Paniai - Situasi masyarakat Paniai terutama kota Enarotali, Madi (ibu kota Kabupaten Paniai) dan sekitarnya yang dialami akhir-akhir ini merupakan akibat dari rangkaian aksi yang terjadi belakangan ini. Penembakan yang menewaskan seorang anggota polisi ini merupakan peristiwa yang ke-empat yang terjadi dalam bulan agustus ini.
ANAK SD YANG DI TEMBAK OLEH POLISI DIPANIAI |
Peristiwa kedua; Pada kamis, 16 agustus 2012, pukul 19.00 wit terjadi penembakan di Obano, distrik Paniai Barat oleh orang tak dikenal (OTK) yang menewaskan seorang pedagang (Mustafa, 22 thn) dan 2 orang lainnya (Ahyar, 25 thn dan Basri, 22 thn) luka-luka. Akibatnya para pedagang non pribumi merasa tidak nyaman dan masyarakat Obano pada umumnya resah.
Peristiwa ketiga; Pembacokan 4 orang karyawan PT Dewa yang ber-camp di Gedeitaka Watiyai, distrik Tigi Timur - Deiyai oleh orang tak dikenal (OTK) pada minggu, 19 agustus 2012 malam. Akibatnya 2 orang karyawan langsung mati ditempat (Selsius Mamahi, 30 thn dan Henokh, 33 thn) dan 2 orang lainnya (Simson Atto, 37 thn dan Youke Patee, 38 thn) luka-luka. Perbuatan tidak manusiawi ini menyebabkan keresahan bagi masyarakat dibeberapa kampung disekitarnya.
Peristiwa keempat; Penembakan di Ujung Bandara Enarotali oleh orang tak dikenal (OTK) pada Selasa, 21 agustus 2012 lalu yang menewaskan Brigadir Polisi Yohan Kisiwaitoi, anggota Polres Paniai. Akhirnya aparat keamanan menembak puluhan peluru sebagai bentuk pelampiasan emosi mereka dan melakukan tindak sewenang-wenang yang bersasaran pada masyarakat sipil. Masyarakat semakin takut dan terpaksa melarikan diri ke rumah masing-masing dan para pedagangpun segera menutup kiosnya masing-masing.
Rangkaian peristiwa yang berpuncak pada tewasnya seorang anggota polisi tersebut menyebabkan macetnya seluruh aktivitas masyarakat di Kota Enarotali, Madi dan sekitarnya. Kantor-kantor di Madi (ibu kota kabupaten Paniai) dan Kota Enarotali tutup. Proses belajar mengajar di sekolah-sekolah macet “tidak berjalan”. Kendaraan umum baik taksi maupun ojek termasuk kendaraan pribadi dan dinas dari kota Enarotali ke semua jalur macet total. Sementara itu, pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Paniai pun tidak berjalan akibat para perawat dan pasien-pasien dipulangkan dengan paksa oleh aparat keamanan. Selain itu, masyarakat tidak bisa bepergian ke kebun. Mencari kayu bakar di hutan dan mencari ikan di danau dan kali bukan juga menjadi kebutuhan. Singkatnya masyarakat takut beraktivitas diluar rumah apalagi suasana ini terus diwarnai dengan bunyi-bunyi tembakan. Dalam suasana ini, masyarakat memilih lebih baik tinggal diam dalam rumah. Inilah situasi yang tercipta yang dialami oleh semua masyarakat di kota Enarotali, Madi (ibu kota Kabupaten Paniai) dan sekitarnya di Paniai.
Terciptanya situasi ini menyebabkan lumpuhnya seluruh aktivitas masyarakat dan pelayanan publik. Peristiwa keempat tersebut telah mengakibatkan korban materi, korban fisik maupun psikologis. Misalnya 3 rumah dibakar, 1 rumah dirusak, 7 speed boat dirusak dan 1 buah sepeda motor.
Sementara itu, 3 warga diantaranya orang gila yang tidak ada kaitan dengan peristiwa yang terjadi ditangkap dan dipukul polisi lalu dilepaskan. Selain itu, 19 warga ditangkap dijalan raya dan di rumah mereka masing-masing ketika mereka sedang duduk bersama keluarganya. Diantaranya ada beberapa yang hanya diperiksa lalu dibebaskan, tetapi adapula yang dipukul hingga dibebaskan dalam kondisi muka penuh luka berlumur darah. Hal ini bukan hanya bersasaran pada orang-orang yang dicurigai, tetapi juga dialami oleh warga masyarakat yang tidak tahu menahu dengan persoalan tersebut termasuk orang gila, beberapa orang yang berstatus pegawai negeri sipil yang bekerja di Pemda Paniai.
