AKSI MAHASISWA PAPUA DI SOLO. FOTO/ILS |
Dihadiri Wakil
KASAT INTELKAM Polresta Surakarta, Pak Bowo, atau yang dimewakili Kapolresta
Surakarta dan Pengurus Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota Solo, serta Pendamping
Hukum AMP, Emanuel Gobai, S.H
Guna mempertanyakan
tentang Hak Sipil dan Politik yang dijamin dalam UU Nomor 12 Tahun 2005 Tentang
Ratifikasi Kovenan Internasional Tentang Hak Sipil dan Politik, dan UU Nomor 9
Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum.
Pembungkaman
ruang demokrasi, dan penyitaan perangkat aksi oleh Kepolisian saat aksi damai
yang dilakukan Aliansi Mahasiswa Papua pada tanggal 15 Agustus 2013, 9 November
2013, 19 November 2013 lalu. Selain itu, Kata AMP Solo, aksi penghadangan oleh
Ormas Gempar saat AMP menggelar aksi gugat Deklarasi TRIKORA pada tanggal 19
Desember 1961 silam.
tindakan
penyebaran selebaran yang berisi ancaman terhadap kami merupakan bagian dari pembungkaman
ruang demokrasi yang telah ditempel setiap sudut kota maupun di pagar Kampus
“Semua sikap Kepolisian Resort Surakarta dan
Ormas Gempar diatas, benar-benar mengusik rasa aman kami, sehingga kami Aliansi
Mahasiswa Papua Komite Kota Solo menggelar audiensi,”
“Segerah membuka ruang Demokrasi bagi Rakyat Bangsa Papua Barat yang berdomisili di Kota Solo.
“Segerah membuka ruang Demokrasi bagi Rakyat Bangsa Papua Barat yang berdomisili di Kota Solo.
Sebelum memulai
audiensi, sempat dilakukan klarifikasi berdasarkan surat tujuan audensi yang
dilayangkan adalah kepada Pak Kapolresta Surakarta mengapa, kami harus diterima
oleh WAKASAT INTELKAM ?. lalu beliau menjelaskan bahwa Pak Kapolresta sedang
keluar sehingga tidak bisa menghadiri pertemuan ini.
Beliau
telah memberikan mandat kepada saya untuk bertemu saudara-saudara sehingga
perihal yang ingin disampaikan silahkan disampaikan saja sebab saya akan
menyampaikan keterangan tersebut kepada Pak Kapolresta Surakarta.
Seusai mendengar
keterangan itu kemudian,”Kata Perwakilan AMP Solo, kami menyampaikan perihal
yang ingin kami sampaikan dalam audensi diatas. didamping hukum Aliansi
Mahasiswa Papua menyampaikan bahwa berdasarkan kenyataan dalam beberapa kasus
pembungkaman demokrasi yang dijelaskan diatas, kami menyimpulkan bahwa Tugas
dan Fungsi Kepolisian Resort Kota Surakarta sebagai penegak hukum dalam
mendampingi dan melindungi terrealisasinya hak berdemokrasi kami Aliansi
Mahasiswa Papua di Surakarta tidak terimplementasikan dengan maksimal sebab
pada prakteknya hak berdemokrasi kami di bungkam oleh Polisi dan juga
sekelompok masyarakat yang mengatasnamakan Ormas Gempar.
Padahal secara
jelas diketahui bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum yang menghargai HAM
dan demokrasi, dalam konteks menjunjung tinggi nilai- nilai kebebasan
berpendapat dimuka yang dijamin dalam UU Nomor 9 Tahun 1998.
Menurut Dino
Abugi , Jika berkaca pada tindakan Kepolisian Surakarta dalam menangani
kegiatan demonstrasi damai Aliansi Mahasiswa Papua pada tanggal 19 Desember
2013 yang berbuntut pada penghadangan oleh Ormas Gempar, dinilai adanya proses
pembiaran yang dilakukan oleh pihak Kepolisian yang telah mengetahui kegiatan
demostrasi yang dilakukan baik oleh AMP maupun Ormas berdasarkan surat
pemberitahuan yang dilayangkan kepada pihak Kepolisian, sehingga melaluinya
kami menilai bahwasannya Kepolisian Resort Kota Surakarta sedang berupaya untuk
menciptakan konflik sosial. Ujar Anggota AMP Solo.
