karena nilai perjuangan adalah sesuatu yang paling berharga. Menjaga nilai perjuangan harus dimulai dari point pertama organisasi pembelajar, yaitu kaderisasi yang berkelanjutan. Inilah yang menjaga nilai juang itu. Karena nampaknya sudah menjadi pemahaman kita bersama, sulit sekali sebuah serikat pekerja untuk tetap tegar berdiri menjaga nilai-nilai perjuangan. Nilai-nilai perjuangan ini biasanya mudah luntur jika adanya pergantian kepemimpinan. Pergantian kepemimpinan biasanya akan timbul faksi-fasksi dalam gerakan. Faksi ini bisa membelah diri membuat organisasi baru, atau melakukan pengkhianatan dalam organisasi. Ini sering terjadi di dunia serikat pekerja. Pun demikian seperti apa yang kita alami. Pengkhianatan demi pengkhianatan kita alami, sehingga akhirnya fokus kita terganggu.
Perjuangan pekerja di tahun 2018 pun akan semakin kompleks karena semakin maraknya diskriminasi dan kriminalisasi bagi setiap aktivis pekerja karena memang pemerintah akan selalu lebih mendukung para pemodal. Oleh karena itu sangat penting agar kaum pekerja bersatu dalam melakukan perlawanan, hilangkan semua ego terutama dari kalangan elit pemimpin pekerja. Sudah saatnya semboyan pekerja bersatu tak bisa dikalahkan diwujudkan dalam perjuangan yang riil di lapangan dan juga sudah tiba waktunya semboyan Solidarity Forever itu diwujudkan dalam sendi-sendi kehidupan kaum pekerja agar perjuangan pekerja semakin kuat. Gerakan pekerja harus mempunyai konsep dan tujuan yang jelas demi mewujudkan kesejahteraan bagi kaum pekerja khususnya dan umumnya bagi rakyat Indonesia.
Keadaan Indonesia hari ini yang neo-kolonialisme dan sisa-sia feodalisme, sudah Sangat konkrit bahwa semua aspek kehidupan negara baik ekonomi, politik dan kebudayaan Indonesia didominasi oleh kaum Imperialisme yang didukung oleh kakitangannya didalam negeri yaitu penguasa komprador [pemerintah], kapitalis birokrat serta tuan tanah-tuan tanah besar. Yang dampaknya adalah rakyat dijadikan tumbal keserakahannya, termasuk didalamnya adalah kaum pekerja yang dijadikan semata-mata alat/mesin pencipta keuntungan/kekayaan semata bagi mereka. Nasibnya terus tertindas dan dihisap sehingga ketergantungan pada kaum pemodal/kapitalis.
Pelecehan yang kerap terjadi dan diderita kaum pekerja di sebabkan tidak berfungsinya lembaga Tri Partite yakni hubungan antara Pengusaha, Dinas Tenaga Kerja dan Komunitas Pekerja, termasuk di dalamnya semua Organisasi pekerja, apapun namanya.Kalau ketiga lembaga resmi ini berfungsi sebagaimana mestinya tentu paling tidak mengurangi kasus-kasus yang dialami para pekerja tersebut.
Semuanya itu akan berfungsi apabila masing-masing lembaga itu bekerja sinergitas antara ketiganya, karena perangkat hukum sudah ada walau belum memuaskan, seperti Undang-Undang No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang No.2/2004 tentang hubungan industrial, dengan demikian persoalan yang terjadi bisa diselesaikan sebagaimana mestinya. Bukan dengan kekerasan sampai pembunuhan.
Pekerja tetap Butuh. Butuh sandang, pangan, kesehatan, pendidikan, tempat tinggal dan kesejahteraan hidup layak. Pekerja itu ingin hidup sederhana, bukan kaya raya. Tapi pekerja tidak ingin diperlakukan semena-mena. Pekerja tetap memajukan perusahaan dimana mereka bekerja. Pengusaha juga tidak mau kehilangan pekerja sebagai “sokoguru” ekonomi masyarakat bawah.
Makanya peran pemerintah dalam hal ini, kementerian tenaga kerja harus sejalan dan berfungsi maksimal. Jangan remehkan kaum pekerja dengan “gaji murah” bisa hidup, lantas kurang diperhatikan.Pekerja adalah manusia biasa yang hidup dengan tenaga kerja untuk menghidupi keluarganya. Tapi pekerja juga punya hati nurani untuk dihargai.Bayangkan kalau pekerja sudah “mengamuk” seperti di Polandia yang dipimpin tokoh pekerja Lech Walessa yang akhirnya menjadi Presiden Polandia karena Perjuangannya.Dari situasi itu pergerakan pekerja mempunyai peranan yang sangat penting kedudukannya dalam kaum pekerja untuk mendapatkan hak-haknya, serta terbebas dari penindasan dan penghisapan.
