LUKAS ENEMBE DAN ABRAHAM ATORURI, MENUTUPI NASIB ORANG PAPUA
LUKAS ENEMBE DAN ABRAHAM ATORURI antara GUBERNUR, KEPENTINGAN PARTAI DEMOKRAT, DAN PEMILIK MODAL DI ATAS NASIB BANGSA PAPUA
Pandangan Umum
Lukas Enembe, dan Abraham Atururi merupakan dua sosok kepala daerah propinsi di Tanah papua yang memiliki latar belakang pendidikan dan jabatan yang berbeda sebelum menjabat Gubernur dimana Lukas Enembe adalah Pegawai Negeri Sipil sedangkan Abraham autururi adalah anggota TNI AL. Keduannya adalah anak adat papua yang tahu jelas tentang nasib bangsa papua, dan juga pernah menjadi korban kebiadaban Negara Indonesia terhadap Bangsa Papua.
Pandangan Umum
Lukas Enembe, dan Abraham Atururi merupakan dua sosok kepala daerah propinsi di Tanah papua yang memiliki latar belakang pendidikan dan jabatan yang berbeda sebelum menjabat Gubernur dimana Lukas Enembe adalah Pegawai Negeri Sipil sedangkan Abraham autururi adalah anggota TNI AL. Keduannya adalah anak adat papua yang tahu jelas tentang nasib bangsa papua, dan juga pernah menjadi korban kebiadaban Negara Indonesia terhadap Bangsa Papua.
Pengetahuan mereka terkait tindakan kebiadaban diatas adalah hal yang nyata sebab penerapan kebiadaban yang dilakukan pemerintah Indonesia datas tanah papua dilakukan secara sentral, sistematis, dan merata diseluruh wilayah papua sejak pertama Negara Indonesia menguasasi tanah papua sampai sekarang (1963 – 2013).
Berdasarkan kenyataan keduanya sebelum menjabat gubernur, pernah menjabat Bupati Kepala Daerah di dua daerah yang berbeda di tanah papua. Pada masa kepemimpinannya dimasing-masing daerah rekor mereka sedikit kurang baik dimata Masyarakat Adat Papua. Walaupun demikian mereka kini telah menjadi gubernur dan telah menjalani kariernya sebagai gubernur belum berusia 1 tahun.
Dimasa kariernya itu keduannya mulai menunjukan sikap loyal terhadap Negara Indonesia tanpa menyadari bahwa mereka adalah anak adapt papua yang dilahirkan oleh rahim seorang mama papua dan dibesarkan diatas tanah papua, selain itu mereka lebih berat sebelah terhadap partai yang meloloskan mereka ke tampuk kekuasaan tanpa menghiraukan nasib bangsa papua, selain itu keduannya terkesan lebih mengutamakan kepentingan pemilik modal dibanding nasib bangsa Papua.
Kasus pengusuran warga tanah merah bintuni untuk kepentingan PT. Britis Petroleun, Kasus wabah kematian di Kabupaten Tambrauw yang diakibatkan oleh tercemarnya air sungai oleh perusahan yang beroperasi disana (2013), penembakan beberapa aktifis papua pada tanggal 1mei 2013 disorong menjadi catatan merah Abraham Outururi di wilayah papua bagian barat. Sedangkan kasus pembubaran aksi masa dari bulai mei – juni 2013, serta pembungkaman ruang kebebasan berkumpul, beorganisasi, dan berekspresi yang didasarkan atas MOU Polda Papua, Panlima Trikora, dan Gubernur Papua yang mengimplemntasikan Kepres Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pelibatan TNI dalam Pengendalian Konflik Sosial, penagkapan dan pemenjaraan Buktar Tabuni dan Viktor Yeimo, serta larangan aksi di Depan Kantor Gubernur Papua menjadi catatan merah Lukas Enembe.
Ditengah persoalan itu, keduanya lebih condong berpikir tentang perbaikan kontrak karya dua perusahan raksasa yang sedang memperkosa kesucian tanah papua yaitu PT. Freeport Mc Morand And Gold Copper atau PT. Freeport Indonesia, dan PT. Britis Petroleon atau LNG Tanggul.
