Pimpinan Parlemen saat deklarasi @Is |
Jayapura, MAJALAH SELANGKAH – Parlemen Nasional West Papua (PNWP) secara resmi mengumumkan salah satu resolusi yang dihasilkan pada konferensi yang digelar Kamis, 5 April 2012 lalu di Jayapura. Resolusi itu berbunyi, “Status Kedudukan Pemerintah Republik Indonesia di teritori West Papua bekas koloni Nederlands Nieuw Guinea adalah Penjajah dan Illegal“.
Pernyataan Politik tentang Kedudukan Pemerintah Republik Indonesia di Territorial West Papua itu dikeluarkan Jumat, 17 Agustsu 2012 lalu. Dalam pernyataannya, PNWP menulis, sejumlah Resolusi politik ditetapkan pada 5 April 2012. Salah satunya adalah Kedudukan Pemerintah Republik Indonesia di Papua.
PNWP mengemukakan 19 poin secara runtut sebagai dasar atau alasan dikeluarkannya resolusi ini. Nomor satu mengemukakan, Hak Penentuan Nasib Sendiri adalah HAM yang patut dihormati oleh setiap bangsa. Pada nomor dua menekankan soal pengakuan dan penghormatan atas hak-hak politik bangsa yang belum berpemerintahan sendiri.
“Pemerintah Kerajaan Nederland melalui Gouverneur Nederlands Nieuw Guinea telah mengumumkan Hak Penentuan Nasib Sendiri bangsa Papua dan mengibarkan bendera Negara West Papua “Bintang Fajar” disebelah kiri dan bendera Kerajaan Nederland disebelah kanan bendera Perserikatan Bangsa-bangsa dalam posisi sejajar pada satu tiang yang dilakukan dalam suatu upacara resmi kenegaraan pada tanggal 1 Desember 1961 di seluruh teritori West Papua,”bunyi pernyataan nomor tiga.
Alasan lain (di nomor 4), PNWP mengatakan tidak ada wakil resmi masyarakat pribumi West Papua dalam Badan Panitia Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dan tidak menjadi bagian dalam kesepakatan Perjuangan Pembentukan Negara Republik Indonesia.
Pada point lima, Maklumat Persiden Negara Republik Indonesia Ir. Soekarno tentang Tri Komando rakyat (TRIKORA) 19 Desember 1961 dianggap bukti kejahatan dan pelanggaran terhadap hak penentuan nasib sendiri bangsa Papua.
Perjanjian Internasional (New York Agreement) yang ditandatangani oleh Pemerintah Kerajaan Nederland dan Pemerintah Republik Indonesia pada 15 Agustus 1962 di New York dianggap tidak menghormati Bangsa Papua. “Tidak melibatkan Nieuw Guinea Raad sebagai Lembaga Politik Representative Bangsa Papua di West Papua dalam proses pembuatan perjanjian,”tulis poin enam.
Pada nomor 10 dan 11 menyoroti soal Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia, Ir. Soekarno Nomor : 8/Mei/1963. Surat itu berbunyi, “Melarang/menghalangi atas bangkitnya cabang-cabang Partai Baru di Irian Barat. Di daerah Irian Barat dilarang kegiatan politik dalam bentuk rapat umum, pertemuan umum, demonstrasi-demonstrasi, percetakan, publikasi, pengumuman-pengumuman, penyebaran, perdagangan atau artikel, pameran umum, gambar-gambar atau foto-foto tanpa ijin pertama dari gubernur atau pejabat resmi yang ditunjuk oleh Presiden Republik Indonesia.“
Surat bernomor: 8/Mei/1963 ini dianggap bukti pelanggaran terhadap pasal 22 ayat 1 perjanjian New York tanggal 15 Agustus 1962 yang ditanda tangani oleh Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Nederland.
Pernyataan yang diketahui Ketua PNWP, Buctar Tabuni dan tujuh wakil ketua PNWP itu, pada nomor 13-18 menguraikan soal Pelaksanaan PEPERA di Papua yang tidak sesuai dengan syarat-syarat yang diatur dan disepakati dalam perjanjian internasional antara pemerintah Kerajaan Nederland dan pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 15 Agustus 1962 di New York (New York Agreement 1962).
PEPERA hanya dipilih oleh 1.026 (seribu dua puluh enam) orang wakil. Padahal salah sau syaratnya adalah satu orang satu suara. Dari 1.026 orang itu, orang pribumi Papua sebanyak 40% atau 400 orang unsur adat dan 60% orang kebangsaan Indonesia yang masuk ke tanah Papua pada tahun 1963. Maka,dianggap hingga saat ini belum dilaksanakan hak penentuan nasib sendiri bagi bangsa dan masyarakat pribumi Papua berdasarkan Pasal 18 d Perjanjian New York 15 Agustus 1962 yang ditanda tangani oleh Pemerintah Kerajaan Nederland dan Pemerintah Republik Indonesia.
Alasan nomor terakhir (19) misalnya, PNWP menilai Pemerintah Republik Indonesia telah menetapkan teritori Papua sebagai Daerah Operasi Militer (DOM) dan telah membunuh lebih dari seratus ribu orang pribumi Papua. Tindakan itu dianggap dilakukan tanpa alasan kesalahan di bawah legitimasi Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa nomor 2504 tahun 1971.
Ketua PNWP, Buctar Tabuni ketika dihubungi media ini beberapa waktu lalu mengatakan, seluruh rakyat Papua sejak lama telah menilai kedudukan Indonesia di tanah Papua adalah penjajah dan ilegal. Resolusi ditandatangi secara resmi atas nama rakyat Papua oleh ketua PNWP dan tujuh wakil ketua masing-masing, Yehuda Sorontow, Romario Yatipai, Ronsumbre Harij, Habel Nawipa, Pdt. Yakob Imbir, S.Th, Paulus Loho, san Michael Baragi. (GE/003/MS/Ist)
0 komentar for "PNWP Umumkan Resolusi Kedudukan Indonesia di Papua"