Pergerakan pekerja mencakup semua aksi perjuangan kaum pekerja dalam menghentikan tekanan kapitalis dan eksploitasi. Pergerakan ini bertujuan untuk membuang dan menghancurkan sistem sosial lama yang menindas dan menghisap, dimana dibangun sistem sosial baru yang kelas pekerja menjadi pemilik alat-alat produksi dan mengarahkan ekonomi, politik dan budaya nasional ke arah yang lebih baik.
Untuk menyadari tujuan dari pergerakan pekerja, serikat pekerja asli harus diperkuat oleh para anggotanya [para pekerja] para pekerja harus bergerak menuntut perbaikan dibidang ekonomi dan politik bersama-sama dengan kelas dan sektor rakyat lainnya dalam masyarakat—dimana selanjutnya harus melancarkan aksi politik.Semua langkah tersebut akan menghasilkan garis yang kuat dalam melawan monopoli imperialisme, dan para pengikut lokalnya yaitu kapitalis birokrat, penguasa komprador dan tuan tanah besar. Klas pekerja harus bersatu dan memimpin kelas-kelas tertekan, tertindas dan terhisap lainnya di Indonesia ini, seperti kaum tani, pelajar/mahasiswa dan profesional, kaum miskin kota dan kapitalis nasionalis dalam satu kesatuan dan kemerdekaan nasional dan demokrasi yang sejati [demokrasi rakyat]. Kemerdekaan nasional dan demokrasi sejati berarti kemerdekaan negara yang terbebas dari pengaruh dan dominasi imperialisme – kapitalisme dan kakitangannya,kebebasan kaum petani dari eksploitasi kaum feodal, hak-hak demokrasi bagi seluruh penduduk dan membangun pemerintahan adil makmur yang benar-benar memprentasikan pekerja dan rakyat. Usaha dan perjuangan kaum pekerja akan mengarah pada pembangunan tatanan sosial yang baru dibawah kepemimpinan klas pekerja dimana alat-alat produksi dan hasil kerja pekerja dapat dimiliki secara sosial.
Manusia akan bisa maju hanya bila ia bebas. Lingkungan masyarakat yang diimpikan pekerja adalah lingkungan dimana setiap orang saling bantu membantu dan tolong menolong, bahu membahu dalam memecahkan persoalan-persoalan.
Sistem tersebut senyatanya meratakan jalan bagi kebebasan sejati manusia. Orang akan bekerja untuk menikmati hasil kerjanya dan bukannya bekerja seperti sekarang ini. Dimana kaum pekerja bekerja demi upah yang Sangat sedikit/upah murah. Dengan adanya kebebasan akan eksploitasi potensialitas dan keahlian pekerja tentu akan berkembang sedemikian rupa. Hal ini akan mengarah pada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi kemajuan dan kemakmuran umat manusia dan generasi mendatang.
Banyak hal telah kita pahami bersama yang mempengaruhi mengapa gerakan pekerja di Indonesia menemui semacam jalan buntu dalam perjuangannya. Pada umumnya ini bermuara pada kedangkalan ideologi gerakan. Penyakit aktivisme – dalam arti lebih gemar beraksi tanpa ideologi jelas – dari aktivis pekerja sangat dominan, yang membuat para aktivis ini tidak mampu merumuskan langkah-langkah strategis kepemimpinannya untuk memenuhi tugas historis kelas pekerja. Yang ada para aktivis pekerja ini terbawa dalam isu-isu popular media kapitalis dan terjebak dalam isu-isu normatif saja.
Watak politik gerakan serikat pekerja Indonesia hari ini seperti kehilangan watak kepemimpinannya sebagai agen perubahan. Hadir dalam gerakan laksana buih di pantai. Tak lagi menggetarkan seperti zamannya di Pra Kemerdekaan, atau zaman sebelum 1965. Watak politik gerakan serikat pekerja Indonesia hari ini seperti kehilangan watak radikalnya, dalam pemikiran apalagi dalam tindakan. Paling tinggi nampaknya perjuangan pekerja hari ini ke hal-hal normatif saja, gerakan pekerja bergerak secara moderat dan memainkan aksi dukung-mendukung proyek Parlemen dan Pemerintah bahkan Imperialisme. Sungguh sangat disayangkan hal ini masih saja terjadi. Para birokrat serikat memainkan peran ini dan memberikan kesadaran palsu kepada para anggota. Sejarah berulang dan anggota serikat selalu menjadi korban ketidak pahaman mereka akan kondisi yang sebenarnya terjadi.