Dengan melihat kasus-kasus diatas, dan sikap kedua pemimpin daerah diatas hanya tinggal menyisahkan pertanyaan bahwa apakah kedua tokoh pemerintahan adalah anak adat papua ataukah anak Indonesia ?, selain itu sampai sekarang yang masih membingungkan adalah siapa actor-aktor dibelakang mereka berdua apakah Intelektual Partai, Perusahaan, BIN, Intelijen Indonesia ataukah Asing, ataukah Lembaga Ilmu Pengetahuan mana ?.
Dalam kondisi pertanyaan terkait asal usul keduanya dan beck-up-an intelektuan siapa, secara jelas ditingkat internasional sudah banyak pihak baik dari kalangan LSM Internasional, Organisasi Regional tingkat Internasional, bahkan Negera-negara telah melihat, membicaraka, dan sudah mengusulkan persoalan politik Papua Merdeka ke meja PBB untuk diakui Kemerdekaannya dan membuka meja perundinga antara Indonesia dan West Papua.
Kebutaan Pengetahuan Pemimpin Pemerintahan Mengorbankan Rakyat Papua
Terkait dari krisis asal usul (kepapuaan) keduannya diatas, hanya makin membuka status keduanya yang memang buta akan penetahuan sehingga dengan sendirinya membuka ruang bagi hadirnya sekian banyak orang yang berkepentingan untuk menerapkan misinya masing-masing, seperti Bisnis Militer diwilayah Perbatasan, dana Keamanan dari perusahaan Asing, Pembukaan Wilayah Operasi baru bagi perusahaan Indonesia dan atau Internasional, Pencurian Ikan di laut Lepas, Penyebaran Isu Teroris yang mengorbankan Mako Tabuni, dan lain-lain
.
Perhatikan penyumbatan ruang demokrasi di Papua diatas kenyataan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum yang menjamin HAM dan Demokrasi seperti yang tersirat dalam UUD 1945, UU No 39 Tahun 1999 Tentang HAM, UU No 9 Tahun 1998 Tentang Kebebasan menyampaikan Pendapat dimuka Umum, UU No 11 Tahun 2005 Tentang Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Ekosob), dan UU No 12 Tahun 2005 Tentang Sipil dan Politik (Sipol).
Dalam kebutaan kedua pemimpin daerah itu, aparat keamanan semakin menjadi-jadi menerapkan manajemen konflik yang diketahui oleh mereka sendiri, seperti dalam kasus penembakan Warga Jerman di Jayapura, pemeliharaan timika sebaga tempat perang antar kelompok yang dipolitisir oleh media sebagai perang suku, dan pengibaran bendera bintang kejora pada tanggal 1 Juli 2013 oleh orang tidak dikenal kemarin.
Semua itu Konflik Horizontal dan Konfilik Vertical yang ada dipapua murni diciptakan oleh keamanan Indonesia untuk menimbun kasus-kasus gelap yang sedang dijalankan keamanan seperti mendatangkan Wanita Tuna Susila ke Papua, mendatangkan minuman kertas berbagai jenis yang diberi lebel khusus Pemasok Irja, traifiking, penimbunan BBM, pembalakan liar, dan lain sebagainya. Mungkin kasus oknum polisi Labora Sitorus pemilik rekening senilai Rp. 3,5 Triliun dari hasil penjualan kayu hasil pembalakan liar dan penyelundupan BBM menjadi bukti permainan Aparat Kemanan di Papua yang tidak dipatau selama ini.
Untuk diketahui bahwa masih banyak Labora-labora lain di Papua yang dilindungi oleh sistim, dan dipelihara oleh kebutaan Pemimpin Daerah Papua diatas penderiataan bangsa papua yang sedang berjuang menentukan nasibnya sebagai suatu bangsa dan Negara yang merdeka dan berdaulat.