Setelah
mendengar semua keterangan diatas, pendamping hukum Aliansi Mahasiswa Papua
menyimpulkan bahwa Berdasarkan kenyataan diatas, kami berpendapat bahwa
Kepolisian Resort Kota Surakarta telah jelas-jelas melanggar Pasal 30, UU Nomor
39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dan secara khusus telah melanggar
Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Standar dan Prinsip
Hak Asasi Manusia dalam Tugas-Tugas Kepolisian.
Selain itu lebih spesifik kami menilai bahwa
Kepolisian Kota Surakarta telah melakukan pembiaran dan bahkan perbuatan
melanggar pasal 18 UU Nomor 9 Tahun 1998.
Selanjutnya
WAKASAT INTELKAM Polresta Surakarta sedikit menjelaskan bahwa selama ini
pihaknya selalu memberikan ruang demokrasi bagi rekan-rekan AMP seperti yang
dilakukan pada saat menjawab semua surat pemberitahuan selama ini. Itu
merupakan bukti penghargaan ruang demokrasi terhadap rekan-rekan, selanjutnya
menyangkut aktifitas Ormas itu merupakan hak mereka yang tidak bisa dibatasi
sama seperti apa yang kami perlakukan terhadap rekan-rekan.
Jika dalam aktifitas Ormas tersebut apabila
rekan-rekan merasa dilanggar maka rekan-rekan bisa mencari alternatif lain
seperti mencari tempat aksi ditempat lain, Cetusnya. Mendengar jawaban WAKASAT
INTELKAM terkait mencari alternatif diatas, ditegaskan langsung oleh pendamping
hukum AMP bahwa ungkapan itu merupakan tindakan penghambatan ruang demokrasi
AMP di Surakarta secara halus, dan perlu diketahui bahwa ungkapan itu merupakan
pelanggaran HAM sehingga kami saat ini bisa mengadukan Pak WAKASAT INTELKAM
kepada KOMNAS HAM.
Secara praktek ungkapan senada sering kali
disebutkan oleh KASAT INTELKAM Polresta Surakarta kepada rekan-rekan Aliansi
Mahasiswa Papua KK Solo pada saat aksi demostrasi damai dilakukan, sehingga
dapat disimpulkan bahwa kemungkinan pernyataan itu merupakan pernyataan bersama
seluruh anggota Kapolresta Surakarta dalam melihat dan menilai aktifitas AMP.
Lebih jauh lagi berdasar kenyataan dimana
KASAT INTELKAM yang sering terlibat langsung dalam tindakan penyitaan
perlengkapan aksi sehingga menunjukan bahwa pelanggaran tehadap hak demokrasi
AMP di Surakarta dilakukan langsung oleh seorang Kepala INTELKAM.
Kemudian terkait tanggapan tentang Ormas
diatas secara yuridis sangat benar tetapi berdasarkan fakta hukum yang terjadi
adalah Ormas Gempar telah melanggar pasal 18 UU Nomor 9 Tahun 1998 namun
pertanyaannya adalah mengapa pihak Kepolisian Resort Kota Surakarta tidak
menindaklanjuti kenyataan itu ?.
Selanjutnya, pendamping hukum AMP menegaskan
bahwa, rekan-rekan AMP tidak memiliki persoalan dengan Kepolisian Resort Kota
Surakarta dan juga masyarakat Surakarta khususnya Ormas Gempar. Berdasarkan
pandangan tersebut maka apapun sikap dan tindakan yang akan dilakukan oleh
Ormas ataupun pihak manapun yang bertujuan untuk menyikapi dan/atau membatasi
aktifitas HAM dan Demokrasi khususnya hak Sipil dan Politik AMP di Surakarta
maka kami tidak akan menanggapinya sebab AMP hanya bermasalah dengan Negara
Indonesia yang telah menyumbat Hak Politik Bangsa Papua, bukan rakyat Indonesia
ataupun Kepolisian Resort Kota Surakarta.