Situasi yang tercipta ini sungguh-sungguh sangat menarik perhatian semua pihak terutama bagi yang peduli dengan soal-soal kemanusiaan. Oleh karena itulah, kiranya kita perlu kritisi bersama atas situasi ini. Pertama; siapa atau kelompok mana sebenarnya yang sedang bermain dibalik semua aksi di Paniai? Apakah benar kelompoknya Jhon Yogi, cs yang melakukan serangkaian aksi di Paniai sebagaimana yang dimuat dibeberapa media nasional? Barangkali disini perlu ada pembuktian berdasarkan fakta dilapangan yakni keterangan dari saksi mata dan olah TKP yang biasanya yang dilakukan oleh aparat keamanan (polisi) apalagi peristiwa keempat ini persis terjadi ditengah kota dan terjadi ditempat ramai, yakni di pelabuhan danau yang biasanya orang selalu ada. Juga peristiwa tersebut terjadi pada pagi hari (pukul 09.30 wit). Kedua; apa persoalan utamanya sehingga orang “pelaku” memilih mengambil tindakan tersebut sekalipun mengorbankan nyawa orang lain? Apakah persoalan yang berkaitan dengan keinginan merdeka? Apakah persoalan karena belum adanya lahan bisnis? Apakah persoalan ingin balas dendam menjelang peringatan 17 agustus? Ataukah karena persoalan hak ulayat? Ketiga; dengan siapakah persoalan tersebut dipermasalahkan? Siapakah sasaran sebenarnya dalam persoalan tersebut? Namun, dalam konflik antara aparat keamanan dengan TPN-OPM biasanya yang menjadi sasaran korban ialah masyarakat sipil atau orang-orang yang sebenarnya tidak tahu menahu dengan persoalan. Benarkah merekalah yang hendaknya menjadi sasaran utama dalam persoalan demikian? Disini kiranya orang harus membedakan siapa kawan dan siapa lawan dalam persoalan. Lantas, keempat; apakah orang entah siapapun dan darimanapun baik atas nama pribadi maupun kelompok haruskah mengedepankan kekerasan sebagai pendekatan yang terbaik dalam menghadapi persoalan? Apakah tidak ada jalan lain selain menempuh dengan jalan kekerasan? Namun, dalam situasi demikian dimana muncul konflik antara aparat keamanan dengan TPN OPM biasanya yang menjadi korban ialah masyarakat sipil atau orang-orang yang sebenarnya tidak tahu menahu dengan persoalan.
Bertitik tolak dari situasi yang tercipta pasca penembakan pada selasa 21 agustus 2012 tersebut, kamipun kiranya menggaris bawahi pengalaman penderitaan masyarakat Paniai yang dialami bertahun-tahun hingga kini. Bahwa masyarakat Paniai masih terus hidup dalam situasi tak menentu sejak daerah ini dianggap daerah operasi militer (DOM) hingga tahun 2002. Selama itu, masyarakat Paniai sungguh sangat menderita selama aparat keamanan beroperasi dengan dalil mengejar alm Bpk Tadius Yogi cs selaku Pimpinan TPN OPM Paniai. Demikian pula, peristiwa penyerangan markas TPN-OPM di Eduda oleh Densus 88 pada oktober 2011 lalu yang menyebabkan masyarakat terpaksa mengungsi besar-besaran selama berbulan-bulan meninggalkan kampung halaman. Akibatnya tidak sedikit korban materi milik masyarakat dan nyawa manusia menjadi korban sesaat.
Dalam suasana ketakutan warga akan adanya penyerangan balik oleh TPN-OPM terhadap TNI/POLRI masih menjadi kekuatiran masyarakat tersebut, kini masyarakat dikagetkan dengan rangkaian aksi. Rangkaian aksi yang terjadi belakangan ini menyadarkan masyarakat akan ingatan peristiwa masa lalu. Akhirnya suasana hati dan pikiran masyarakat kembali diwarnai dengan kekuatiran dan ketakutan. Orang merasa tidak bebas beraktivitas ketika mendengar informasi akan adanya penambahan pasukan di Paniai. Masyarakat cemas ketika mendengar aparat keamanan akan mengambil langkah untuk mengejar kelompoknya Jhon Yogi, cs. Lantaran, apakah yang akan terjadi jikalau pasukan bergerak mengejar kelompok Jhon Yogi, cs? Ini selalu menjadi pergumulan masyarakat di Paniai dalam benak pikirannya.
Menyadari akan pengalaman hidup masyarakat Paniai selama ini yang membuat masyarakat terus hidup dalam rasa tauma dengan peristiwa masa lalu. Demikian pula, situasi yang tercipta ditengah masyarakat Paniai saat ini yang masih diwarnai dengan keresahan, maka beberapa hal perlu disimak bagi semua pihak terutama para pengambil kebijakan di negara Republik Indonesia sebagai negara demokrasi yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia termasuk kita di Tanah Papua.