Dalam kondisi nyata rakyat papua dan kebutaan pemimpin daerah papua seperti yang diuraikan diatas, banyak sekali intelektual muda papua yang juga pada kesempatan yang sama sedang menjabat legislative justru sibuk memikirkan diri sendiri dan terkesan membiarkan rakyat papua dimusnahkan secara perlahan-lahan oleh pendekatan sistim pemerintahan Indonesia yang represif. Padahal Legislatif memiliki hak yang lebih mengawal aspirasi rakyat papua baik yang bersifat hak dasar, hak ulayat, dan eksistensi orang papua dimuka bumi ini. Harapan yang diberikan UU OTSUS dengan mendirikan MRP seakan pergi bersama-sama dengan mendiang Agus Alue Alua, kini MRP telah sarat akan kepentingan Partai dan kepentingan Pemerintah Indonesia, lantas kepada siap Rakyat Bangsa Papua mengadu ?.
Perhatikan penyumbatan ruang demokrasi di Papua diatas kenyataan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum yang menjamin HAM dan Demokrasi seperti yang tersirat dalam UUD 1945, UU No 39 Tahun 1999 Tentang HAM, UU No 9 Tahun 1998 Tentang Kebebasan menyampaikan Pendapat dimuka Umum, UU No 11 Tahun 2005 Tentang Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Ekosob), dan UU No 12 Tahun 2005 Tentang Sipil dan Politik (Sipol).
Dalam kebutaan kedua pemimpin daerah itu, aparat keamanan semakin menjadi-jadi menerapkan manajemen konflik yang diketahui oleh mereka sendiri, seperti dalam kasus penembakan Warga Jerman di Jayapura, pemeliharaan timika sebaga tempat perang antar kelompok yang dipolitisir oleh media sebagai perang suku, dan pengibaran bendera bintang kejora pada tanggal 1 Juli 2013 oleh orang tidak dikenal kemarin.
Semua itu Konflik Horizontal dan Konfilik Vertical yang ada dipapua murni diciptakan oleh keamanan Indonesia untuk menimbun kasus-kasus gelap yang sedang dijalankan keamanan seperti mendatangkan Wanita Tuna Susila ke Papua, mendatangkan minuman kertas berbagai jenis yang diberi lebel khusus Pemasok Irja, traifiking, penimbunan BBM, pembalakan liar, dan lain sebagainya. Mungkin kasus oknum polisi Labora Sitorus pemilik rekening senilai Rp. 3,5 Triliun dari hasil penjualan kayu hasil pembalakan liar dan penyelundupan BBM menjadi bukti permainan Aparat Kemanan di Papua yang tidak dipatau selama ini.
Untuk diketahui bahwa masih banyak Labora-labora lain di Papua yang dilindungi oleh sistim, dan dipelihara oleh kebutaan Pemimpin Daerah Papua diatas penderiataan bangsa papua yang sedang berjuang menentukan nasibnya sebagai suatu bangsa dan Negara yang merdeka dan berdaulat.
Dalam kondisi nyata rakyat papua dan kebutaan pemimpin daerah papua seperti yang diuraikan diatas, banyak sekali intelektual muda papua yang juga pada kesempatan yang sama sedang menjabat legislative justru sibuk memikirkan diri sendiri dan terkesan membiarkan rakyat papua dimusnahkan secara perlahan-lahan oleh pendekatan sistim pemerintahan Indonesia yang represif. Padahal Legislatif memiliki hak yang lebih mengawal aspirasi rakyat papua baik yang bersifat hak dasar, hak ulayat, dan eksistensi orang papua dimuka bumi ini. Harapan yang diberikan UU OTSUS dengan mendirikan MRP seakan pergi bersama-sama dengan mendiang Agus Alue Alua, kini MRP telah sarat akan kepentingan Partai dan kepentingan Pemerintah Indonesia, lantas kepada siap Rakyat Bangsa Papua mengadu ?.
