Ilustrasi@Fb |
Oleh: Dorus Wakum**
Ada Indikasi Proses Pembiaran Kejahatan Kemanusiaan Terjadi di Seantero Tanah Papua oleh Pemerintah Pusat dan Daerah Terhadap Masyarakat Adat Papua Korupsi Musuh Bangsa dan Negara, Korupsi selama ini telah mencoreng nama Bangsa Indonesia di mata dunia internasional. Hal ini telah membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengambil langkah dan sikap tegas untuk memerangi Korupsi di Negara ini, sebab Presiden tidak ingin menanggung malu terhadap Bangsa Indonesia. Presiden telah mengeluarkan Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi
Mengamati dinamika politik yang ada di Indonesia selama ini bahwa tidak ada pembelajaran politik yang baik dan benar kepada masyarakat Indonesia, tetapi sebaliknya pembelajaran politik yang rancu dan salah yangmana telah membuat generasi muda salah kapra mengakibatkana reformasi kini kebablasan serta moralitas buruk dan karakter babel pemimpin-pemimpin lama terilhami oleh generasi penerus yang hingga saat ini tidak mampu melakukan perubahan sosial demi mensejahterakan Masyarakat Indonesia.
Bangsa Timor Leste, lalu kemudian hadirlah seorang pemimpin Bangsa yang arif dan bijaksana yang sering dipanggil Gusdur “ Bapak Bangsa “. Yang dibanggakan oleh Masyarakat kecil namun tidak disenangi oleh petinggi-petinggi Bangsa Indonesia lainnya yang mengakibatkan dilengserkan dari jabatannya selaku Presiden di tengah jalan dan kemudian mengorbitkan seorang Perempuan Indonesia yang menjadi Presiden namun bertangan besi yakni Megawati Soekarno Putri.
Kini di era reformasi ini, seorang Jenderal TNI muncul dan menjadi Presiden Indonesia yang ke enam Jend. Susilo Bambang Yudhyono yang kurang bijaksana dan tidak tegas sebagaimana aturan militer yang diperoleh selama menjabat di TNI, tegas dan disiplin adalah warna dan karakter setiap prajurit TNI maupun Polri. Apa mau dikata tak satupun Pemimpin Bangsa ini yang berani membawah keluar kehidupan Bangsa Indonesia yang terpuruk dan miskin. Ibarat Kapal Perang KRI Indonesia Satu yang dinakodahi oleh Kapten Kapal Jend. Susilo Bambang Yudhoyono dengan kapal perang yang berlayar tanpa arah dan tujuan serta terombang-ambing oleh angin dan gelombang laut yang besar dan sebentar lagi kapal Perang Kri Indonesia Satu akan terbalik.
Berdasarkan pengamatan dan pencermatan selama ini bahwa kasus-kasus kejahatan kemanusiaan yang terjadi di Papua baik Pelanggaran Berat HAM(Pembunuhan Dan Penghilangan paksa Alm. Theys H. Eluay dan Aris Toteles Masoka, Kasus Boswesen Berdarah,Biak Berdarah, Timika Berdarah, Wamena Berdarah, Wasior Berdarah, Abepura Beradarah , Puncak Jaya Berdarah, dll), Kebijakan Otonomi Khusus Yang Salah yang melahirkan Orang Kaya Baru (OKB) dengan Isu Papuanisasi yang merusak tatanan kehidupan adat paling bawah, dan Pemekaran yang menyuburkan Korupsi yang merajalela dimana-mana dalam jajaran pemerintahan daerah baik Eksekutif, Legislatif maupun Yudikatif. Hal ini terjadi dikarenakan oleh adanya proses pembiaran yang merupakan suatu strategi politik besar Pemerintah Pusat dan Daerah untuk memporak porandakan kehidupan sosial, tatanan adat Masyarakat Papua. Sesungguhnya diketahui bahwa itu salah dan ini tidak benar tetapi sengaja dibiarkan dan seakan-akan Orang Papua bodoh dan tidak mengerti.
Almarhum Cak Munir,SH dalam suatu pertemuan di Aula YPMD Kotaraja –Jayapura 2003 pernah mengatakan bahwa “ Otonomi Khusus “ adalah “ Souvenir Politik Megawati bagi Orang Papua”, ibarat gula-gula yang diberikan kepada orang papua, lalu orang papua saling berebutan dan berantam kemudian orang di Jakarta duduk melihat lalu menertawakan apa yang terjadi”.
