Kekerasan TNI,POLRI Indonesia di West Papua |
Oleh Krismas Bagau
Penderitan masyarakat papua terpenjarah dalam
bingkai NKRI. Orang Kristen yang duduk di kursi TNI dan Polisi yang
sama-sama memegan alkitab dan ke gereja tetapi keluar dari gereja akan
mengkinanati orang kristen Papua.
Hal itu bisa di mengerti karena
kristus Tuhan kita juga pernah ditolak di tempat asalnya. Biar sudah
kamu bernanyi di atas penderitan orang Papua yang duduk di kursi empuk
dan memakai pakayan emas, bertopi baja, berdasi besi dan memerintah
untuk membunuh dan menghabiskan orang Papua dari tanah leluhurnya
sendiri yang seharusnya tidak perlu kamu intropeksi.
Tidak tahukah kamu
bahwa tadi sama-sama mendengar firman Tuhan, FIRMAN Itu Hidup dan harus
tanjapkan dalam sanumbari namun, demi jabatan dan ambisi harus
masyarakat yang tak bersuara harus menjadi korban di tanahnya sendiri.
Jika melihat Kebijakkan pembangunan masyarakat Papua bersamaan dengan
pembunuhan masyarakat Papua terus terjadi walau tadinya bersama
beribada tetapi Atas nama pembangunan NKRI masyarakat kecil tergeser ke
tempat yang tidak layak dihuni. Masyarakat kecil diperhadapkan pada
situasi yang tidak aman membuat mereka bersuara dengan meminta keadilan
tetapi keadilan itu tidak pernah terjawab.
Karena tidak terjawab maka
mereka melakukan aksi damai tetapi seebenrart mereka akan di seret ke
penadilan dan mendiami di balik teradi besi.
Melihat situasi demikian dimanakah hati nurani kamu seperti krtistus
yang berani membela keadilan lalu di perhadapkan pada salib. Salib
sebagai symbol keselamatan bagi semua orang. Bisakah sekarang orang
kristiani yang mendiami di tanah Papua bersatu baik orang Kristen
semuanya tanpa membedakan asal usul karena kita adalah satu. Realitas
hidup sekarang diperhadapkan pada situasi pembantaian yang sistematis
dan terstruktur. Tanah orang Papua menjadi tanah tempat peristrahatan
terakhir walaupun belum waktunya menjadi tempat peristrahat.
Mengapa
menjadi tempat istrahat terakhir? Karena masyarakat papua ketika
bersuara dan meminta keadilan namun keamanan republik Indonesia
mengerti sama sekali dan tidak melihat secara keseluruhan tetapi
selalu mengatakan menggangu stabiltas pembangunan NKRI.
Fakta membuktikan kenyataan dengan memberikan otonomi Khusus no 21 tahun
2001 untuk propinsi Papua dan Papua barat.
Pembunuhan terus berjalan,
sementara isu pemekaran terjadi dimana-mana. Isu pemekaran tersebut
juga salah satu pembunuhan orang Papua sistematis dan terstruktur walau
orang mengatakan bahwa dengan pemekaran kesejatrahan mau diciptakan.
Tetapi dengan pemekaran itu memberi kesempatan orang luar papua datang
untuk menguasai dalam berbagai dimensi yaitu pendidikan, ekonomi,
kesehatan dan politik yang dapat memprotisir masayarakat pribumi.
Dampak dari persoalan diatas, manusia menguasai alam orang Papua.
Orang
papua tergeser. Tergeser karena semua dimensi kehidupan di stir oleh
yang berkuasa dan bermodal. Akibatnya seperti dijelaskan diatas manusaia
membantai manusia dan tanah menjadi tempat peritrahatan terakhir.
Sampai kapan pun generasi papua tidak akan pernah lupa kepada pemerintah
Indonesia yang memerintah dengan tangan besi yang selalu masyarakat
sipil menjadi korban stigma, pembantaian, diskriminasi,
pengeksproitasian, bahkan sampai pembunuhan. Maka dari generasi ke
generasi tidak akan pernah lupa kepadamu pemerintah Indonesia yang
selalu tidak menghormati HAM.
Hak asasi manusia selalu di langkar demi
kepentinganmu pembangunanmu. Pembangunan pembunuhan, pembantaian adalah
hal biasa bagi republic ini.
Jangan bermimpi siang bolon, papua tidak seperti di bayangkan karena
medang memang amat luas dan tidak bisa bangun dalam sekejap mata atau
untuk membangun Papua tidak bisa membalik telapak tangan seperti yang
dibayangkan oleh pemahaman NKRI diatas Tanah Papua.
Penulis adalah salah satu mahasiswa yang sedang mengenyam pendidikan di
salah satu perguruan tinggi swasta di Yogyakarta.
SUMBER:http://suarakolaitaga.blogspot.com/2013/10/agama-di-tanah-papua-harus-bersuara.html
0 komentar for "AGAMA DIPAPUA HARUS BERSUARA DEMI KETIDAK ADILAN INDONESIA "