DEMOKRASI TANPA KEBEBASAN
Demokrasi memang menjengkelkan. Cara yang harus ditempuh memusingkan, hasil yang diraih jarang memuaskan. Demokrasi tidak memberi kesejahteraan, tetapi justru melahirkan konflik dehumanisasi. Rakyat yang seharusnya diposisikan sebagai penguasa tertinggi dalam arena berpolitik, justru dijerumuskan dalam keterasingan. Intinya, demokrasi hanya melahirkan absurditas, keadaan yang tidak bisa dimengerti dengan kejernihan nurani atau akal waras. Keadaan itulah yang menjadikan demokrasi gampang mendatangkan banyak konflik di berbagai wilayah Indonesia.
Kondisi buruk yang diembuskan demokrasi diperparah elite politik dan aparat penegak hukum yang menunjukkan aksi-aksi brutal. Simak misalnya, rakyat Papua meminta kejujuran, keadilan dan kebenaran di atas tanahnya sendiri, malah dianggap separatis, makar, dan sebagainya. Bukankah ini dehumanisasi halus yang dipraktekkan?
Aspirasi rakyat yang meminta pemerintah untuk menegakkan kejujuran, keadilan dan keebenaran distigma tanpa alasan mendasar. Malah rakyat ditindas, diintimidasi dan bahkan dibunuh. Yang melakukan tindakan pembunuhan pun tidak diproses secara hukum, tetapi malah memberi jabatan yang tinggi. apakah ini demokratis?
Kebanyakan rakyat meminta negara harus menegakkan hukum yang ada dan berlaku di negara Indonesia, tetapi malah diabaikan dan bahkan hukum itu tidak berlaku di Papua. Bahkan opini-opini publik tidak didengar dan ditanggapi secara serius, padahal semua opini adalah fakta atas kenyataan yang dialami rakyat. Bagaimana mungkin rakyat bisa percaya kepada para wakil rakyat, kalau aspirasinya tidak didengar dan dijawab. Malah wakil rakyat berpesta pora di atas panggung rakyatnya dengan melakukan tindakan korupsi yang sangat berlebihan. Memang ini sebagai contoh nyata yang menggambarkan tentang betapa demokrasi amat mencederai perasaan rakyat.
MASALAH MORALITAS
Jurgen Habermas, dalam buku yang ditulis Franz Magnis-Suseno, 12 Tokoh Etika Abad ke-20, 2000: 221-222, memuat empat klaim, yakni kejelasan, kebenaran, kejujuran, dan ketepatan. Jika salah satu klaim tidak terpenuhi, proses yang terjadi bukanlah komunikasi, tetapi manipulasi.
Benar bahwa konflik yang terjadi di Papua, karena kurangnya para elit untuk duduk berkomunikasi dengan rakyat setempat. Para elit secara langsung memberikan stigma-stigma negatif pada rakyat yang sebenarnya tidak bersalah. Rakyat disalahkan dan disingkirkan tanpa alasan yang fundamental.
Demokrasi memang belum menunjukkan "taringnya", tetapi yang ditunjukkan adalah "taring" konflik. Demokrasi Indonesia di Papua amat rentan menghasilkan tindakan jahat. Yang korban bukan para elit politik dan penguasa negara yang duduk di kursi, tetapi rakyat kecil yang sedang mengembara di atas tanah.
Maka demokrasi menuju pada kemerosotasn moral. Kemerosotan demokrasi lebih banyak disebabkan oleh elite politik yang tidak memiliki integritas moral. Integritas moral bukan sekadar bermakna kehidupan pribadi elite politik telah berkesesuaian dengan persetujuan publik.
Matthew Collins seorang moralis mengatakan bahwa yang bermoral bererarti terciptanya kesatuan antara nurani yang secara internal terdapat pada manusia, perilaku eksternal yang dapat dilihat secara fisik, dan kepatuhan pada hukum moral. Tetapi tidak ada satu pun para elit yang menunjukkan sikap moral. Sangat kurang dan bahkan tidak ada para elit yang dapat mengatakan yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah. Sebenarnya, integritas moral pada demokrasi adalah keutuhan perasaan, pikiran, dan tindakan yang mengutamakan kepentingan rakyat. Pelanggaran integritas moral adalah pengkhianatan demokrasi.
Pada majalah online seruu. com Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pernah menyatakan, demokrasi yang telah dipilih oleh Indonesia sebagai jalan mencapai kesejahteraan harus terhindar dari sifat-sifat buruk. Demokrasi tanpa kebebasan akan berubah menjadi tirani, tetapi demokrasi yang melampaui batas dan tidak disertai dengan tanggung jawab dalam berekspresi, akan berubah menjadi anarki," (kata Presiden saat membacakan Pidato Kenegaraan Presiden RI dalam rangka HUT ke-67 Proklamasi Kemerdekaan RI di Gedung DPR Jakarta, Kamis).
Memang ungkapan yang masih akal, tetapi realisasnya menjadi problem besar di negara Indonesia. Terkesan ungkapan itu hanya semu. Karena realitas di lapangan tidak menunjukkan sikap tersebut. Di lapangan yang terjadi adalah kemerosotan moralitas para elit politik dan penguasa yang hanya melahirkan dehumanisasi dan pelanggaran HAM.
JALAN TENGAH
Menurut Hans Enzensberger, kekacauan, kebrutalan, dan ketidakpedulian di dalam tubuh bangsa ini dikendalikan oleh sebuah industri pikiran yang memproduksi pikiran-pikiran jahat (Dreamers of the Absolute, 1973). Kondisi yang kini berkembang di masyarakat kita adalah seperti yang disebut George Bataille sebagai “hiper-moralitas” (Literature and Evil, 1990). Hiper-moralitas adalah sebuah kondisi di mana ukuran-ukuran moralitas yang ada tidak dapat dipegang lagi, karena situasi yang berkembang telah melampaui batas-batas good and evil.
Realita moral ini semua terjadi karena paradoks demokrasi di Indonesia membuat moralitas bangsa menjadi semu. Akibatnya, individu-individu yang masuk struktur negara atau para elit politik negara tidak lagi menjadi agent of change, tetapi menjadi agent of immorality. Karena itu, tindakan nyata yang selalu nampak adalah sikap apatis terhadap rakyat. Malah sikap apatis itu melahirkan sikap yang lebih besar yaitu Dehimanisasi dengan melakukan penggaran-pelanggaran HAM. Maka tindakan ini harus dibersihkan dari benak setiap elit politik dan para penguasa negara demi menegakkan keadlilan dan kebenaran di negeri ini. Karena kalau tidak pasti akan menimbulkan berbagai persoalan baru lain.
Di tengah keadaan demikian, kita dituntut untuk menjunjung tinggi semangat demokrasi sebagai sumber motivasi dan inspirasi dalam membina persaudaraan antarwarga negara. Perwujudan kebebasan untuk berdemokrasi harus diberikan kepada rakyat. Karena ini merupakan modal untuk masa depan yang benar-benar demokrasi. Selain itu, segala pandangan negatif terhadap rakyat harus dihindari negara ingin menumbuhkan demokratisasi dan terutama kedamaian di negara ini, terutama dikap dehumanis yang kian membara.
SUMBER: FACEBOOK.COM
0 komentar for "DEMOKRASI TANPA KEBEBASAN DAN MORALITAS AKAN BERUBAH JADI DEHUMANUSASI "