Tak Satupun Pemimpin Bangsa Yang berhati baik selain Gus Dur
Telah teruji sekian lama, bahwa Orang Papua telah berintegrasi dengan Republik Indonesia ± 46 tahun lamanya tetapi tidak ada perubahan yang signifikan, malahan sebaliknya kasus demi kasus datang silih berganti menimpah Orang Papua yang seakan-akan bukan warga negara Indonesia. Keadilan Hukum tidak berpihak kepada Orang Papua, Tanah dan Manusia Papua selalu dijadikan Objek Politik Kepentingan negara maupun para petinggi negara dan juga termasuk kepentingan asing.
Ketika Kepemimpinan mantan Presiden Gusdur, orang papua merasa bahwa kebebasan yang diharapkan selama ini telah kembali, dengan hadirnya UU Otsus, Kebebesan menggunakan simbol-simbol budaya papua, dan lain sebagainya diberi izin, tetapi apa mau dikata kebebasan itu hanya sesaat setelah beliau Gusdur dijatuhkan dari jabatan Kepala Negara Republik Indonesia, dan digantikan oleh Megawati Soekarno Putri lalu kebebasan itu kembali terbelenggu dan kembali kedalam belenggu kebebasan yang dikendalikan oleh kepentingan pihak-pihak. Seandainya Gusdur masih tetap memimpin kemungkinan besar Orang Papua mengalami perubahan kesejahteraan kehidupan yang sangat signivikan dan memperoleh kehidupan yang layaknya manusia.
Otonomi Khusus Membawa Kehancuran
Otonomi Khusus merupakan jawaban atas Tuntutan Merdeka Secara Politik Bangsa Papua atas “Hak Penentuan Nasib Sendiri”. Hal ini membuat pemerintah pusat mengeluarkan UU Otsus guna menjawab tuntutan aspirasi Masyarakat Adat Papua. Sayangnya ketika Masyarakat Adat Papua ramai-ramai berteriak “ Merdeka “, para pejabatnya menutup pintu dan jendela rapat-rapat dan berdiam diri didalam rumah, tetapi ketika pemerintah pusat mengeluarkan Dana Otonomi Khusus, rakyat dilupakan lalu pejabat daerah ramai-ramai membuka pintu dan jendela rumah lebar-lebar menerima dana otonomi khusus demi memperkaya diri, keluarga, dan golongannya. Hal ini membuat Masyarakat Adat Papua semakin terpuruk dalam menjalani kehidupannya, kesejahteraan semakin menjauh, mulai ada pengemis dan pemulung di Papua. Sesuatu yang tidak ada kini ada, dahulu para pejabat dan keluarganya menggunakan kendaraan hanya satu, sekarang Bapak memiliki kendaraan, Ibu juga memiliki kendaraan, anak-anaknya juga memiliki kendaraan. Sangat disayangkan ketika mobil dan motor yang digunakan dari hasil korupsi dipamerkan didepan mata Masyarakat Adat Papua yang dulunya meminta merdeka dan mengakibatkan dana otonomi khusus dikucurkan oleh pemerintah pusat. Masyarakat Adat Papua merasa dianak tirikan, maka pada tanggal 12 Agustus 2005 rakyat bersama-sama Dewan Adat Papua melakukan aksi demo damai di halaman gedung DPRP Papua dan mengembalikan UU Otonomi Khusus kepada Pemerintah Pusat yang dianggap gagal memberikan perubahan kesejahteraan kepada Masyarakat Adat Papua tetapi lebih memperkaya para pejabat didaerah baik Eksekutif, Legislatif, maupun Yudikatif serta para pengusaha.
Hadirnya Dana Otonomi Khusus juga turut memporak porandakan kehidupan Masyarakat Adat Papua, sebagi contoh bantuan dana 100 juta oleh gubernur papua dan ditambah lagi 50an juta oleh masing-masing Bupati dan Wali Kota menjadi sumbuh pemicu konflik horisontal antara sesama masyarakat, saling curiga, saling bertengkar dan berantam hanya karena penggunaan dana tersebut. Kepala kampung dan Bamuskam sengaja ke kota lalu menginap di hotel dan kemudian berfoya-foya lalu membohongi masyarakat. Hubungan kekerabatan adat akhirnya tidak bisa dipertahankan sebab keretakan yang diciptakan oleh bantuan-bantuan uang kampung tersebut. Saudara sudah tidak dianggap saudara lagi, yang terjadi adalah saling bermusuhan yang berbuntut pada kematian. Dulunya mereka duduk satu meja para-para adat, tetapi sekarang sudah tidak lagi, dan menjadi permusuhan abadi di kampung.