Kebutaan pengetahuan yang sedang meliputi kedua Pemimpin Daerah Papua itu semakin jelas terlihat dimana salah satu Pemimpin Daerah Papua mulai mengartikan Bupati/wali kota di Papua sebagai pemimpin wilayah adat yang sedang dipersiapkan untuk bertemu James Mofet di Amerika Serikat September nanti (2013).
Sungguh sangat disayangkan jika Pemimpin Pemerintahan di Papua seperti ini, padahal secara esensial Adat dan Pemerintah sangat jauh berbeda pengertiannya (semoga DAP Bisa melihat kekeliruan pengartian ini). Jika demikian kondisinya maka keberdaan Hak Ulayat bangsa papua berada diujung tanduk dan sangat muda diambil alih oleh pemerintah baik Pusat maupun Daerah untuk selanjutnya diberikan kepada Pemilik Modal dengan cara memberikan Kuasa Pertambangan dan selanjutnya Mastarakat Adat Papua akan digusur dari wilayah Ulayat tempat perusahaan itu beroprasi seperti yang sudah dilakukan oleh PT. Freeport Mc Morand And Gold Copper atau PT. Freeport Indonesia (Tambang Tembaga dan Emas) terhadap Masyarakat Adat Amume dan Kamoro, PT. Britis Petroleon atau LNG Tanggul (Tambang Minyak dan Gas) terhadap Masyarakat Adat Bintuni di Tanah Merah, PT. Mecko Papua dan Korindo Group (Kelapa Sawit) Terhadap Masyarakat Adat Arso di Jayapura dan Masyarakat Adat Mandacan di Manakwari, dan Program MIFFE Terhadap masyarakat adat Marind.
Wajah Pemerintah Papua Yang Diperalat Menjadi Alat Pemulus Modal dan NKRI
Jika kita melihat kembali aliran dana dan kerja keras pihak-pihak tertentu dalam usaha untuk mengantarkan kedua pemimpin pemerintahan di Papua jelas-jelas terlihat sarat kepentingan, baik yang datang dari dua Perusahaan Raksasa yang ada di Papua, Partai Demokrat, dan NKRI.
Ketiga unsur diatas memiliki kepentingan masing-masing, kepentingannya itu dapat disimpulkan kedalam satu kepentingan yaitu kepentingan Ekonomi Politik. Jika diuraikan satu persatu maka kepentingan-kepentingannya adalah sebagai berikut :
1. Perusahaan Raksasa (PT. FI, dan PT. BP)
Sudah menjadi rahasia umum bahwa persengketaan Amerika Serikat dan Cina terkait perebutan wilayah perairan Cina Selatan adalah merupakan jalur alternative wilayah perdangagan yang bebas, selain itu dibawah perut buminya tersimpan kandungan Minyak yang lumayan besar jumlanya. Selain itu Amerika Serikat yang hidup mengunakan barang-barang produk Jepang dan Cina untuk menunjang kemajuannya sekarang mulai membeli BBM kepada Jepang karena mereka sudah memilik saham yang besar baik di PT. Pertamina (BUMN), LNG Tanggul, dan bahkan di PT. Britis Petroleon. Selain itu amerika serikat setelah dipukul oleh bangsa timur tengah sedang mencari daerah aman bagi usaha Pertambangan Minyak dan Gas, kini wilayah Perairan Pasifik dijadikan targetnya untuk mengusai alat produksi dan jalur perdagangannya sehingga mereka mulai membangun hubungan bilateral dan kerjasa dengan Pemerintah Australia untuk mengembangkan Militer dan Pendirian Pangkalan Militer Wilayah Pasifik kembali setelah dihilangkan pasca PD II.
Ditengah kondisi itu kedua pemimpin daerah papua adalah orang-orang yang ditetapkan dua perusahaan raksasa untuk mempermulus kepentingannya di tanah Papua melalui sistem pemerintahan.
2. Partai Demokrat
Dalam kondisi partai democrat yang lagi terpuruk akibat kasus pencurian dana nasabah Bank Centuri demi kepentingan politik SBY jilid II dengan dalil pembekuan akibat dampak krisis ekonomi yang direkayasa oleh Intelektual tukang Partai Demokrat.