Watak politik ini timbul dari kedangkalan Ideologi dari para pemimpin gerakan pekerja Indonesia saat ini, yakni masih meyakini bahwa perubahan bisa diciptakan dengan kompromi dan kolaborasi kelas, bahwa perubahan bisa dilakukan dengan menitipkan suara mereka ke partai-partai borjuis, bahwa pendirian Partai Pekerja yang sejati adalah utopis dan jalan Revolusi adalah jalan yang mengerikan dan harus dihindari.
Bagaimana bisa memperjuangkan aspirasi anggota jika dalam benak para pimpinan ini hanya seputar proyek klaim politik masa. Dengan jumlah anggota yang cukup besar serikat-serikat ini justru memainkan peran lain yang tidak ada hubungannya dengan anggota sama sekali.Maka penting untuk menjaga nilai perjuangan dalam sebuah organisasi untuk menjaga nilai perjuangan yang sudah ditanam oleh pendahulu-pendahulu kita
Ada beberapa kegiatan SP yang harus dilakukan untuk membuat SP mampu memainkan perannya dengan baik, yaitu :
Sosialisasi, yaitu upaya untuk menyebarluaskan dan menanamkan pengertian dan pengetahuan tentang dunia serikat pekerja dengan segala permasalahannya agar diperoleh pemahaman yang utuh dan menyeluruh
Edukasi, yaitu menyelenggarakan berbagai kegiatan pendidikan guna menanamkan nilai-nilai Serikat Pekerja kepada para anggota/pekerja dengan cara yang lebih sistematis agar diperoleh kesadaran yang semakin kuat sebagai masyarakat/kelas pekerja
Advokasi, yaitu memberikan layanan penyuluhan di bidang hukum dan ketenaga-kerjaan dalam rangka menghadapi dan mengantisipasi berbagai permasalahan perselisihan ketenagakerjaan yang muncul ataupun bakal muncul. Dalam Advokasi, SP memegang prinsip “memberikan kail bukan ikan”. Ini penting agar ada proses pembelajaran bahwa yang bersangkutan juga harus mau berjuang.
Konsolidasi, yaitu upaya untuk menyatukan berbagai perbedaan pandangan antar sesama pengurus maupun pengurus dengan anggota SP agar lebih solid. Memiliki pandangan dan pemahaman yang sama terhadap sesuatu pemasalahan.
Komunikasi, yaitu adanya interaksi dan dialog yang sehat dan konstruktif antara Pengurus SP dengan anggotanya dengan memanfaatkan berbagai media yang ada. Komunikasi yang dilakukan secara intensif akan mencegah dari segala bentuk salah pengertian dan prasangka buruk yang dapat berpotensi menimbulkan perpecahan di dalam tubuh SP.
Informasi, yaitu upaya untuk menyediakan berbagai informasi yang valid dan akurat yang diperlukan oleh anggota, baik mengenai ketenaga-kerjaan, perkembangan organisasi maupun kondisi di perusahaan.
Agar serikat pekerja dapat di kelola secara profesional perlu di tumbuh kembangkan 6 prinsip utama yang menjadi dasar gerakan SP, yaitu apa yang di sebut dan di singkat SIDURE, yaitu Solidarity, Independency, Democraty, Unity, Responsibility, dan Equality.
Solidarity, yaitu rasa kebersamaan dan senasib sepenanggungan yang ditunjukkan oleh sikap saling peduli sebagai satu tubuh. Sikap-sikap egois dan individualis harus benar-benar dikikis.
Independency, artinya SP memiliki kekebebasan dalam menentukan arah kebijakan dan mengambil keputusan organisasi tanpa campur tangan dari pihak luar. Pihak luar itu bisa saja Manajemen, Pemerintah, Partai Politik, dsb.