Pembangunan hasil dana otsus tidak menunjukkan sesuatu yang berarti, tetapi sebaliknya defisit anggaran sangat besar. Berdasarkan hasil audit BPK-RI perwakilan Papua dan Perwakilan Papua Barat bahwa kerugian negara mencapai puluhan sampai trilyunan rupiah. Hal ini menunjukkan bahwa kerakusan yang menjadi karakter kepemimpinan Orang Asli Papua (OAP) sementara dimanfaatkan oleh teman-teman pendatang. Sesungguhnya Adat Istiadat Papua tidaklah seperti apa yang sedang terjadi, tetapi realitanya demikian. Untuk itu rakyat papua masih tetap berteriak merdeka secara politik, dan kemerdekaan itu menjadi abadi dan tetap diperjuangankan dari waktu ke waktu, dan dari generasi ke generasi.
Belum puas rasanya pemerintah pusat dan daerah memanfaatkan dana-dana otonomi khusus tidak pada tempatnya juga tidak pada pemanfaatannya sehingga banyak dana-dana yang tidak dapat dipertanggung jawabkan oleh para pemimpin di pemerintahan daerah dan pemerintah pusat, kini muncul lagi isu pemerkaran wilayah yang akan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat wilayah pemekaran.
Isu Pemekaran Menjadi Idola Kesejahteraan Sosial
Isu Pemekaran menjadi idolah kesejahteraan sosial, alasan klasik ini muncul dari para pejabat yang sementara jabatannya akan berakhir juga para pejabat yang tidak memiliki jabatan termasuk didalamnya ada kepentingan partai politik. Para pejabat tersebut memanfaatkan peluang ini, lalu para elit partai memboncengi kepentingan tersebut dan mendorong agar percepatan pemekaran wilayah dilaksanakan.
Kurang puas dengan angka-angka korupsi yang merupakan prestasi kerja di daerah lama, kini memaksakan kehendak mereka dengan memboncengi kelompok-kelompok masyarakat yang memiliki kepentingan dengan dalih “ Rentan Kendali Pelayanan Pemerintahan” dan Pelayanan Kesejahteraan”. Sesungguhnya rakyat tidak membutuhkan pemekaran tetapi yang dibutuhkan rakyat adalah “ Pelayanan Kesejahteraan”, ini yang dimaksudkan. Bukan dengan memekarkan satu sampai bebarapa wilayah dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, sebab melihat pengalaman bahwa kabupaten yang definitif saja masyarakatnya masih hidup dibawa garis kemiskinan apalagi dimekarkan, manamungkin pelayanan pemerintahan yang buruk selama ini akan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat adat papua, malahan sebaliknya adanya pemekaran wilayah hanya memberikan keseburan lahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Berdasarkan hasil Audit BPK-RI Perwakilan Papua dan Papua Barat bahwa hampir rata-rata penyalahgunaan keuangan negara oleh para pejabat daerah sangat tinggi nilai Korupsinya serta kemampuan mengorganisir manajemen pemerintahan sangat minim. Oleh sebab itu, bagi para anggota DPR-RI yang membidangi pemekaran wilayah serta Dirjen Otda Depdagri diharapkan dapa membuka mata hati nuraninya dan jangan hanya karena sebuah Koper berisikan duit yang memaksakan akhirnya pemekaran disetujui oleh DPR-RI dan Dirjen Otda depdagri.
Realita yang terjadi bahwa pemekaran daerah telah melahirkan Orang Kaya Baru (OKB) dan perubahan karakter hidup dari miskin ke kaya yang mengakibatkan Masyarakat Adat Papua semakin terpuruk. Kondisi ini telah diketahui oleh semua pihak, tetapi nampaknya pemekaran dipaksakan terus. Oleh sebab itu pertanyaannya apakah dengan pemekaran kesejahteraan masyarakat adat akan berubah ? jika berubah itu pertanda bahwa pemekaran berhasil, tetapi selama ini yang terjadi adalah pemekaran menyuburkan lahan KKN dan rasa kebencian diantara sesama rakyat.
Pemekaran bukan membawa kesejahteraan tetapi menambah keterpurukan sosial diantara masyarakat adat papua, oleh sebab itu istilah “Rentan Kendali pelayanan Pemerintahan”, hanyalah alasan klasik para pengambil kebijakan demi kepentingan mereka bukan kepentingan rakyat.