Serta terungkapnya kasus mega korupsi yang dilakukan pentolan-pentolan partai democrat yang berujung pada penetapan Tersangka oleh KPK yang berdampak pada pengunduran diri beberapa kader Partai Demokrat benar-benar menghancurkan kondisi internal Partai Demokrat secara financial.
Dalam kondisi itu partai democrat juga berkepntingan dalam Pemilihan Umum 2014 nanti, dalam kebutuhan itu tentunya membutuhkan dana besar, sebab memang perpolitikan Indonesia menghalalkan politik uang dalam mewarnai pesta demokrasinya.
Berdasarkan kondisi eksternal Partai Demokrat, dan kepentingannya dalam PEMILU 2014 nanti maka Kedua Pemimpin Daerah Papua yang memang antarkan oleh Partai Democrat ini menjadi tumpuan harapan bagi eksisitensi Partai Demokrat kedepan, harapan dimaksud adalah pemenuhan finasial dari Perusahaan Raksasa dan Perusahaan kesil yang beroperasi di Papua.
Dalam kondisi itu SBY hari ini telah menjadi tamu terhormat dalam PT. Britis Petroleon yang akan selalu mendapatkan dana kotor karena kesuksesannya memuluskan PT. Britis Petroleon berkarya di bintuni, sehingga Cikeas akan menjadi istana PT. Britis Petroleon di Indonesia seperti PT. Freeport menjadikan Cendana sebagai Istananya pada masa pemerintahan Orde Baru.
Kedua Pemimpin Daerah Papua itu menjadi jembatan penghubung untuk menjadikan Cikeas menjadi istana PT. Freepot Mc Morand And Gold Copper dan PT. Britis Petroleon di Negara Indonesia.
3. NKRI
Negara Indonesia yang memanag secara sistim telah tunduk dibawah kaki kapitalisme Internasional dibawah Amerika Serikat dan sekutunya, sudah sukses menjadi Negara penjaga pemodal asing yang setia. Kesetiannya itu ditunjuk dengan dikerahkannya sekian ribu pasukan keamanannya untuk menjadi anjing penjaga modal disetiap aktifitas produksi berlangsung. Papua adalah alat produksi yang utama dan besar jumlahnya mulai dari langitnya, dalam perut buminya, diatas tanahnya, dan bahkan diatas air dan didalam lautan.
Dalam kondisi itu wilayah papua menjadi wilayah utama dan terdepan dalam memberikan keuntungan ekonomi politik Negara keatuan Republik Indonesia, dalam pandangan itu yang menjadi dasar Indonesia menduduki tanah papua dan membunuh sekian ribu orang papau tanpa ada pertanggungjawaban satupun, padahal Negara Indonesia adalah Negara hukum.
Untuk melindungi kepentingannya itu diterapkanlah sistim represifitas diatas tanah papua dengan dibungkus dalam bentuk Daerah Operasi Militer, UU Otsus yang menegaskan terkait Pertahanan dan Keamanan diatur dari Pusat, pemberlakuan Kepres Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pelibatan TNI dalam Pengendalian Konflik Sosial, dan lain sebagainya.
Selain melalui pendekatan itu, pemerintan Indonesia mengontrol papua dengan menciptakan beberapa produk perundang-undangan yang terkesan melanggar HAM seperti, Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2007 Tentangan Lambang Daerah, menetapkan pembatasan dalam pengakuannya terhadap eksistensi Masyarakat Adat pada UUD 1945 yang menjelaskan bahwa Masyarakat Adat dan Haknya diakui sepanjang masyarakatnya masih tunduk dengan aturan adanya. Artinya jika masyarakat sudah masuk menjadi masyarakat modern maka status keberadaan hak ulayat akan lenyap.
Semua itu dilakukan NKRI hanya untuk melindungi ladang Hidupnya di tanah papua, dalam posisi ini kedua pemimpin pemerintahan di tanah papua benar-benar menjadi alat yang turut melindungi kepantingan ekonomi politik Indonesia di Tanah Papua.
