Demo Damai di Jayapura
yang dikoordinir Komite Nasional Papua Barat (KNPB) tidak diizinkan
kepolisian. Beberapa waktu lalu, sebelum hari ini, Senin (14/5) melalui www.suarapapua.com
pendeta Benny Giay meminta aparat keamanan untuk menyetujui diadakannya
demo damai. Karena menurut Giay demo damai itu biasa dan tidak perlu
dibatasi dalam sebuah negara demokrasi seperti Indonesia.
Bukankah pemerintahan
dari rakyat. Dan dengan demikian bila rakyat memprotes jalannya
pemerintahan, memberikan aspirasi, dan mengemukakan pendapat, juga
bukankah telah termasuk dan sesuai dengan koridor demokrasi yang dianut
Indonesia sendiri?
Kenyataan riil berkata
lain. Sahabat, para pimpinan demo damai ditangkap. Rakyat Papua yang
adalah masa aksi dibubar paksa. Menurut www.majalahselangkah.com, www.suarapapua.com juga www.tabloidjubi.com
tiga portal berita terkemuka di Papua menyebutkan, pasukan keamanan
(kepolisian juga militer) disiagakan lengkap dengan segala atribut
membubarkan massa.
Jika demikian perlakuan
negara ini melalui kaki tangannya terhadap ruang demokrasi orang Papua,
lantas dapatkah kita katakan Indonesia tidak lagi menganut demokrasi
atau istilah “Negara Demokrasi” hanya di bibir?
Nyatanya tidak. Di
daerah lain selain di Papua, banyak aksi damai yang tidak dihadapkan
dengan militer seperti yang terjadi di Papua. Di Aceh, ketika mereka
menetapkan bendera kebangsaan mereka sebagai bendera daerah mereka dan
ada demostrasi, tak ada represivitas militer.
Juga kepada para
pendemo yang mengecam bapak Benny Wenda di Inggris yang membuka kantor
Papua Merdeka di Ingris tak ada represivitas negara melalui militernya
sama seperti di Papua.
Kalau begini
kenyataannya, jadilah kita bertanya: Mengapa orang Papua diperlakukan
berbeda dengan daerah lain? Mengapa bila demo di luar Papua, aparat
tidak kejam dan semua pihak menghargai aspirasi yang disampaikan.
Sementara di Papua???
Ketua Umum Komite
Nasional Papua Barat, Victor Yeimo ditangkap bersama Yongky Ulimpa (23)
mahasiswa, Ely Kobak (17) mahasiswa, Marten Manggaprouw (30) aktivis
West Papua National Authority (WPNA).
Semelumnya, KNPB telah
meayangkan surat izin demo, namun ditolak, dan tidak diizinkan.
Alasannya apa? Ini kan demo damai. Kenyataan berbiara lain.
Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari tindakan aparat dari dahulu (1963 ) hingga kini adalah bahwa ada
kesalahan yang ditutupi Indonesia. Orang Papua ingin membeberkan
kesalahan itu. Indonesia menutupinya dengan berbagai cara. Salah
satunya, dengan menjadikan Demokrasi Indonesia di Papua tidak berlaku.
Alias Demokrasi Indonesia bukan (tidak diberlakukan) bagi Orang Papua.
Maka,
dapat disingkat, Orang Papua bukan hidup dalam zaman demokrasi Indonesia
dalam negara Indonesia. Bukan! Tetapi bangsa Papua sedang dalam zaman
penjajahan Indonesia.
@Sanimala B.
0 komentar for "‘Demokrasi Indonesia’ bukan untuk Orang Papua!"