Setiap sesuatunya selalu memliki dua hal yang berbeda atau berlawanan atau dalam istilah Agama Hindu disebut Rwa Bhineda (dualisme), demikian juga dalam hal pola berpikir . ada yang pro dan ada yang kontra, disini dicoba membahas permasalahan papua dari sudut pandang yang berbeda.
“Biarkan papua merdeka”, itulah sebuah kalimat yang terucap didalam hati nurani, kalimat ini didasarkan pada dasar hukum sebagai berikut:
Hak
Kemerdekaan adalah »hak« berdasarkan Deklarasi Universal HAM (Universal Declaration on Human Rights) yang menjamin hak-hak individu dan berdasarkan Konvenant Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik yang menjamin hak-hak kolektif di dalam mana hak penentuan nasib sendiri (the right to self-determination) ditetapkan
Budaya
Rakyat Papua Barat, per definisi, merupakan bagian dari rumpun bangsa atau ras Melanesia yang berada di Pasifik, bukan ras Melayu di Asia. Rakyat Papua Barat memiliki budaya Melanesia. Bangsa Melanesia mendiami kepulauan Papua (Papua Barat dan Papua New Guinea), Bougainville, Solomons, Vanuatu, Kanaky (Kaledonia Baru) dan Fiji. Sedangkan ras Melayu terdiri dari Jawa, Sunda, Batak, Bali, Dayak, Makassar, Bugis, Menado, dan lain-lain.
Sejarah
Rakyat Papua Barat memiliki sejarah yang berbeda dengan Indonesia dalam menentang penjajahan Belanda dan Jepang. Misalnya, gerakan Koreri di Biak dan sekitarnya, yang pada awal tahun 1940-an aktif menentang kekuasaan Jepang dan Belanda, tidak memiliki garis komando dengan gerakan kemerdekaan di Indonesia ketika itu. Gerakan Koreri, di bawah pimpinan Stefanus Simopiaref dan Angganita Menufandu, lahir berdasarkan kesadaran pribadi bangsa Melanesia untuk memerdekakan diri di luar penjajahan asing
Batas negara Indonesia menurut proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 adalah dari »Aceh sampai Ambon«, bukan dari »Sabang sampai Merauke«. Mohammed Hatta (almarhum), wakil presiden pertama RI dan lain-lainnya justru menentang dimasukkannya Papua Barat ke dalam Indonesia (lihat Karkara lampiran I, pokok Hindia Belanda oleh Ottis Simopiaref).
Papua Barat pernah mengalami proses dekolonisasi di bawah pemerintahan Belanda. Papua Barat telah memiliki bendera national »Kejora«, »Hai Tanahku Papua« sebagai lagu kebangsaan dan nama negara »Papua Barat«. Simbol-simbol kenegaraan ini ditetapkan oleh New Guinea Raad / NGR (Dewan New Guinea). NGR didirikan pada tanggal 5 April 1961 secara demokratis oleh rakyat Papua Barat bekerjasama dengan pemerintah Belanda. Nama negara, lagu kebangsaan serta bendera telah diakui oleh seluruh rakyat Papua Barat dan pemerintah Belanda.
Dapat disimpulkan bahwa papua tidak senasib dan berbeda dengan daerah Indonesia lainya dan ada sesudah Indonesia Merdeka atau bergabung jauh belakangan setelah Indonesia merdeka.
Ketidak adilan di papua merajalela
Tokoh nasional Rizal Ramli menyatakan, ketidakadilan ekonomi dan sosial di Papua memang luar biasa. Kekayaan alam Papua yang berlimpah, tidak dinikmati oleh sebagian besar rakyat Papua. Sumber daya alam itu justru dibawa keluar Papua oleh perusahaan multi nasional seperti Freeport (dilansir suara merdeka).Ketidakadilan di papua semua masyarakat mungkin sudah tahu semua yang aktif mengikuti berita
Bangsa yang berbudaya adalah bangsa yang memberikan kebebasan dan kesejahtraan bagi Rakyatnya, mungkinkah kita mempertahankan Papua yang dijajah oleh pusat (Indoneisa) dengan mengeruk kekayaan papua sedangkan rakyatnya tidak sejahtra?
Jia ingin mempertahankan papua, Maukah pemerintah pusat mengeruk keayaan yang ada di pusat pusat untuk diberikan kepada masyarakat papua? Pertanyaan yang sepele tetapi serius (M/Mando M)
0 komentar for "JANGAN PEMERINTAH PUSAT MEMBUNGKAM NAMUN PEDULI DAN BERIKANLAH AKU PAPUA RUANG GERAK"