Democracy, yaitu dalam menentukan kebijakan organisasi, SP harus senantiasa memperhatikan dan menampung aspirasi yang berkembang di kalangan anggota (grass root) dan memberi ruang bagi kontrol dari bawah terhadap para pengurusnya. Pengurus tidak boleh bersikap otoriter dan sesukanya. kritik oto kritik dalam ruang lingkup kerja organisasi. Kritik oto kritik dalam organisasi adalah senjata ampuh untuk menegakkan demokrasi dalam sebuah organisasi. Organisasi pembelajar harus mampu menghadirkan hal ini. Berani mengkritik artinya siap untuk dikritik. Tentu kritik ini merupakan kritik yang membangun. Bukan melakukan intrik, bukan membangun intrik dalam sebuah organisasi. Organisasi yang di dalam nya penuh dengan intrik itu bukan organisasi pembelajar. Kritik oto kritik pun organisasi harus menyiapkan ruang nya. Tidak dibenarkan melakukan kritik yang serampangan. Kritik terbuka dan saling serang. Kritik yang tidak kenal adab dan tata krama kritik.
Unity, artinya persatuan bagi SP ibarat sapu lidi dan pekerja akan memiliki posisi tawar yang kuat jika bersatu dan solid dalam wadah SP. Untuk itu kalau ingin kuat, jangan terpecah-pecah atau tercerai berai yang pada akhirnya membuat kita lemah dan tak berdaya. kemampuan organisasi mengelola faksi. Faksi dalam sebuah organisasi besar atau adanya kelompok-kelompok dalam sebuah organisasi besar adalah hal yang wajar-wajar saja. Selagi perbedaan itu bukan lah perbedaan yang prinsip. Perbedaan yang ideologis. Jika perpedaan yang ada masih bersifat taktis itu tentu masih bisa dipahami. Organisasi yang mampu untuk mengolah ini. Mengelola faksi adalah seni tersendiri. Mengelola pandangan yang berbeda dalam hal teknis merupakan kamampuan yang dimiliki organisasi .
Responsibility, artinya SP bertanggung jawab kepada anggota, bangsa dan negara serta masyarakat dunia. Sudah seharusnya kita semua berorganisasi ini berkomitmen menundukkan diri kita semua pada AD/ART dlm menjalankan tugas sebagai pengurus...jika kita Pengurus tidak mematuhi AD/ART, maka bisa terjadi bertindak melampaui kewenangan "Abuse Of Power" yg menimbulkan Ketidakpastian hukum dan ketidakadilan...jika ini yg terjadi rusaklah tatanan dan mekanisme yg kita bangun dpt berpotensi menimbulkan kemunduran Organisasi.
Equality, yaitu bahwa SP memandang dan memperlakukan setiap orang secara sama tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras dan aliran politik. Sehingga harus dihindari diskriminasi. Dalam konteks perjuangan hak-hak pekerja/pekerja ada beberapa pilar yang sangat berperan dalam menegakkan hak-hak pekerja/pekerja dalam mewujudkan kesejahteraannya.
Eksistensi serikat pekerja/serikat pekerja bertujuan untuk memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja/pekerja dan keluarganya. Sejarah telah membuktikan bahwa peranan serikat pekerja/serikat pekerja dalam memperjuangkan hak anggotanya sangat besar, sehingga pekerja/pekerja telah banyak yang merasakan manfaat organisasi serikat pekerja/serikat pekerja yang betul-betul mandiri (independence) dan konsisten dalam memperjuangkan hak-hak pekerja.
Sifat dan karakter organisasi massa serikat pekerja adalah;
a. Sejati. Sejati mengandung pengertian bahwa serikat pekerja senantiasa memperjuangkan kepentingan kaum pekerja secara sungguhsungguh, berpihak pada kaum pekerja, dan melawan secara teguh pengusaha yang menindas dan menghisap pekerja, pemerintah yang mengeluarkan kebijakan yang menindas dan menghisap kaum pekerja, serta golongan atau aparat pemerintah lainnya yang secara terbuka maupun terselubung mendapat untung besar dengan cara menindas dan menghisap kaum pekerja.
b. Luas. Berkarakter luas artinya organisasi serikat pekerja harus mampu mengorganisasikan, sektor, jenis produksi dan jenis pekerjaan secara luas dan menyeluruh, dengan program perjuangan yang dapat diterima dan didukung oleh seluruh anggota dan semua pekerja.