Dengan demikian
apabila dalam aktifitas selanjutnya ada pengertian ataupun penyimpulan bahwa
AMP bermusuhan dengan masyarakat Surakarta merupakan pendapat sepihak oknum
tertentu yang bertujuan untuk menciptakan kekacauan di Surakarta dan jelas-
jelas merupakan tindakan profokatif.
Perlu diketahui
pula bahwa semua tindakan KASAT INTELKAM dalam melakukan penyitaan terhadap
perangkat aksi AMP tidak pernah menyatakan dasar hukum tentang dilakukannya
penyitaan, dan bahkan beliau tidak pernah menunjukan surat penyitaan atas
tindakan yang dilakukan, sehingga tindakan tersebut menurut hemat kami
membuktikan bahwa KASAT INTELKAM telah bersikap seperti seorang legislator dan
mengesampingkan kenyataannya sebagai penegak hukum.
Sikap ini
sungguh memprihatinkan mengapa beliau sejak awal tidak memilih menjadi
legislatif agar dapat menciptakan aturan supaya tindakannya tidak mengotori
status penegak hukum yang disandang. Berdasarkan semua keterangan dalam audensi
diatas, WAKASAT INTELKAM yang mewakili Kapolresta Surakarta hanya terdiam dan
tidak mampu menjawab pertanyaan kami secara yuridis.
Dalam
sanggahannya beliau hendak memberikan keterangan secara subjektif, namun
penyataannya dibatasi oleh pendamping hukum AMP sebab yang dibahas disini
adalah terkait impelemntasi landasan yuridis tentang HAM dan Demokrasi yang
diakui di Negara hukum Indonesia bukan pendapat subjektif.
Selanjutnya
WAKASAT INTELKAM hanya menyimpulkan bahwa semua penyataan dan masukan yang
disampiakan AMP, pihaknya sangat berterimakasih sebab kegiatan audensi ini
dapat membantu kami untuk mengevaluasi tindakan kami yang terkesan melanggar
HAM dan Demokrasi demi mewujudkan reformasi dalam tubuh Kepolisian Resort Kota
Surakarta.
Selanjutnya semua masukan- masukan dan
penyataan yang disampaikan akan dilanjutkan kepada Kapolresta Surakarta dan
KASAT INTELKAM. Secara khusus WAKASAT INTELKAM Polresta Surakarta menyatakan
bahwa pihaknya akan melindungi dan menghargai Hak Sipil dan Politik serta
menjamin keamanan dan kenyamanan Aliansi Mahasiswa Papua dalam melakukan semua
aktivitas yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945 khususnya menyangkut HAM
dan Demokrasi di Kota Surakarta.
Sambil menutup audensi tersebut, pendamping
hukum AMP menyampaikan bahwa pihaknya akan membuat surat pemberitahuan dugaan
pelanggaran dan Pembungkaman Ruang Demokrasi yang dilakukan oleh Kepolisian
Resort Kota Surakarta kepada Kapolresta Surakarta, Propam Polda Jateng, Kapolda
Jateng, dan Kompolnas agar dapat menindaklanjuti tindakan tersebut demi
membantu Polisi untuk mengevaluasi tindakannya selama ini.
Selanjutnya
ditegaskan kepada Kepolisian Resort Kota Surakarta agar dapat bersikap secara
profesional dalam melindungi HAM dan Demokrasi AMP yang dijamin dalam
Konstitusi Negara ini sebab AMP mempunyai hak untuk menyampaikan pendapat
dimuka umum yang dilindungi oleh UU Nomor 9 Tahun 1998”. ujar Pendamping hukum
AMP
0 komentar for "Soal Pembumkaman Ruang Demokrasi, AMP Solo dan Kepolisian Gelar Audiens"