BANDUNG--
Perjanjian ini mengatur masa depan
wilayah Papua Barat yang terdiri dari 29 Pasal yang mengatur 3 macam hal,
dimana pasal 14-21 mengatur tentang ““Penentuan Nasib Sendiri (Self
Determination) yang didasarkan pada praktek Internasional yaitu satu orang satu
suara (One Man One Vote)”. Dan pasal 12 dan 13 yang mengatur transfer
Administrasi dari Badan Pemerintahan Sementara PBB ‘UNTEA’ kepada Indonesia.
Setelah tranfer administrasi
dilakukan pada 1 Mei 1963, Indonesia yang diberi tanggungjawab untuk
mempersiapkan pelaksanaan penentuan nasib dan pembangunan di Papua tidak
menjalankan sesuai kesepakatan dalam Perjanjian New york,
Indonesia malah melakukan
pengkondisian wilayah melalui operasi militer dan penumpasan gerakan
prokemerdekaan rakyat Papua. Lebih ironis, sebelum proses penentuan nasib dilakukan,
tepat 7 April 1967 Freeport perusahaan pertambangan milik negara imperialis
Amerika telah menandatangani Kontrak Pertamannya dengan pemerintah Indonesia.
Klaim atas wilayah Papua sudah
dilakukan oleh Indonesia dengan kontrak pertama Freeport dua tahun sebelum
Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA). Sehingga, dari 809.337 orang Papua yang
memiliki hak, hanya diwakili 1025 orang yang sebelumnya sudah dikarantina dan
cuma 175 orang yang memberikan pendapat. Musyawarah untuk Mufakat
melegitimasi Indonesia untuk melaksanakan PEPERA yang tidak demokratis, penuh
teror, intimidasi dan manipulasi serta adanya pelanggaran HAM berat.
Keadaan yang demikian ; teror,
intimidasi, penahanan, penembakan bahkan pembunuhan terhadap rakyat Papua terus
terjadi hingga dewasa ini diera reformasinya indonesia. Hak Asasi Rakyat Papua
tidak ada nilainya bagi Indonesia
0 komentar for " AMP Komite Kota Bandung. Berujuk rasa didepan Gedung sate"