Untuk diketahui bahwa dua Kepala Daerah Tingkat I se-Papua yang ada ini pada saat mencalonkan diri didukung sukses oleh pihak-pihak di tingkat pusat baik Partai, Institusi, dan bahkan Pribadi. Selain itu mereka juga ditopang oleh jutaan rupiah maupun dolar dari kedua Perusahaan Raksasa sehingga mereka benar-benar menguasai Ruang Demokrasi di Tanah Papua dengan cara menghabur-hamburkan uang
Namun sayang kini mereka berhadapan pada kenyataan dimana mereka benar-benar dijadikan alat oleh berbagai pihak diatas, saya percaya bahwa setelah mereka lengser dari jabatan mereka akan dibantai oleh NKRI karena mengetahui rahasia kebusukan NKRI di Tanah Papua, arwah mereka akan dibuang kelautan karena sikap dan tindakan mereka bukan sebagai Anak Adat Papua sehingga sungguh sangat tidak etis jika tubuhnya disemayamkan di dalam Tanah Papua yang suci itu.
Ingatlah selalu bahwa tidak ada kata terlambat bagi anak adapt papua untuk lahir kembali sebagai anak papau yang berbakti abagi tanahnya sembari menabur bunga anggrek diatas tulang belulang orang tua papau yang telah berkorban demi bangsa dan Negara West Papua, seperti yang pernah dilakukan Almarhum Theis H Eluwai (Pemimpin Besar Bangsa Papua).
Perjuangan Papua Merdeka Telah Sampai Pada Pintu Gerbang Kemerdeakaan
Mungkin kita masih ingat apa kata bang buyung yang menegaskan bahwa “Cepat Atau Lambat Papua Akan Merdeka, Karena Indonesia Tidak Mampu Mengambil Hati Orang Papua”. Pernyataan advokad senior di Negara Indonesia itu benar, karena motifasi Indonesia mengabungkan papua secara paksa dan dengan rekayasa PEPERA (1969) yang tidak sesuai dengan standar hukum internasional (satu orang satu suara) seperti yang tersirat dalam The New Yoork Agremend adalah untuk mengeruk habis kekayaan alam di Bumi papua, bukan karena orang papua.
Pergerakan Para Diplomat dan Para Pemimpin Besar Bangsa Papua di tingkatan internasional yang di Back Up oleh pemimpin sayap militer Negara West Papua (Matias Wenda, Goliat Tabuni, Lamber Pekikin, Jhon dan Soleman Magai Yogi, dll), dan segenap rakyat Papua telah menancapkan isu Papua Merdeka di tingkat internasiona.
Peluncuran Sekertariat Kampanye Papua Merdeka Di Inggris (Juni 2013) yang di dukung sukses oleh Rakyat Inggris dan Beberapa Wakil Pemerintah Inggris telah mendapat perhatian yang cukup tinggi di tingkat internasional. Selanjutnya disusul dengan diterimanya usulan WPNCL sebagai anggota dalam MSG yang merupakan organisasi regional kawasan pasifik selatan, dan penetapan agenda dukungan bagi hak menentukan nasib sendiri nagi Negara West Papua benar-benar sudah mulai membuka pintu PBB yang selanjutnya akan mengatarkan Rakyat Papua pada pintu kemerdekaan Negara West Papua.
Ketakutan NKRI dan Amerika Serikta dan Bentuk Dukungan Internasional Atas West Papua
Hari ini pemerintah Indonesia dalam kondisi demam berat karena persoalan politik papua telah menjadi perbincangan hangat di tingkat internasional, dukungan secara pribadi, lembaga, dan bahkan secara ke-Negara-an terus bergulir demi kemerdekaan Papua. Kondisi ini benar-benar menjadikan presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah harus mengilingi beberapa Negara demi menjaga ladang ekonomi politiknya di tanah papua, dalam rute perjalanan itu tanah papua digadai dengan penandatangganan kontrak karya perusahaan baru diwilayah Papua seperti yang dilakukan dalam kunjungannya di Inggris. Selain itu Pemerintah SBY juga banyak membeli Aluitsista bagi TNI/POLRI dengan tujuan melindungi NKRI.
