Oleh: Alkilaus Baho
Semangat
mempertahankan negara Papua Barat, yang dicetuskan sejak 1 Desember
1961, bukan lagi rahasia. Pada usianya yang kini menggapai 52 tahun,
hari ini, berbagai cara, oleh rakyat Papua, menunjukkan semangat itu.
Dan dengan keluhuran orang Papua sendirilah, sampai sekarang,
suara-suara Papua Merdeka sudah mendunia. Bagaimana dengan gejolak
politik dan hukum yang terjadi, dalam bingkai sejarah perjuangan
anak-anak Papua, dari masa ke masa.
Kesungguhan
demi merdeka, diawali dari spirit gerilya dari hutan, kota hingga
keluar negeri. Pada akhirnya, tak saja aktivis pro merdeka yang
bersuara, pelayan umat pun menasbihkan doa bagi Papua. Aktivis Hak Asasi
Manusia yang berdomisili di Fak fak menyatakan, pada perayaan Gereja Katolik hari ini (1 Desember 2013), dari Kabupaten Fak-fak Papua Barat, secara Khusus pemimpin umat nasrani setempat (Pastor) mendoakan Perjuangan Rakyat Papua. Pastor Paroki mendokan Rakyat Papua agar dapat mendapatkan Kemerdekaan Papua yang tertunda. Biar Allah Bangsa Papua Membuka Matta dunia agar melihat tindakan Bangsa Indonesia terhadap rakyat bangsa Papua dan membuat Malu bangsa Indonesia di mata dunia atas pembantaian dan pembunuhan yang terus terjadi.
Apa
yang terjadi di Papua saat ini adalah melanjutkan semangat yang satu,
Papua Merdeka. Persoalannya sampai sekarang, disaat ungkapan-ungkapan
yang dilakukan dari generasi lama kepada generasi integrasi sampai pada
generasi sekarang, ada tantangan, godaan. Baik berupa kematian, teror,
kampanye pembusukan bahkan pelecehan yang berlalu dan terus dihadapi
orang-orang Papua.
Peringatan
1 Desember 2013 bukan untuk menyambut program pemerintah Indonesia,
bukan untuk mendukung pemekaran daerah atau implementasi otsus dan
segalanya. Baik pastor dari Fak-fak, Gubernur NCD di Papua Nugini yang
rela menunggu di tahanan militer setempat usai mengibarkan bendera
Bintang Kejora di kantornya, sampai pada syukuran ibadah raya yang
digelar di Nabire dan daerah lainnya, kegiatan tersebut demi Papua pisah
dari Indonesia. Seraya mengingatkan kita, bahwa persoalan Papua, dari
segi segi politik maupun hukum, terpatri dalam sanubari, sehingga tidak
mudah untuk dilupakan. Bagaimana dengan aspek politik dan hukum dari
Papua Merdeka?
Politik
Keinginan
dunia dalam merancang, membentuk dan mengaplikasikan bentuk-bentuk hak,
terutama bagi hak politik, dari sekedar kebijakan komunitas, negara dan
regional, merujuk pada satu kontekstual, arah kebijakan bagi kedaulatan
dan kemerdekaan. Maka tak salah, banyak instrumen dunia yang terbit
bagi mewujudkan cita-cita dimaksud.
Politik/kebijakan
mengenai Tanah Papua pertama kali dicanangkan paska garis batas
ditarik. Konsensi dunia atas pulau ini terjadi akibat dua kekuatan yang
berkepentingan disini. Belanda dan Inggris membuat PBB kala itu, abad
ke-20 memisahkan Bumi Papua kedalam dua daerah administratif. Papua
Timur dan Papua Barat. Pada konteks ini profesor Droglefer dari Belanda
menyebutkan bahwa untuk Papua Timur diberi status politik sebagai
negara, sedangkan Papua Barat belum jelas nasibnya.
Suhu
politik Papua Barat, harus diakui tak terlepas dari dinamika
internasional kala itu hingga sekarang. Dari konfrontasi blok sosialis
(Timur) dengan Blok Barat (kapitalis). Seperti mencuatnya perang dunia
yang lebih dingin lagi pada perseteruan perebutan daerah baru sebagai
daerah koloni ideologi. Fase sekarang dikenal dengan zona politik dan
dagang. Era liberal yang kemudian menunaikan sejumlah kepentingan, abad
21, menjadikan suhu politik kian tak terelakan.
Politik
Papua Barat tak ketinggalan dalam mengisi ruang saat ini. Perjuangan
kemerdekaan demi menitipkan nasib sebaik mungkin, menjadi mimpi yang
terus di aplikasikan dalam berbagai spirit, nyatanya semangat Papua
Merdeka, dari sepanjang zaman, abad, era dan regulasi dunia, didalamnya
termasuk politik orang Papua juga.
Hukum
Resolusi PBB yang belum ditiadakan, menegaskan
bahwa masyarakat, untuk tujuan-tujuan mereka sendiri, secara bebas
mengelola kekayaan dan sumber daya alam mereka tanpa mengurangi
kewajiban-kewajiban yang timbul dari kerjasama ekonomi
operasi-internasional, berdasarkan prinsip saling menguntungkan, dan
hukum internasional. Poin ke-2 Resolusi Majelis Umum PBB 1514 (XV), 14 Desember 1960, Semua
orang memiliki hak untuk menentukan nasib sendiri, berdasarkan hak
mereka secara bebas menentukan status politik mereka dan bebas mengejar
ekonomi, pembangunan sosial dan budaya.