Pertama; Masyarakat Paniai pada umumnya hingga kini masih trauma dengan pengalaman masa lalu dan rangkaian aksi akhir-akhir ini justru membuat masyarakat bertambah panik dan takut beraktivitas bebas. Oleh karena itu, penambahan pasukan di Paniai sebagaimana yang diungkapkan Kepala Bidang Humas Polda Papua Komisaris Besar Polisi Johannes Nugroho Wicaksono, pada kamis (23/8/2012) sebaiknya ditinjau kembali. Hal ini disebabkan karena kehadiran pasukan di Paniai justru akan menimbulkan ketakutan warga masyarakat apalagi kehadiran pendatang (kaum laki-laki) tanpa pekerjaan yang jelas di Paniai seringkali muncul image negatif “curiga” dari masyarakat pribumi terhadap mereka.
Kedua; Pengejaran terhadap kelompoknya Jhon Yogi, cs sebagaimana yang diungkapkan Menkopolhukam, Djoko Suyanto pada kamis (23/8/2012) di Jakarta hendaknya perlu diklarifikasi terlebih dahulu; siapa yang menjadi sasaran utama dalam pengejaran dimaksud. Hal ini kami katakan demikian karena pengalaman membuktikan bahwa aparat keamanan biasanya tidak membedakan siapa sebenarnya yang menjadi sasaran dan dimana sasaran utama keberadaan orang yang dikejar. Akibatnya masyarakat sipil yang sedang beraktivitaslah yang menjadi korban. Aparat keamanan (polisi) hendaknya menjadikan praduga tak bersalah menjadi perhatian utama dalam situasi demikian dan tidak menggunakan kekerasan. Hal ini penting agar warga masyarakat yang tak bersalah atau yang tidak ada kaitan dengan persoalan, tidak terus menjadi korban.
Ketiga; Korban kekerasan selama ini baik korban jiwa, korban penganiayaan, korban materi berupa apa saja akibat perbuatan orang-orang yang tidak bertanggungjawab belakangan ini sungguh sangat disesalkan, karena tidak seorangpun diberi kewenangan untuk mencabut nyawa atau mengambil hak milik orang lain. Perbuatan ini merupakan tindakan kejahatan yang semestinya diberantas atau dihilangkan semua pihak. Di era demokrasi ini, orang harus meninggalkan kekerasan karena tidak ada satu pasal atau satu ayat pun dalam aturan atau hukum di negara kita yang mewajibkan seseorang melakukan kekerasan terhadap sesama manusia, kecuali dengan kehendak bebas seseorang memilih bertindak secara kekerasan, alias melanggar aturan dan hukum. Disini orang harus kembali pada aturan dan hukum negara maupun agama. Pelaku kekerasan harus banting stir untuk kembali pada jalur untuk memanusiawikan diri sebagai manusia.
Keempat; Kekerasan bukanlah cara menyelesaikan masalah, tetapi justru akan menambah persoalan baru. Ini hendaknya menjadi prinsip utama dalam hidup berbangsa dan bernegara agar kita terus membina masyarakat yang demokratis. Oleh karena itu, pendekatan represif baik oleh TNI/POLRI maupun TPN OPM haruslah dihentikan di Paniai dan Tanah Papua pada umumnya. Semua persoalan baik pribadi maupun kelompok harus diselesaikan dengan mengedepankan pendekatan persuasif. Bukankah negara kita ialah negara demokrasi yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia demi mewujudkan perdamaian dunia? Disini tidak hanya dibutuhkan peran militer tetapi juga dibutuhkan peran pemerintah. Pemerintah hendaknya pro aktif dalam melihat dan menangani semua persoalan-persoalan yang mengarah pada jatuhnya korban warga masyarakat. Dengan demikian, sebaiknya semua persoalan di Papua termasuk persoalan yang muncul di Paniai akhir-akhir ini harus diselesaikan melalui komunikasi yang bermartabat atau dialog. Dalam hal ini, kiranya dibutuhkan fasilitator yang memfasilitasi kedua belah pihak untuk mengungkapkan dan menyelesaikan persoalan melalui dialog yang bermartabat. Ini merupakan kebutuhan utama di negara kita agar segala persoalan dapat kita menyelesaikannya secara demokratis dengan sikap saling menghargai sebagai makhluk bermartabat. Semoga kebiadaban menjadi musuh bersama dimasa keadaban kini.(BNW)
SUMBER FACEBOK.COM
0 komentar for "MASYARAKAT PANIAI DIBAWA BAYANG-BAYANG Kekuatiran dan TNI-POLRI kejar Jhon Yogi"