Hal terpenting juga yang perlu diketahui oleh Masyarakat Adat Papua bahwa Partai Politik yang paling berkepentingan untuk memaksakan pemekaran wilayah karena suara-suara yang mereka perlukan, sebagai contoh dua partai politik besar di Indonesia yakni Golkar dan PDIP telah bersaing ketat sehingga lahirlah Provinsi Papua Barat yang tidak memiliki dasar hukum dan melanggar UU No. 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Hal ini jelas dengan dimekarkannya wilayah tersebut, dana Otonomi Khusus tetap diberikan kepada mereka, sebab mereka juga adalah bagian dari Tanah Papua bukan Tanah lain diluar Papua. Politik kepentingan Partai telah merusak semua sendi-sendi tatanan Adat Masyarakat akar rumput. Para politikusnya hanya memikirkan bagaimana Pribadi, Keluarga, dan Partainya dapat berkembang tetapi tidak mampu membuat perdasi maupun perdasus yang selama ini tidak dapat memproteksi hidup orang papua. Dapat dibayangkan saja ketika Provinsi Irian Jaya barat (Papua Barat) ketika itu akan dimekarkan, Ketua DPRP Papua Drs. Jhon Ibo,MM. Tampil sebagai pahlawan untuk membela mati-matian agar tidak ada pemekaran, tetapi belakangan ini terdengar kabar bahwa Ketua DPRP Papua Jhon Ibo dan kelompoknya memotori pemekaran Provinsi Papua menjadi lima wilayah pemekaran, ini hal yang konyol dan membohongi rakyat hanya sebuah jabatan politik partai, sementara selama ini apa yang dibuatnya untuk papua ? apakah sudah ada Perdasi dan Perdasus yang dibuatnya untuk memproteksi Hak-Hak Dasar Hidup Orang Papua ? sayang sekali, silahkan rakyat menilai siapa yang paling munafik di Papua apakah Rakyat ataukah Para Pemimpinya.
Isu Merdeka Harga Mati
Isu Papua Merdeka bukan hal baru bagi Pemerintah Indonesia, isu ini sudah sejak Pemerintahan Kerajaan Belanda Menjajah Indonesia termasuk Papua Barat. Bangsa Indonesia melakukan perlawanan untuk mencapai kemerdekaannya, begitupula hal yang dibuat oleh orang-orang papua terdahulu yang berjuang untuk bebas dari penjajah belanda. Hal ini yang menjadi dasar semangat perjuangan bahwa memang Bangsa Papua berjuang untuk merdeka sendiri bukan bergabung dengan Indonesia ketika itu. Dalam perjuangan sejak dulu hingga saat ini telah menelan ratusan juta jiwa orang papua yang menjadi korban kebiadaban aparatur negara (TNI/POLRI) yang mengatasnamakan Negara Pancasila yang berdasarkan UUD1945 lalu menangkap, menganiaya, memperkosa, marampok, memenjarakan sewenang-wenangnya, lalu membunuh dengan sadis serta menghilangkan nyawa manusia secara misterius (Penghilangan Paksa). Hal ini kurang cukup lalu membunuh secara genocida serta pembunuhan Karakter dan Pembodohan publik dilaksanakan terus menerus hingga saat ini. Apa yang menjadi visi dan misi pembantaian orang papua oleh negara merupakan rancangan strategis negara melalui kaki tangannya di daerah. Untuk itu Isu Merdeka Harga Mati dan tidak bisa ditawar-tawar. Sudah berbagai cara digunakan untuk pemerintah untuk membujuk hati masyarakat adat papua, namun semua itu sia-sia saja sebab apa yang menjadi tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia guna mensejahterakan Masyarakat Adat Papua hanyalah Isapan Jempol belaka, sebab yang memainkan peranan didaerah adalah milik orang atau pejabat negara di Pusat. Untuk itu bagaimanapun dan apapun cara yang digunakan oleh Pemerintah Pusat untuk mensejahterahkan Orang Papua, tetapi juga masih ada banyak perampok-perampok di pusat yang mengatasnamakan daerah dan negara lalu melakukan gerakan-gerakan untuk memproyekkan papua sebagai objek politik dan kepentingan pribadi, serta kelompok.