Walaupun
Resolusi PBB diatas, baru dinyatakan setelah kemerdekaan RI tahun 1945,
Mukadimah Konstitusi Negara Republik Indonesia, juga mencatat apa yang
tercatat pada klausul diatas. Bahwa
sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab
itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai
dengan peri kemanusiaan
dan peri-keadilan. Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia
telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa
mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara
Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Lima puluh tiga tahun yang lalu tanggal 14 Desember 1960 PBB mengeluarkan resolusi 1514 (Deklarasi tentang Pemberian Kemerdekaan kepada Negara Kolonial dan Masyarakat) mendorong
pemerintah belanda sebagai Negara jajahan mempersiapkan kemerdekaan
bangsa papua dengan membentuk Dewan New Gunea Raad dan Militer Papua
(VVK) pada Tanggal 5 April 1961 sebagai alat kelengkapan Negara yang
selanjutnya bertugas mempersiapkan perangkat Negara Papua.
Tanggal 18 November 1961 statblad Dewan New Gunea Raad No 68
menetapkan: Bendera Bintang Timur sebagai Bendera Papua. Hai Tanah Ku
Papua Sebagai Lagu kebagsaan, Burung Mambruk, Sebagai Lambang Negara dan
Pulau Papua sebagai Wilayah Negara. Tepat tanggal 1 Desember 1961
dibacakannya manifesto Negara Papua sebagai sebuah bangsa yang
selanjutnya dilegitimasi pada tanggal 1 Juli 1971 oleh patriot-patriot
Bangsa yang hingga kini terus diperjuangkan oleh generasi masa kini guna
tercapainya sebuah kedaulatan Bangsa Papua Barat yang setarah dengan
bangsa-bagsa lain dimuka bumi ini.
Perjanjian Roma 30 September 1962 yang dikenal Roma Agreement, menyatakan
bahwa Indonesia membangun papua dalam kurung waktu 25 tahun dari
1663-1988. Dan tepat pada tahun 1988 Papua berhak menetukan nasibnya
untuk merdeka, berhubung dengan poin tersebut maka point berikut adalah
Amerika memberikan bantuan danah sebesar 30 juta dolar amerika untuk
membangun papua selama 25 tahun dimaksud.
Peminjaman danah tersebut kemudian dikompensasikan dengan kekayaan alam papua kepada Amerika melalui freeport berdiri tahun 1967 sebelum plebisit (Pepera) 1969. Bagi kalangan Papua, Perjanjian New York 15 Agustus 1962 dan perjanjian Roma 30 september 1962 sama sekali orang papua tidak dilibatkan.
Kontradiksi Papua Barat
Sampai
masa kini, perjanjian-perjanjian mengenai penanganan dan penyelesaian
di Papua masih abu-abu. Belum konkrit. Pedoman utama bagi kehadiran
Indonesia sebagai pengendali atas bumi Papua Bagian Barat, beranjak dari
semangat kebijakan paska resolusi PBB tentang PEPERA (2405). Sebagai
jawaban kepada Indonesia paska sikap integrasi yang dicanangkan pada 1
Mei tahun 1963.
Indonesia
mengawali di era Suharto. Dengan dalih PEPERA dan integrasi itulah, mau
tidak mau, keberadaan Papua Barat sah sebagai bagian dari Indonesia. Dari Repelita
hingga era otsus plus (pemerintahan Papua), konon, mendapat kendala
dari orang-orang Papua. Sebagian dari mereka (Papua) apatis dengan
kebijakan dari Indonesia karena telah mengetahui ada komitmen yang
salah. Bahkan, jati diri kepapuaan, bagi pro Papua, harus final pada
pendirian negara yang ada sejak dekalrasi 1 Desember 1961.
Sikap
menyatakan kebenaran berujung pada keberatan kehadiran Indonesia, tak
dipungkiri menuai kerugian yang banyak. Dari segi kemanusian, adanya
korban yang bergelimpangan akibat kontradiksi yang terus terjadi. Pegiat
HAM dunia akhir-akhir ini meningkatkan konsentrasi mereka ke Papua
Barat. Bahkan, dukungan ril dari negara-negara kepulauan Pasifik pun
sudah nyata. Salah satunya adalah Vanuatu yang telah dua kali
mengumandangkan masalah Papua kepada forum PBB.
Sampai
disini, pendekatan terkini bagi Papua terbagi dua arah. Pendukung
globalisasi menyatu dalam kelompok pembangunan otsus. Sedangkan
pendukung negara Papua Barat menyatu dalam sikap menyuarakan HAK asasi
sesuai regulasi dunia yang berlaku. Dari semuanya itu, apa yang
berkembang dari Melanesian Spearhead Groub, dimana menyetujui
keanggotaan Papua Barat, inilah kemenangan bagi pejuang Papua. Dahulu
Indonesia punya sarekat dagang sebelum punya negara, sekarang Papua
punya zona dagang Pasifik sembari mengembalikan negara yang
dikumandangkan 52 tahun silam. Selesai (huruf “i” Miring)
0 komentar for "Papua Merdeka: Politik dan Hukum Suatu Kontradiksi"