Setelah Sidang Foto bersama halaman Kantor PRDM/KNPB Mimika |
Timika, KNPBNews –
Hari ini Parlemen Rakyat Daerah Mimika (PRDM) bersama Komite Nasional
Papua Barat (KNPB) Wilayah Timika melakukan Sidang Darurat dalam
rangka menyatakan Politik mendukung pembukaan Kantor Free West Papua
Campangin (FWPC) di Australia oleh Dikplomat Internasional bagi bangsa
Papua Barat, tuan Benny Wenda.
Kegiatan
diawali dengan Ibadah selanjutnya Pimpinan Parlemen Rakyat Daerah Mimika
bersama Pimpinan Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Wilayah Mimika
memimpin Sidang Darurat sekitar Jam, 09.00 sampai 02.00 waktu Timika,
selanjutnya Parlemen Rakyat Daerah Mimika menyatakan dan membacakan
Pernyataan Politik lewat Sidang Darurat ini. Pernyataannya adalah
sebagai berikut:
PERNYATAAN POLITIK
NO : B.04/PRDM/IV/2014
Tuntutan hak
Penentuan Nasib sendiri adalah hak setiap orang, dijamin oleh Hukum
Internasional sehingga wajib diperjuangkan oleh rakyat Papua Barat,
karena Hak Politik Bangsa Papua, telah dilanggar oleh Pemerintah
Indonesia, dalam pelaksanan Penetuan pendapat Rakyat pada tahun 1969 di
Papua Barat, merupakan pelecehan terhadap penghormatan hak asasi manusia
di muka bumi ini.Kolonialisme Indonesia yang kini menjadi jembatan bagi
kapitalisme global adalah musuh rakyat dunia yang harus dihapuskan.
Pemerintah Indonesia adalah perampok hak politik bangsa Papua, yaitu
hak penentuan nasib sendiri melalui rekayasa Pepera tahun 1969.
Kolonialisme dan kapitalisme (imperialisme) tanpa merasa bersalah telah
menjadi aktor penentu masa depan bangsa Papua. Dari Pepera 1969 hingga
paket politisasi Otonomi Khusus (Plus) 2013, kolonialisme tak
henti-hentinya menjadi penentu masa depan bangsa Papua.
Oleh karena
itu, tuntutan hak penentuan nasib sendiri (The right of
Self-determination) adalah mutlak diperjuangkan. Kita harus menjadi
penentu masa depan kita sendiri, bukan penguasa kolonial, juga buka
kapitalisme global. Bahwa tawaran paket politik kolonial melalui Otomi
Khusus, Pemekaran, UP4B, dan segala bentuk rupa adalah kebahagiaan semu.
Kita patut membuang ilusi-ilusi kosong yang dipromosikan kolonial
Indonesia dan para kapitalisnya.
Rakyatlah
penentu hidup, karena itu rakyat harus jadi basis dan pelaku perjuangan.
Itulah yang ditakuti musuh kita. Mereka takut bila rakyat bangkit
melawan, karenanya penguasa konial Indonesia melalui TNI/Polri saat ini
melakukan penghancuran basis rakyat dengan segala taktik busuknya
seperti bantuan-bantuan, penerimaan CPNS, Pemekaran, Pilkada, Otsus
Plus, UP4B, pembentukan milisi sipil, BMP, LMA, dan banyak tawaran
lainnya yang paling busuk yang dibangun oleh Milisi dan Basiran Merah
Putih (BMP), Intelijen dan Imformen di Timika yaitu Pembunuhan yang
biasa kasih nama “Perang Suku atau Perang Saudara.” Semua itu dilakukan
agar kita lupa perjuangan, kita salin baku bunuh dan membunuh masyarakat
Papua itu sendiri, kita lupa diri, keluarga, marga, suku dan sebagai
Bangsa Papua, lupa bahwa tanah kita sedang dikuasai pendatang, dan lupa
bahwa kita sedang habis dan punah diatas tanah kita.