Adapun otonomi khusus yang diidam-idamkan bagi Masyarakat Adat Papua merupakan Gula-Gula Politik (alm. Munir,SH) . Otonomi Khusus diberikan ketika eporia politik papua merdeka mulai menanjak diawal era reformasi pada tahun 1989, solusi ini dibuat agar Masyarakat Adat Papua tidak menuntut Papua Merdeka secara politik, tetapi lebih kepada Kesatuan dan Persatuan Indonesia. Memang benar, tetapi sangat disayangkan apa yang menjadi cita-cita negara sengaja dirusak oleh oknum-oknum pejabat negara baik sipil,Polri dan TNI yang tidak menginginkan Papua Zona Damai tetapi bagaimana mengadudomba masyarakat adat papua agar selalu hidup didalam kekajauan dan kemudian dana-dana yang cukup besar tersebut dapat masuk ke kantong pribadi, keluarga dan kelompok. Para elit politik turut mengacaukan suasana lalu elit birokrasi membiayai dan kemudia elit yudikatif memutuskan hukuman bagi mereka yang menantang dengan stigmatisasi separatis. Baik Orang papua yang pro maupun kontra faham politik, tetap akan mati dalam kondisi yang sama tidak ada yang beda sebagai contoh putra-putra terbaik papua yang adalah aparat penegak hukum yang mengabdikan dirinya bagi kepentingan Bangsa dan Negara tetapi dibunuh juga dengan cara yang sadis (Alm Gubernur JP.Salosso. Capt. Invanteri Edu Ayomi dan Ir. Hans Wospakrek Dosen ITB) dan masih banyak lagi selain Theys H.Eluay yang berbalik melawan pemerintah. Masih banyak lagi orang papua yang menjadi korban pelanggaran Berat HAM atas perilaku kejam dan keji aparat TNI/Polri di Tanah Papua. Ketika isu Papua Merdeka sengaja ditebus dengan Otonomi Khusus banyak pejabat yang menjadi Orang Kaya Baru (OKB), ketika itu rakyat berteriak merdeka dan banyak yang menjadi korban, Para Pejabat menutupi pintu dan jendela rumah rapat-rapat, ketika dana otonomi khusus tiba mereka membuka pintu dan jendela rumah lebar-lebar dan menyambut dana otonomi khusus kedalam rumah untuk dinikmati oleh Pribadi dan keluarga serta kelompok.
Orang papua tidak sebodoh apa yang dipikirkan, dengan rasa solidaritas atas penindasan pemerintah pusat melalui pemerintahan daerah yang merupakan perpanjangan tangan pemerintah pusat dengan iming-iming Kesejahteraan sosial, nyatanya gejolak perlawanan tetap saja berlangsung baik didalam negeri maupun diluar negeri. Terbukti dengan adanya surat Dewan Gereja Sedunia yang disampaikan kepada Presiden RI, kehadiran Kongresman Heny Valeomavaega, Hina Jilanai, dan lain-lainya di Papua menunjukkan bahwa Lobying Politik Papua diluar negeri berhasil dengan baik. Walaupun kehadiran mereka dinyatakan oleh pemerintah Indonesia bahwa tidak mendukung “ Kemerdekaan Bangsa Papua Barat, nyatanya mereka memiliki naluri dan perasaan membaca penderitaan dan perjuangan Bangsa Papua Barat.
Untuk itu bagaimanapun cara pemerintah untuk membujuk dan meninabobohkan Orang Papua tetapi hati dan jiwanya adalah Merdeka. Jika ada Orang Papua yang berdalih bahwa dengan Otonomi Khusus cukup sejahtera, dia adalah Manusia-manusia yang sengaja mencari makan sebab rasa percaya diri tidak ada dan keahlian atau kemampuan senantiasa bergantung dari menjilat bekas piring makan orang.
Mengapa sampai saat ini gejolak perlawanan tetap eksis ? itu pertanda bahwa apapun alasan dan rayuan pemerintah pusat dan daerah, tetapi Orang Papua mau “ Merdeka”, bukan dengan memberi Otonomi khusus dan Pemekaran, lalu mengacaukan kondisi keamanan daerah dengan membangun opini bahwa Orang Papua itu bodoh dan tidak mampuh mereka malas, semua isu dimasukan kepada siapa saja dan oleh karena itu pandangan orang terhadap Orang Papua bahwa hidupnya masih terkebelakang.
Akhirnya dengan realita bahwa Orang Papua melalui Dewan Adat Papua mengembalikan Otonomi Khusus yang dinyatakan gagal oleh Masyarakat Adat Papua pada tanggal 12 Agustus 2005 di halaman kantor DPRP Papua dan dilanjutkan dengan aksi-aksi demonstrasi melawan Korupsi akan menjadi batu loncatan bagi Dunia Internasional melakukan Intervensi bagi Indonesia yang merupakan bargaining politik menuju Papua Merdeka.
Sumber: kompasiana
0 komentar for "Korupsi di Antara Otonomi Khusus, Pemekaran, dan Merdeka"