Namun sayang kini beberapa Negara telah menarik saham dan tidak mau berinfestasi di Indonesia (khususnya di Papua) karena pemerintahnya sangat otoritar dan represif kepada warga papua, seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Selandia baru yang menarik sahamnya dari PT. Freeport Indonesia, selain itu Pemerintah Vanuatu mulai memboikot prodak-prodak Indonesia yang di Vanuatu, dan dengan jelas-jelas pemerintah belanda menolak menjual aluitsista kepada pemerintah Indonesia karena takut digunakan untuk melakukan pelanggaran HAM terhadap rakyat Papua.
Untuk mengelabui pandangan internasional Amerika Serikat yang memiliki kepentingan utama ditanah papua sengaja memberikan gelar kepada presiden Susilo Bambang Yudhoyono namun saying usaha pengalihan isu itu sudah tidak mempan lagi sebab tindakan pelanggaran HAM yang dilakukan pemerintah Indonesia terhadap Bangsa Papua sudah sangat busuk bauhnya sehingga sudah merambah keseluruh penjuru dunia. Untuk diketahui bahwa Amerika Serikat adalah Negara pendukung sukses pelanggaran di Papua sebab Amerika Serikatlah yang memberikan senjata, dana, dan pelatihan perang bagi TNI dan POLRI untuk membasmi Orang Papua.
Pertanyaan Bagi Pemimpin Pemerintahan Papua dan Kaki Tangan NKRI di Papua
Dalam kondisi diatas apakah yang kalian pikirkan masihkah anda memikirkan bahwa anda adalah anak adat papua, ataukah anda sebagai apa. Pernahkah kalian pikirkan nasib anda jika dalam waktu dekat Papua merdeka, jika demikian dimanakah anda akan berada yang jelas tingkah lakumu sedang dipantau dengan seksama oleh alam, adat, dan segenab tumbah darah Papua.
Perhatikanlah sikap Negara-negara super power yang sudah mulai menghitung untugruginya berkoalisi/bersekutu dengan Indonesia demi mencengkram Tanah Papua, bahkan sekarang sudah banyak Negara besar yang sudah tidak mau bersahabat dengan NKRI karena sikapnya yang brutal dan anti HAM. Kini sudah mulai terlihat adanya upaya tersebunyi Negara besar untuk mendukung Papua Merdeka demi kepentingan Ekonomi Politiknya setelah Papua Merdeka.
Untuk diketahui bahwa anda pribadi (kedua pemimpin daerah di Tanah Papua), serta kaum Papindo pendukung NKRI, nama kalian sudah tercatat dalam buku hidup orang papua sebagai kaki tangan NKRI yang jika merdeka anda tidak termasuk sebagai warga Negara papua. Hari ini alam papua juga telah menyatakan sikapnya bahwa tidak pernah akan menyimpan dirimu dalam tanah suci papua jika anda meninggal nanti. Pendangan itu hanya diberikan kepada oknum-oknum diatas bukan terhadap anak-anak, istri, dan sanak saudara mereka sebab mereka (anak/istri/saudara) adalah bagian integral dari Bangsa Papua.
Hari ini masih ada harapan bagi anak-anak adat papua yang telah lupa diri, sehingga jika anda mau menyucikan dirimu kembali dan menyatakan sikap sebagai anak adat papua maka anda memiliki hak itu karena anda adalah anak adat papua seperti yang telah dilakukan oleh Almarhum Theis Hiyo Eluai, namun jika anda terus berpegang pada pandangan dan sikapmu hari ini maka ketahuilah bahwa anda bukan anak adat papua lagi dan segala hak-hak yang melekat pada dirimu sebagai anak adat papua akan lenyap dengan sendirinya.
Oleh; Pedalaman Gunung
0 komentar for " "