Hukum
Internasional tentang hak bangsa-bangsa yang terjajah untuk penentuan
nasib mereka sendiri sudah diterangkan dengan setegas-tegasnya dalam
Putusan (Resolusi) 1514 (XV) dalam sidang Umum Perserikatan Bangsa
Bangsa PBB, pada tanggal 14 Desember, 1960, dengan nama: “Pernyataan
Mengenai Kewajiban Pemberian Kemerdekaan Kepada Negeri-Negeri dan
Bangsa-Bangsa terjajah”
Mahkamah
Internasional (International Court of Justice) dalam keputusannya
tanggal 21 Juni 1971, yang mengatakan bahwa: “ Dasar hak penentuan nasib
diri-sendiri untuk segala bangsa yang terjajah dan cara-cara untuk
mengakhiri dengan secepat-cepatnya segala macam bentuk penjajahan, sudah
ditegaskan dalam Resolusi 1514 dari Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB”.
Artikel 5, dari Resolusi 1514 (XV) telah
menegaskan kepada Negara anggota PBB “Untuk menyerahkan segala
kekuasaan kepada bangsa penduduk asli dari wilayah-wilayah jajahan itu,
dengan tidak bersyarat apa-apapun, menuruti kemauan dan kehendak mereka
itu sendiri dengan bebas, supaya mareka dapat menikmati kemerdekaan
dan kebebasan yang sempurna.”
Hal ini tidak
pernah dijalankan oleh penjajah Belanda dan Indonesia saat ini sedang
menjajah kita Papua, bahkan Indonesia tidak mengakui dan mengembalikan
hak politik bangsa Papua. Hukum Internasional telah menyamin bahwa,
segalah macam bentuk penjajahan harus diserahkan kembali kepada
bangsa-bangsa penduduk aslinya masing-masing – sebagaimana yang telah
diperintahkan oleh Hukum Internasional dan sebagaimana yang sudah
dijalankan di tempat-tempat lain di seluruh dunia. Namun Hak politik dan
Nasib Bangsa Papua telah diserahkan oleh UNTEA ke tangan
neo-kolonialisme “Indonesia”.
Resolusi 2625
(XXV) Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB, pada tanggal 24 Oktober, 1970,
menguatkan lagi Keputusan-keputusan terdahulu mengenai hak merdeka dan
hak penentuan nasib diri-sendiri untuk bangsa-bangsa yang terjajah,
Mewajibkan segala negara untuk membantu mengakhiri semua penjajahan dan
Melarang semua negara memakai kekerasan untuk menghalangi bangsa-bangsa
yang terjajah untuk mencapai kemerdekaan dan menentukan nasib diri
mereka sendiri. Dan juga memberikan hak kepada segala bangsa yang
terjajah untuk melawan segala macam bentuk kekerasan yang dipergunakan
untuk menghalang-halangi hak mereka untuk menentukan nasib diri-sendiri
dan merdeka, serta hak mereka untuk mendapat bantuan dunia dalam
perjuangan ini.
Resolusi itu
juga menentukan bahwa, semua wilayah tanah jajahan, dijamin kekalnya
oleh Piagam PBB, selama bangsa-bangsa asli, penduduk wilayah wilayah itu
dan pulau-pulau itu belum mendapat kesempatan untuk menjalankan hak
penentuan nasib diri-sendiri mereka menurut aturan Perserikatan
Bangsa-Bangsa. Hukum Ini juga memberi kewajiban kepada negara-negara
ketiga yang tidak langsung terlibat dalam penjajahan, untuk menjalankan
tugas mereka sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk
membantu perjuangan kemerdekaan yang dipertanggungjawabkan atas mereka
oleh Piagam PBB dan Resolusi-Resolusi yang bersangkutan dengan
penghapusan penjajahan dan segala rupa bentuk jelmaannya.
Mahkamah
Internasional dalam pemandangan Kehakimannya yang dikeluarkan pada
tanggal 16 Oktober, 1975, telah menyatakan ada tiga jalan, yang menurut
hukum internasional, bagi wilayah-wilayah yang masih terjajah untuk
menjalankan hak penentuaan nasib diri-sendiri mereka, yaitu;
- Menjadi sebuah negara merdeka dan berdaulat;
- Dengan bebas memilih untuk berserikat dengan sesuatu negara lain yang sudah merdeka;
- Dengan bebas memilih untuk memasukkan dirinya kedalam salah satu negara lain yang sudah merdeka;
Perserikatan
Bangsa-Bangsa sudah membuat sebuah Program untuk memerdekakan
bangsa-bangsa yang terjajah sebagaimana yang terdapat dalam keputusan
2621 (XXV) tanggal 12 Oktober 1970, dimana penjajahan dinamakan sebagai
satu “ kejahatan Internasional” dan “ kepada bangsa-bangsa yang
terjajah” – seperti kita bangsa-bangsa Acheh-Sumatra, Sulawesi, Republik
Maluku Selatan, Papua, Kalimantan, Pasundan, dls. – “Diberikan hak
mutlak untuk melawan si penjajah mereka dengan segala cara yang
diperlukan.”