c. Nasional Patriotis. Nasional berarti memiliki watak anti imperialisme dan anti kolonialisme serta bersekala nasional yang didirikan dibanyak kota, dan daerah-daerah. Sedangkan patriotis mengandung pengertian cinta terhadap tanah air. Membela tanah air dari penjajahan siapapun dalam bentuk apapun, yang hendak mengambil dan menguras kekayaan alam diperut bumi, diatas tanah maupun di angkasa pertiwi yang menyisakan kemiskinan atas warga negara dan bangsa pribumi. Menolak pengalihan pengelolaan beberapa perusahaan dan swasta ke tangan pihak asing, yang keuntungannya semua masuk ke mereka dan menyebabkan kesengsaraan dan PHK besar-besaran atas kaum pekerja.
d. Demokratis. Demokratis berarti memiliki watak anti feodalisme yakni bersama-sama elemen maju untuk menghapuskan penindasan yang lahir atas hubungan produksi yang feodalistik baik di perkotaan dan pedesaan dan memperjuangkan hak-hak demokratis Rakyat, dalam wujud kongkritnya gerakan serikat pekerja harus dapat mendukung revolusi agraria sebagai syarat terciptanya industrialisasi nasional. Sedangkan sifat demokratis diinternal organisasi adalah serikat pekerja yang menjalankan prinsip-prinsip demokratis, dimana serikat pekerja harus dapat menjalankan ide-ide bersama, membuat keputusan-keputusan bersama dan menjalankan perjuangan secara bersama-sama. Ringan sama dijinjing berat sama dipikul. Tidak bergantung pada satu orang dan secara keras melawan ide-ide, sikap dan tindakan feodal yang suka mengagung-agungkan diri endiri. Serikat pekerja yang secara tegas menolak ketidak-setaraan atau diskriminasi dan penindasan atas kaum perempuan, tegas menolak perbedaan serajat dan perlakuan yang berbeda atas umat manusia karena kekayaan dan status sosial, tegas menentang isu-isu perbedaan suku, ras dan agama.
e. Militan. Militan berarti organisasi serikat pekerja harus menyandarkan diri pada kekuatan internal dan konsisten memperjuangkan kepentingan sosial-ekonomi dan politik kelasnya dan menolak kompromi tak berprinsip. Contohnya: iuran anggota, pembangunan ekonomi produksi mandiri, independen dari pengaruh (tidak membuntut atau dapat didikte )oleh musuh kelasnya.
Dengan berbagai kegiatan di atas, maka SP akan terhindar dari kemungkinan melemah, mandul atau bahkan mati suri
Kenapa setiap tuntutan politik pekerja selalu menuai kegagalan, apa pekerja sudah di anggap enteng gerakannya oleh pemerintah, apa tekanan politik pekerja belum maksimal atau kondisi internal pekerja yang masih terseok-seok dan pecah belah. Memoment tahun 2018 nanti perlu ada resolusi pekerja secara kolektifitas untuk sama-sama bersatu, bangkit dan merapatkan barisan. Tidak lagi terkotak-kota, tidak mudah di adu domba oleh kepentingan politik dan kepentingan elit manapun. Karena kondisi pergerakan pekerja sampai akhir tahun ini dalam persolan upah bersepakat, akan tetapi dalam persoalan pelayanan jaminan sosial masih pecah. Saya melihat di sinilah letak kenapa setiap tuntutan politik pekerja selalu kandas. Pekerja belum bersatu, pekerja masih terkotak-kotak. Kelompok lain ingin menonjolkan diri, disisi lain begitu juga dengan kelompok yang lain. Inilah masalah klasik pergerakan pekerja Indonesia yang harus di cari obatnya. Sehingga pekerja secara politik tuntutan bisa memiliki bargaining yang tinggi. Kegagalan semua perjuangan pekerja pada tahun ini adalah cermin pemerintah masih memandang kekuatan pekerja masih belum di anggap berbahaya. Gerakan para teroris masih di anggap berbahaya ketimbang pekerja, makanya pemerintah semau-maunya terhadap pekerja. Saya ingin tahun 2018 harus ada “RESOLUSI GERAKAN PEKERJA INDONESIA” yang lebih konhernt, progresif, kolektifitas sehingga gerakan pekerja bisa menang gemilang. Sebab jika pekerja menang, tentu rakyat akan sejahtera.
"MEMERDEKAKAN PEKERJA DALAM ARTI SELUAS-LUASNYA"
Referensi
Disarikan dari berbagai sumber. https://www.change.org
0 komentar for "“HARI KEMARIN ADALAH SEJARAH, HARI INI ADALAH PERJUANGAN, HARI ESOK ADALAH IMPIAN”"