Dalam keputusan
3314 (XXIX), tanggal 14 Desember, 1974, Sidang Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa melarang semua negara menggunakan kekerasan terhadap
bangsa-bangsa yang menuntut hak penentuan nasib diri-sendiri mereka.
Resolusi ini menegaskan “Kewajiban negara-negara supaya tidak
mempergunakan senjata untuk menindas hak bangsa-bangsa yang sedang
menentukan nasib diri-sendiri dan hak kemerdekaan serta kesatuan wilayah
mareka itu.”
Berdasarkan
uraian tersebut diatas kami simpulkan bahwa, Pemerintah Indonesia
Pemerintah kerajan Nederland dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah
melanggar hak politik Bangsa Papua dan Hak penetuan Nasib sendiri telah
dilanggar melalui Perjanjian New York Agreement 15 Agustus 1962 dan
pelaksanaan pepera 1969 yang cacat Hukum dan Moral di Papua Barat.
Oleh karena itu
hak penentuan nasib sendiri mutlak diperjuangkan oleh segenap rakyat
papua sebab Hak itu masih berlaku sampai dengan saat ini , maka
pemerintah Indonesia sebagai salah satu Negara anggota
PBB wajib melaksanakan amanat Hukum Internasional dengan penuh rasa
tanggung jawab, sebagai Negara yang demokrasi. Maka kami seluruh segenap
rakyat Papua Barat menyatakan Sikap Sebagai Berikut:
- Bangsa Papua Barat Mendukung dan menyampaikan terima kasih kepada masyarakat dan pemerintah Australia yang telah menerima pemimpin Kemerdekaan International West Papua Mr. Benny Wenda dan memberikan ijin pembukaan kantor Free West Papua Campangin atau Kantor OPM di Autralia pada hari Minggu, 27 April 2014.
- Kami Rakyat Papua Barat Mendesak kepada Pimpinan Negara MSG segera menindak lanjuti Hasil keputuasn KTT MSG pada tanggal 20 juli 2013 lalu demi hak penentuan Nasib Sendiri dan segra mendaftarkan Bangsa Papua juga sebagai Anggota MSG.
- Kami Bangsa Papua Barat menolak dengan tegas atas Hari Anesasi Bangsa Papua Barat di dalam NKRI yang akan dirayakan oleh Indonesia pada tanggal 1 Mei 2014 karena Bangsa Papua menganggap Anesasi ini adalah awal pemusnahan bagi Bangsa Papua Barat dankepentingan PPB, Amerika Serikat, Belanda dan Indonesia untuk merampok harta kekayaan Bangsa Papua yang ada diatas tanah West Papua.
- Kami Bangsa Papua Barat menolak PILPRES (Pemilihan Presiden) 2014 dan Bangsa Papua Barat tidak terlibat dalam Pemilihan Presiden Indonesia yang dilakukan di atas tanah Papua Barat secara Ilegal ini, karena Pemilihan Presiden ini memperpanjang penderitaan dan pemusnahan etnis bagi Bangsa Papua Barat 5 (lima) tahun kedepan. Komitmen Bangsa Papua Barat BOIKOT PILRES 2014 solusi REFERENDUM.
- PBB, Amerika serikat, Belanda dan Indonesia segera bertanggung jawab atas Nasib Rakyat Papua Barat, dengan mencabut Resolusi 2504 dan memberikan kebebasan bagi rakyat Papua Barat Untuk menetukan nasib sendiri (Self Determination) melalui mekanisme Internasional yaitu REFERENDUM bagi Bangsa Papua Barat.
Demikian pernyatan sikap kami Atas perhatian dan dan kerja sama yang baik tak lupa kami haturkan berlimpah terima Kasih.
0 komentar for "Timika, Sidang Darurat untuk dukungan Pembukaan Kantor OPM di Australia "